•Thirty-eight•

87 9 0
                                    

Mereka telah sampai dirumah Rey. Rey masih berada di garasi mobil membawa beberapa barang yang dia bawa dari kantor, sedangkan Shierra sudah masuk terlebih dahulu karena kunci rumah dia yang pegang.

Semenjak Shierra sering dirumah akhirnya Rey mempercayakan Shierra untuk menjaga rumah dan Shierra tidak masalah dengan hal itu.

Drrtt...Drrtt...

Shierra berhenti melangkah setelah melewati ruang tamu karena dia merasakan ponselnya bergetar.

Dia melihat layar ponselnya, tertera disana penelepon yang tidak ada nama. Hanya tertera nomor disana.

Dengan ragu Shierra memencet tombol hijau dan berucap Hallo.

"Shierra! Apa kabarmu nak."

"Ayah?! Bagaimana ayah bisa tau nomorku?" Shierra heran, karena setau dirinya dia berkali kali sudah berganti nomor demi menghindari ayahnya itu dan juga keluarga tidak bahagianya menurutnya.

Hanya Karen, satu satunya sahabat yang mengetahui nomornya.

"Apakah Karen yang memberikan nomornya?" Pikir Shierra pada dirinya sendiri

"Kau tidak perlu tau darimana Ayah bisa mendapatkan nomormu. Yang perlu kau tau hari ini ayah sangat bahagia!" Shierra mengernyit heran, kenapa ayahnya bisa sebahagia ini?

"Kau tau kenapa ayah bisa bahagia?!" Ayahnya terus tertawa di sebrang sana, Shierra belum pernah merasakan tawa bahagia ayahnya yang sesungguhnya.

Karena semua yang dia rasakan dulu adalah kepalsuan dan kebohongan.

Semuanya. Yap! Semuanya.

"Apa?" Tanya Shierra dengan nada datar merasa tidak benar benar ingin tau.

"Calon adikmu sudah lahir! Dan tebak! Dia laki laki. Ayah sangat senang Shierra akhirnya kau punya adik dari ibu tirimu! Dan sekarang dia adalah anak kandungku!" Seketika dada Shierra merasa sesak.

Shierra mengeratkan pegangan tangan nya pada ponselnya dan tersenyum kecut.

Entah kenapa Shierra malah merasa sedih, secara dia tidak pernah melihat ayahnya bahagia karena nya. Meskipun saat dirinya masih kecil.

Saat dirinya memberikan hasil gambarnya pada ayahnya, ayahnya malah tidak berkomentar apapun, ayahnya sibuk dengan pekerjaan nya dan hanya mengangguk tanpa melihat hasil gambarnya.

Ayahnya dulu juga suka memarahinya walau tidak sering, alasan marahnya kadang tidak masuk akal. Kadang ayahnya marah karena Shierra suka bercerita akan seperti apa keluarganya di masa depan nanti, ayahnya juga suka mengamuk saat Shierra sering menggambar ibunya, dirinya dan juga ayahnya. Bahkan ayahnya pernah merobek gambaran Shierra itu.

Dan sekarang Shierra merasa sesak karena dia mendengar ayahnya bahagia sekarang, bukan bahagia karena nya tapi karena orang lain.

"Karena aku sedang bahagia, aku akan menstransfer uang ke rekening mu 50 juta. Cukup untuk biaya hidupmu dan juga biaya kuliahmu disana." Jelas Ayahnya dengan santai.

Shierra menggenggam ponselnya semakin erat. Dasar keparat! Dia pikir aku apa? Seenaknya memberikan uang padaku, seperti tidak menghargaiku!

"Maaf tapi aku tidak butuh uangmu, kau tidak usah mentransfer." Ucap Shierra datar.

"Apa? Tidak butuh?! Sudah berbulan bulan tidak bertemu denganmu sekarang kau makin sombong saja Shierra." Tawa ledek ayahnya menggelegar di sebrang sana.

"Aku tidak sombong, tapi nyatanya aku memang benar benar tidak butuh." jawab Shierra dengan datar lagi.

"Lebih baik, kau berikan uangmu itu pada anak-anakmu selanjutnya. Jangan pedulikan diriku." Ucap Shierra menunduk melihat kedua telapak kakinya dengan sedih.

"Dasar kau! Anak Durhaka!! Kau tidak butuh ayah lagi huh?! Aku yang sudah membesarkanmu dan ini balasanmu?!"

