Chou Tzuyu menunggu di dekat pintu masuk kelas dengan gugup. Giginya tidak henti-hentinya menggigiti kuku-kuku dari kelima jari tangan kanan.
Im Nayeon belum lama kembali dari toilet setelah di landa mules berlebihan seusai memakan saus cabai terlalu banyak di kantin bersama Chou Tzuyu tadi.
"Sejak kapan Pamanmu datang?" Tanya Nayeon sesampainya di belakang Tzuyu, mencondongkan tubuh ke samping agar bisa ikut mengintip suasana di dalam kelas.
Chou Tzuyu tidak memberikan respon, malahan semakin gencar menggigiti kuku seolah sedang menggigiti kutu.
"Chou Tzuyu!" Seru Nayeon seraya menoel-noel kepala temannya dari samping.
"Ah, ya? Ada apa? Aku tidak dengar, maaf."
Membuang nafas besar dengan kesal, Nayeon melambaikan tangan ke udara, "Tidak jadi. Lupakan, ngomong-ngomong berhenti melakukan hal buruk menggigit kuku, bisa-bisa daging jarimu ikut tergigit."
"Oh? Aku sering melakukan ini jika sangat gugup dan takut."
"Kau? Takut dan gugup? Untuk apa? Nilaimu pasti tinggi mengingat seluruh nilai ulangan harianmu adalah yang tertinggi di kelas. Tak usah gugup, harusnya Shin Lina yang gugup. Lihat bocah itu," Nayeon mengangkat dagu ke arah tong sampah, tempat di mana Shin Lina duduk bersemedi dengan bibir aktif berkomat-kamit melantunkan doa.
"Shin Lina menurutku pintar, lalu kenapa dia harus takut sampai segitunya?" Beo Tzuyu, tidak paham. Menurutnya Shin Lina termasuk anak yang lumayan pandai, paling tidak bisa masuk lima belas besar.
Sedangkan urutan paling bawah berpotensi di kuasai oleh Nayeon, sebab gadis itu tidak serius ketika belajar di kelas. Entah itu makan diam-diam, menggambar sesuatu yang aneh di buku tulis, bahkan sering tidur di kelas.
Maka dari itu Nayeon tidak pernah mau di pindah ke bangku paling depan, jika dia pindah, dia tidak bisa bermalas-malasan.
Nilai rapot Nayeon pasti dijamin rendah saat ini.
Tapi lihat gadis kelinci itu, santai sekali.
"Yah," Nayeon menghela, "Kau baru di sini, jadi kau belum pernah melihat Ibu Shin Lina marah-marah. Nyonya Shin ingin anaknya masuk peringkat tiga besar, namun apa boleh buat kalau kapasitas kepandaian Shin Lina hanya mampu membawa gadis itu di peringkat dua puluh besar."
"Pantas saja Shin Lina belajar giat sekali saat menjelang ujian, padahal di hari-hari biasa terbilang santai."
"Beruntung aku tidak punya orang tua pemaksa, haha, mau nilai berapapun, mereka tidak akan marah. Aku sudah pernah bilang ke Ayah dan Ibuku, karena aku ingin masuk universitas dengan jurusan tata rias, jadi aku tidak akan fokus belajar sekolah tapi fokus belajar tentang kecantikan. Orang tuaku pun setuju-setuju saja."
Terkejut mendengar jurusan impian Nayeon, Chou Tzuyu lantas menoleh cengo, "Kau serius mau masuk ke tata rias?"
"Pasti, tidak cocok?"
"Bukan begitu, aku pikir kau akan masuk ke bagian hukum?"
"Hukum merepotkan, bagaimana kau bisa berpikiran sedemikian rupa?"
"Karena mulutmu sering berkomentar pedas, aku berani jamin seandainya kamu menjadi jaksa, lawanmu bisa terkena mental mendengar ocehan jahatmu."
Im Nayeon terbungkam-bungkam. Memasang ekspresi wajah yang menjelaskan kalimat; WTF!
***
Mobil sport hitam berhenti di salah satu restoran bergaya victoria. Interior di dalam ruangan tersebut indah dengan sentuhan kemewahan klasik khas wilayah barat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Paman, Jangan Terobsesi Padaku! [ END ]
Fanfic[Mature🚧] [Taetzu] [Psycho - fanfiction] Dulu, dia sangat senang hidup bersama Paman ketika orang tuanya masih hidup di dunia ini, sehat, dan memberikan banyak kasih sayang untuknya. Namun setelah orang tuanya meninggal, Kim Taehyung mendadak beru...