3.3

5.7K 1.2K 42
                                    

Note: tanda ~ ~ ~ berarti alur mundur, alias lagi flashback gitu, yaa. Part ini agak panjang, semoga kalian nggak bosen.

••••

"Halo," sapa Jaehyuk kala mengangkat panggilan masuk dari Jaemin. "Kenapa, Bang?"

"Bisa ke rumah gue sekarang, nggak? Ajak Junkyu sama Doyoung juga."

"Ngapain?"

"Jeno tiba-tiba dateng ke rumah gue dan nyuruh manggil kalian semua ke sini. Dia bilang, ada yang pengen diomongin."

"Tentang apa?"

"Jihoon."

~ ~ ~

Ibunya adalah anak tunggal dan ayahnya adalah anak bungsu yang mempunyai seorang kakak perempuan dengan satu orang anak, membuat Jihoon menjadi satu-satunya sepupu yang Jeno punya.

Jihoon dan Jeno lahir pada tahun yang sama, namun memiliki kepribadian yang amat berbeda. Jeno cenderung pemalu dan tak banyak bicara, sedangkan Jihoon begitu aktif sejak usia belia.

Namun di tahun keempat atas hidup, orangtuanya bercerai hingga membuat sinar Jihoon meredup. Lalu tiga tahun kemudian, ibunya tewas dalam kecelakaan kendaraan, membuat Jihoon sepenuhnya kehilangan. Yang pergi bukan hanya orangtua, tapi juga separuh dari dirinya.

Jihoon akhirnya tinggal bersama keluarga Jeno, dengan kepribadian yang sedikit berbeda. Ia masih ceria dan banyak bicara, tapi tak seperti saat keluarganya masih ada. Dan juga, Jeno sering memergokinya menangis sendirian di dalam kamar tanpa suara.

Namun setiap ditanya kenapa, Jihoon selalu menjawab; dirinya baik-baik saja.

"Jeno!" teriak Jihoon yang kala itu berusia delapan tahun, sambil melangkah memasuki kelas Jeno. "Ayo makan bareng."

Jeno kecil adalah seorang anak yang terkucil, kemampuan bersosialisasi yang buruk membuatnya tak punya teman dan selalu sendirian. Kecuali saat jam istirahat, karna akan ada Jihoon yang datang, menemani menikmati bekal lalu mengajak Jeno bermain bersama teman yang lain.

Selain tak punya teman, kehidupan Jeno juga sedikit menyedihkan karna adanya perudungan dari teman sekelas, namun selalu ada Jihoon yang akan membalas. Ia tak pernah berhenti meski telah mendapat teguran berkali-kali.

Jika malaikat pelindung benar adanya, Jeno yakin miliknya adalah edisi spesial karna dapat berwujud manusia seperti Park Jihoon.

"Jihoon, ayo makan!" teriak Jeno yang saat itu berusia sepuluh tahun dari dalam dapur.

"Bentar, belum selesai ngepel!" balas Jihoon dari arah ruang tamu, sedang mengepel lantai.

Jeno berdecak sebal, lalu melirik ibunya yang sedang mencuci piring di wastafel. "Panggil Jihoon dong, Ma. Siapa tau kalo mama yang manggil, dia jadi nurut."

"Biarin dia selesaiin kerjaannya dulu, kamu makan aja, Jen."

Waktu itu Jeno kesal, karna ia pikir Jihoon tak mau makan bersamanya. Namun sekarang ia tahu, Jihoon tak akan bisa makan dengan santai jika pekerjaannya belum selesai.

Rumah yang isinya bukan keluarga sendiri, tak mungkin memberi kenyamanan sesuai ekspektasi. Jihoon mungkin bisa tinggal di sana tanpa membayar dengan benda berharga, tapi tenaga. Jihoon sering disuruh oleh bibinya untuk melakukan berbagai pekerjaan rumah, bahkan sang paman memberi uang jajan yang lebih sedikit dibanding Jeno.

Help | Treasure ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang