Kayaknya memang menuju tengah malam tuh, waktu kesukaan orang-orang untuk menghabiskan waktunya dengan hal yang mereka suka. Dan membuat mereka berharap kalau mereka ingin memperpanjang waktu sehari lebih dari 24 jam.
Itu juga yang gue rasakan. Beruntung ini hari sabtu malam dan suasana bioskop masih ramai meskipun jam tayang film midnight. Mikha sedang mengantri untuk membeli popcorn, dia menyuruh gue untuk menunggu di kursi.
Setelah selesai, dia kembali dengan wajah yang kelewat sumringah. Berlari kecil seperti anak kecil dengan bucket popcorn dan dua gelas minuman di tangannya.
"Awas jatuh, Mik." Gue berdiri sambil memperingatkannya, nggak bisa menahan diri gue untuk ikut tersenyum.
"Popcorn caramel."
"Sini biar aku bawain." Gue mengambil bucket popcorn dari tangan Mikha karena dia terlihat kerepotan untuk membawa semuanya.
"Filmnya masih setengah jam lagi, Mik." Gue menengok ke jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan.
"Kita duduk deket teater dulu aja, Yu."
Gue mengiyakan. Tiba-tiba tangan Mikha menggenggam tangan gue dan menarik agar gue berjalan bersebelahan dengannya. Gue sedikit bingung dan agak canggung sebenarnya, tapi Mikha kayaknya nggak sadar juga melakukannya.
"Mik." Gue memanggilnya pelan dan Mikha nggak menggubris, sepertinya dia juga nggak dengar.
Dan benar saja, teater masih ditutup, dan kursi tunggu juga masih penuh, gue dan Mikha harus berdiri sambil memegang makanan dan minuman kami.
Gue berjinjit sedikit dan membisikkan sesuatu pada Mikha, "Rame banget, Mik."
"Malam minggu. Jam-jam orang lagi ngedate."
Apakah yang gue dan Mikha lakukan terhitung sebagai sebuah kencan? Nggak sepertinya. Mikha hanya mengajak gue menonton kan? Dia nggak mendeklarasi untuk mengajak gue pergi kencan dengan dia. Ini sama kejadiannya seperti dulu sebelum Mikha pindah, gue juga sering pergi berdua dengan dia sekedar makan atau menonton film. Atau dengan Joan, mantan pegawai di kantor yang dulu dekat dengan gue dan Shella. Tapi... nggak dengan gandengan tangan ini yang bahkan belum lepas sedaritadi.
"Mas Mikha?" panggil salah satu perempuan, membuat gue dan Mikha menoleh ke arah yang sama.
Sontak pegangan tangan Mikha langsung gue lepas.
"Loh? Mbak Ayunda?"
"Maura? Felicia?"
Musibah. Dua orang yang kami kenal di kantor ternyata ada di sini. Mereka menatap kami bergantian, dari atas sampai bawah, menelisik ada apa antara gue dan Mikha.
"Udah selesai nontonnya?" tanya gue basa-basi.
"Belum. Kita baru aja dateng, Mbak. Kalian cuma berdua doang?" Jelas Felicia
"Teater berapa?" tanya Mikha.
"Teater lima." Jawab Maura.
"Wah... sama dong. Yuk barengan aja."
Maura dan Felicia terlihat kikuk dan saling bertatapan, mereka tersenyum canggung, "Nggak deh mbak, takut ganggu, kalian nikmatin waktu berdua aja."
"Ih... nggak kok-"
"Kita duluan ya." Pamit Maura terburu-buru, langsung menarik Felicia untuk ikut pergi.
Gue dan Mikha hanya bisa bertukar pandang bingung. Lalu suara pengumuman teater dibuka terdengar, gue langsung mengajak Mikha untuk masuk ke dalam.
—-
Aga
18.00Kamu jadi keluar sama Mikha?