Sebenarnya gue agak jengkel dengan Aga yang mengizinkan gue pulang ketika dia sudah bisa mandi. Gue bersikeras untuk menyuruhnya mandi air hangat saja, seenggaknya agar gue bisa balik cepat. Tapi, Aga ngotot nggak mau menggunakan air hangat, dia ngotot mau mandi pakai air biasa.
"Gerah, Ay. Orang demam tuh pasti keringetan, badannya lengket."
Alasan yang dia keluarkan, atau memang akal-akalannya saja ya.
"Tapi badan kamu masih anget, apa nggak makin masuk angin kalau pake air dingin?"
"Ya makanya tunggu suhu badan aku turun."
"Sini coba." Tangan gue bergerak melambai, menyuruhnya duduk bareng gue di sofa.
Termometer yang sudah ada di tangan gue sedaritadi gue serahkan pada dia. "Cek dulu coba suhunya."
Aga mengambil termometer dari tangan gue, sedikit menyingkap bajunya untuk menjepit termometer di ketiaknya.
"Aku tuh mau kerja besok, Ga. Jadi, please izinin aku pulang ya ya ya?" Gue sampai memohon, karena ini sudah jam sembilan pagi dan gue juga belum mandi semenjak keluar dengan Mikha semalam.
"Kamu mau ngapain sih emang di kost? Istirahat? Bisa di sini."
"Mau mandi, emang yang mau wangi kamu doang?" Ucap gue agak ketus.
"Mandi di sini aja sih, baju kamu juga masih ada yang ketinggalan. Satu tahun tuh, untung nggak aku jual."
"Jangan bilang baju aku yang beli di Sency waktu itu ya?!" Gue baru teringat, selama satu tahun ini gue kehilangan one set linen yang gue beli di salah satu mall di Senayan waktu itu, harganya yang lumayan bisa menghabiskan harga satu minggu uang makan, gue sedikit panik dan ujung-ujungnya gue berpikir baju itu ada di apartemen Aga. Mau ambil juga gue keki, karena gue sadar baju itu hilang setelah satu minggu putus dengan Aga.
"Iya. Pake baju itu aja."
"Gila aja jangan dijual, Ga. Itu baju mahal banget."
"Iya tau kok. Makanya udah sempet mau aku jual."
"Tapi kamu rugi juga sih dijual, itu kan merk fast fashion harganya bakal jatuh tauuu. Bukan baju branded yang bisa diinvest." Ledek gue pada Aga.
"Yang penting bajunya nggak menuh-menuhin lemari aku."
"Dih curang banget, baju kamu aja nggak pernah aku buang."
"Itu mah emang mau kamu pake biar nggak kangen aku aja."
"Nggak ya! Mana ada aku kangen aku. Kamu kali tuh kangen aku, kita baru ketemu beberapa kali aja udah demam, minta diurusin?"
Termometer itu berbunyi, pertanda sudah selesai mengukur suhu. Bunyinya juga sudah nggak secepat kalau dia alarm suhu yang diukur nya tinggi. Aga menunjukkan angka itu pada gue.
37.2
"Tuh, Ay, masih sumeng."
"Apaan itu normal! Udah sana mandi."
"Nggak mau ikut?"
"Kemana?"
"Mandi."
"Ihhh... enggak lah."
"Nggak salah lagi." Mulai deh sikap menyebalkan Aga muncul.
"Ga! Mandi atau aku acak-acakin dapur kamu."
Ujaran gue mengundang gelak tawa dari Aga. Dia lalu berdiri dari kursi membawa termometer yang ada di tangannya. Lalu masuk ke kamar, membawa dua handuk. Yang satunya dia serahkan ke gue. Perasaan gue nggak bilang setuju kalau mau mandi di sini. Lagipula gue nggak bawa baju dalam ganti... Masa iya pake yang semalam? Jujur gue agak nggak betah orangnya, gue kalau mandi harus ganti semuanya.