"Ayah tidak pernah memberi kasih sayang secara adil dan lagi kasih sayang yang kau berikan semuanya Palsu jadi berhenti bicara seperti itu." Ucap Shierra dengan berani menahan air matanya.

"Kurang ajar! Beraninya kau bicara seperti itu!"

"Pergilah dari hidupku! Kau tidak usah menstransfer uangmu karena aku tidak menginginkan nya!" Teriak Shierra, air mata mulai membasahi pipinya.

"Tolong jangan sakiti aku lagi, sudah cukup kau sakiti aku selama bertahun tahun. Pergilah dan enyahlah dari hidupku!!" Teriak Shierra sekali lagi.

"Kau akan membayar perkataanmu Shierra. Akan kutunjukkan padamu apa itu tidak menginginkan lagi." Suara ayahnya terdengar sangat kelam di sebrang sana.

"Kumohon jangan sakiti aku lagi! Jangan lakukan sesuatu yang aneh padaku!"

"Lihat saja nanti cara bermain ayah."

"Tidak! Dan pergilah dari hadapanku!!" Shierra semakin histeris di akhir katanya dia melempar ponselnya ke sudut tembok membuat ponselnya hancur berkeping keping.

Shierra terduduk di lantai sambil menangis sesegukan, dia tidak tahan dengan semua ancaman yang sering ayahnya berikan padanya.

"Shierra!!" Rey berlari ke arah Shierra yang terduduk di lantai barang yang dia bawa langsung ia lepaskan membuat barang itu terbentur ke lantai.

"Ada apa? Kau baik baik saja?" Rey melihat wajah Shierra yang penuh dengan air mata memandangnya dengan khawatir.

Namun Shierra hanya diam, menunduk sambil masih menangis sesenggukan.

"Ayo bangun, ku antarkan kau ke kamarmu." Rey mengangkat tangan dan memegang bahu Shierra agar Shierra berdiri. Dengan langkah gontai dan lemas Shierra terduduk di atas kasurnya.

Dengan cepat Rey memberikan segelas air putih yang langsung di teguk habis oleh Shierra.

Tiba-tiba ponsel Rey berdering dengan setengah hati Rey merogoh kantongnya mencari ponselnya.

Tertera nama ibunya disana. Dengan pandangan ragu dan perasaan setengah hati Rey pamit pada Shierra untuk mengangkat telpon.

15 menit kemudian Rey kembali dengan wajah kusutnya.

Dia bingung harus menemani Shierra atau pergi ke kantor menemui ibunya.

Di telepon tadi ibunya menyuruhnya untuk pergi ke kantor membahas tentang Sheriel.

Sejujurnya Rey tidak ingin pergi, tapi ibunya mengancam akan terjadi sesuatu pada Shierra.

Mau tidak mau Rey harus pergi, karena dia tau. Mata-mata ibu sangat banyak.

"Shierra, apa kau sudah mendingan?" Rey berbisik pelan di samping Shierra yang masih saja terdiam.

Lalu Shierra menoleh ke arah Rey. Matanya menatap sendu terlihat masih ada kesedihan disana. Itu membuat Rey semakin tidak tega meninggalkan nya.

"Aku baik baik saja." Ucapnya kemudian, tiba-tiba wajahnya berubah tanpa ekspresi.

"Aku rasa kau butuh waktu sendiri. I'm alright?" Shierra melihat ke arah lantai terdiam sebentar kemudian mengangguk setuju.

"Ya."

"Baiklah aku akan kembali ke kantor ada beberapa pekerjaanku yang ternyata belum selesai." Jelasnya

Shierra mengangguk dan tersenyum tipis.

"Okey."

"Jaga dirimu baik baik dirumah, kunci pintu dan tutup jendela jika itu membuatmu merasa aman." Senyum Rey lalu kemudian pergi dari hadapan Shierra.

Shierra menghela nafas dan tersenyum kecil.

Dia bersyukur masih punya Rey yang bisa menenangkan nya.

Di perjalanan nya menuju kantor, Hati Rey dari tadi sangat gelisah. Karena dia sudah membohongi Shierra.

"Maaf Shierra, aku belum bisa menceritakanmu tentang apa yang sebenarnya terjadi sekarang." Ucapnya dalam hati.

Between You And Me [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang