Setelah melipir dari pantry kantor, gue nggak sengaja mendengar tentang mutasi pegawai. Gue nggak mendengar begitu jelas sih, tapi samar-samar bisa gue dengar kalau akan ada mutasi di bulan depan. Beberapa hari lalu, Shella juga sempat mendengar gossip itu.
Dengan satu gelas teh hangat di tangan, gue langsung berlari kecil menuju ke kubikel Shella.
"Shel."
Dia sedang membuka situs belanja online lewat komputer kantor ternyata.
"Kenapa?"
"Tadi gue denger, katanya mau ada mutasi bulan depan."
Shella yang kaget, langsung menutup tab situs belanja online. Menatap gue dengan pandangan takut.
"Beneran?!"
"Gue barusan habis lewat ruangan HR, nggak sengaja denger."
"Tuh kan.... Lo denger nggak kak mutasinya kemana?"
"Nggak denger sih, tapi paling ke cabang kantor yang di Surabaya mungkin? Atau paling jauh ke kantor yang di Samarinda."
"Gila. Jauh banget... Nggak mau gue, nanti bakal LDR dong sama pacar."
Benar juga, kalau harus mutasi ke luar kota berarti gue harus long distance relationship, meskipun nggak dengan pacar, gue mungkin akan LDR dengan keluarga. Biasanya yang pulang ke rumah satu minggu sekali, bisa-bisa gue pulang enam bulan sekali, itupun kalau dapat cuti tahunan atau cuti hari raya.
Kayaknya gue harus berdoa mati-matian agar nggak kena mutasi. Itu saja harapan gue saat ini.
"Eh kak." Shella menarik ujung lengan kemeja gue, "Mau ikut nggak nanti habis ngantor?"
Gue menyeruput teh gue yang belum gue minum sama sekali, "Kemana?"
"Temenin gue ketemu mas Ajun yuk."
Alis gue terangkat tinggi, tumben banget Shella ngajak gue untuk sekedar ketemu Ajun. Padahal kan itu sepupunya sendiri. "Kan biasanya lo sendiri kalo mau ketemu Ajun."
"Mau ngajak lo juga, lagian lo juga udah lama kan nggak ketemu mas Ajun dan kawan-kawan."
"Dan kawan-kawan?"
"Maksud gue-" Shella sedikit kelabakan, mencari jawaban yang tepat, "Maksud gue tuh kan semenjak lo putus sama mas Aga, lo nggak ketemu temen-temennya, termasuk mas Ajun. Sekalian kita ngobrol."
Gue sih nggak masalah untuk ketemu Ajun, karena gue juga nggak ada hard feeling dengan teman-teman Aga semenjak kami putus. Masalah berakhirnya hubungan gue dan Aga, itu hanya urusan kami berdua. Kami sama sekali nggak mau melibatkan orang terdekat, apalagi sampai putus hubungan pertemanan dengan relasi teman masing-masing.
"Cuma ada Ajun kan?"
Shella mengangguk mantap, meyakinkan gue kalau nggak akan ada siapapun lagi.
"Okay."
Bukan gue nggak ingin bertemu Aga. Tapi, gue hanya merasa pertemuan yang harus melibatkan kami berdua pasti akan terasa sangat canggung. Dan seharusnya banyak obrolan yang bisa dibahas, pasti akan terasa nggak nyaman jika ada kami berdua. Mungkin jika hanya salah satu diantara kami masih terasa nggak apa-apa. Tapi kan... kalau gue dan Aga bertemu lagi dan harus mengobrol dalam satu meja dengan teman kami, rasanya sangat aneh kalau harus saling bertukar sapa lagi.
---
Sudah benar gue tuh memang nggak boleh percaya dengan yang namanya Karina Shella Harina. Pembohong dari segala pembohong.
"Cuma ada mas Ajun kok."
Gue masih ingat ya kalimat itu untuk meyakinkan gue ikut dengan dia. Dan sekarang dia masih sibuk haha-hihi dengan Ajun sedangkan gue diam, pura-pura sibuk dengan handphone gue dan di hadapan gue ada lelaki bernama Nuraga Prayogi yang sama diamnya.
Saat gue masuk resto ini dengan Shella, gue harus mematung beberapa detik saat melihat Ajun duduk bersebelahan dengan Aga di satu meja. Dalam hati gue mengumpat pada Shella dan nggak akan mengampuni dia sampai kapanpun.
Shella dengan iseng mencolek bahu gue dan dia sedikit meledek ketika menunjuk Aga dengan lirikannya. Gue memutar bola mata malas.
"Mas Aga."
Sumpah Shella... nyebelin banget.... nggak usah panggil Aga bisa kan?
"Iya?"
"Lagu Akandra yang baru mas Aga yang produksi dan tulis liriknya kan?"
Mau nggak mau gue harus pura-pura menyimak obrolan mereka dan Aga mengangguk dengan pertanyaan Shella.
"Lagunya keren banget loh, waktu aku kasih tau kak Ayunda lagu barunya Arkana mas Aga yang bikin, dia langsung dengerin- AW."
Gue menginjak satu kaki Shella dari bawah, mengalihkan pandangan gue ke sekitar restoran. Tuhan... gue ingin pergi dari sini sekarang juga. Harga diri gue sudah jatuh ke dasar jurang.
"Makasih, Ayunda."
Gue hanya memberikan respon senyuman kecil, sedangkan Shella dan Ajun menatap kami bergantian dengan pandangan meledek. Sampai sini gue paham, kalau tujuan Shella dan Ajun bertemu itu bukan mereka berdua ada urusan sebagai saudara, tapi ini sih sengaja untuk mempertemukan kembali gue dan Aga.
Terkadang gue iseng melirik Aga yang sepertinya juga terpaksa hadir di sini. Toh, nggak ada yang harus kami bicarakan, baik gue dan Aga pun nggak terlihat menikmati pertemuan ini. Jadi... sorry banget Ajun dan Shella, usaha kalian sangat sia-sia.
So I'll bury the hurt and wait my turn
And we can pretend that people unlearn
When we both know it's not enough—-