10▪︎PHLOX

123 76 282
                                    

Happy reading Nals♡

PHLOX
Mimpi indah


○●○

Selama matahari masih muncul dari timur di pagi hari, itu tandanya kamu masih punya kesempatan lagi untuk berjuang menghadapi kenyataan. Bangun, hirup nafas yang banyak dan mulailah untuk menata kembali hal yang salah di hari sebelumnya. Karena waktu berlalu bukan untuk ditinggalkan tapi dijadikan pelajaran, bahwa tak semua hal buruk akan berakhir buruk juga.

Fennel duduk di meja belajarnya dia baru saja bersiap untuk pergi ke kampusnya. Dia memasukkan beberapa buku dan laptopnya ke dalam tas, di  antara buku itu ada sebuah buku yang selalu menjadi teman setianya, jurnal senjanya. Alasan dia menamainya ‘Jurnal Senja’, tak lain adalah dia hanya akan menuliskan segala hal yang dia lewati di pembatas sore dan malam itu.

Lelaki dengan hoodie berwarna biru itu menggendong tasnya, dia berjalan keluar kamar dan meraih sebuah kunci di antara beberapa kunci di samping televisi. Fennel sudah siap untuk pergi, hanya saja dia melupakan ponselnya. Membuat dia harus kembali masuk ke kamar dan meraih ponsel di atas meja dengan aman. Fennel melangkah dengan satu tangan kanan yang memainkan ponselnya, sedang yang kiri dibiarkan menganggur masuk ke dalam saku hoodie miliknya.

Lift terbuka, Fennel masuk masih fokus dengan ponselnya. Pintu lift tertutup dan terbuka lagi di lantai lain, “Maaf, bli Fennel. Ada paket, saya taruh depan atau kasih langsung ke bli-nya?”

Seorang yang menyentuh bahunya mengalihkan pandangannya. Petugas apartemen tersenyum dengan menunjukkan beberapa paket di tangannya. “Buat Fennel?”

“Iya, dari Negara.”

“Fennel mau berangkat ke kampus, tolong taruh di tempat biasa aja ya,” jawab Fennel balas tersenyum.

“Baik kalau gitu. Oh iya, kelas pagi ya?”

“Enggak, Fennel mau kumpul sama temen dulu, bapaknya mau ikut?” tawar Fennel basa basi.

Lelaki yang sudah berumur itu terkekeh, “Saya kalau ikut nanti dikira pengawalnya lagi.”

Fennel ikut tertawa mendengar hal itu, petugas apartemen satu itu memang suka berbincang dengan penghuni unit apartemen. Namanya Aji, dia bertugas saat pagi hingga sore dan Fennel suka jika berhadapan dengannya. Berbeda dengan petugas malam yang irit omong dan tidak pernah tersenyum, Wayan. Memang masih cukup muda tapi terlalu kaku.

“Nanti saya antar ke unit bli setelah ini, mari,” tuturnya kembali lalu keluar.

Fennel hanya membalas dengan senyum dan pandangannya kembali lagi ke ponsel miliknya. Mengetikan sesuatu dengan lihai di atas layarnya hingga dia akhirnya tiba di basemen apartemen. Fennel melihat motor vespa berwarna hijau tosca kesayangannya yang berdiri di antara dua motor lain miliknya.

“Lah, Fennel lupa bawa helm.”

Fennel berkata sesaat setelah dia sudah menghidupkan dan menaiki motornya. Terpaksa dia mematikannya kembali dan turun dari motor untuk kembali ke unitnya. Baru beberapa langkah Fennel berhenti, “Gara-gara mimpi semalam Fennel jadi nggak fokus.”

Lelaki kecil itu mengurungkan niatnya, dia ingat jika di motor matic miliknya ada sebuah helm. “Untung ingat, huh.”

Senyumnya mengembang, bukan tersenyum karena kebodohannya tapi karena seorang yang tengah menari-nari dalam ingatannya. Seorang yang masih membayanginya hingga saat ini, meski terlalu cepat tapi sepertinya dia memang sudah jatuh.

Motor itu perlahan mulai meninggalkan kawasan apartemen Gold Hill. Salah satu kawasan apartemen elite yang tidak sembarangan orang bisa membelinya. Tidak banyak yang tahu Fennel sekelas dengan Elder. Termasuk teman-teman dekatnya sekalipun, mereka hanya tahu Fennel tinggal di Gold Hill tapi tidak pernah tahu latar belakang keluarganya.

FiORETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang