3.1

5.7K 1.3K 185
                                    

Mark Lee, salah satu temannya yang lebih tua akan datang dari kota seberang dan Jaemin tak tahu apa tujuannya. Jaehyun bilang, Mark datang karna ingin membicarakan sesuatu. Tapi kenapa harus sampai datang ke sini? Jaman sudah canggih, mereka bisa menggunakan telpon jika ingin sekadar berbicara.

Setelah mendapat kabar dari Jaehyun, Jaemin langsung berpamitan pada Jaehyuk dan yang lain. Ia harus segera pulang untuk menyambut kedatangan Mark, karna tak ada siapapun lagi di rumah, Renjun telah pulang kemarin dan Jaehyuk juga telah pulang ke rumahnya sendiri, setelah menginap selama beberapa hari di rumah Jaemin.

Jaehyuk butuh waktu untuk mempersiapkan diri sebelum bertemu kembali dengan orang-orang yang mengiranya telah mati.

Dari info yang Jaemin dapat, kedua orangtua Jaehyuk nyaris pingsan kala melihat kemunculan sang anak yang dikira telah tiada. Lalu untuk lebih lanjut, ia tidak tahu karna tak turut mengantar Jaehyuk pulang ke rumah.

"Lo keasikan ngerantau di sini, ya?" tanya Mark sambil merebakkan tubuh di sofa ruang tamu rumah Jaemin, berniat istirahat usai melakukan perjalanan cukup jauh. "Jarang banget balik."

"Gue baru balik beberapa hari lalu," balas Jaemin, ikut duduk di samping Mark.

"Tapi nggak ketemu gue, terus lo balik juga buat ngurus Jaehyuk, kan?"

"Iya sih." Jaemin mengusap tengkuknya. "Nanti gue bakal sering balik buat ketemu kalian deh, sama Jeno juga."

Jaemin itu anak rantau, tinggal sendirian di rumah peninggalan kakek dan neneknya yang telah tiada. Sedangkan Jeno pindah ke kota ini karna urusan pekerjaan sang ayah, Jaemin jadi bersyukur karna setidaknya ia tak benar-benar sendirian di kota baru.

"Btw, Bang Jaehyun bilang lo ke sini karna pengen ngomong sesuatu." Jaemin mengalihkan pembicaraan, membuka topik yang buatnya penasaran. "Mau ngomong apaan, Bang?"

Mark terdiam sejenak, mengusap tengkuknya canggung dan terlihat termenung, membuat Jaemin dilanda bingung.

"Gue mau ngomong sesuatu tentang Jisung."

Jisung, nama itu terdengar aneh bagi Jaemin karna memberi sensasi asing. Mungkin benar, nama seseorang yang telah tiada tak akan pernah terdengar biasa seperti saat ia masih ada.

"Apa?" tanya Jaemin setelah diam selama beberapa saat.

"Gue pernah bilang, gue curiga salah satu di antara kita yang ngebunuh Jisung, kan?" tanya Mark yang seketika mendapat anggukan pelan dari Jaemin. "Sebenernya sampe sekarang, gue masih curiga."

"Hah? Gila lo?" Jaemin nampak tak habis pikir. "Gue kan udah bilang, hapus pemikiran konyol kayak gitu. Nggak mungkin Jisung dibunuh sama salah satu dari kita."

"Kenapa nggak mungkin?"

"Karna kita udah temenan lama, gue tau kalian semua kayak gimana. Nggak mungkin ada yang tega ngebunuh orang, apalagi temen sendiri."

"Lo nggak belajar dari Jeongwoo? Dia sama temen-temennya, dibunuh siapa?"

Perkataan itu membuat Jaemin kalah telak, kehabisan kata-kata untuk mengelak.

"Lo pernah bilang sama gue kalo Jeongwoo terlalu naif, padahal lo sendiri juga sama. Nggak semua orang tuh baik seperti yang lo pikir, Jae."

Jaemin mengusap wajahnya kasar. "Kalo emang pelakunya salah satu dari kita, apa coba alasan dia ngelakuin itu? Kita semua nganggep Jisung kayak adek sendiri."

"Jisung baru temenan sama kita selama setengah tahun, tepat pas dia jadi maba di kampus Haechan sama Chenle. Lo pikir dengan waktu temenan sesingkat itu, semua dari kita beneran suka sama dia?"

Help | Treasure ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang