28▪︎ROSES

52 28 143
                                    

Happy reading Nals♡

ROSES
Pesona

○●○

Sunyi, ditemani suara alat beside monitor yang senantiasa menyala. Kepergian Elder membuat suasana menjadi dingin kembali. Calla, gadis itu memakan makanannya tanpa nafsu, pikirannya tidak dalam satu fokus melainkan bercabang-cabang. Gadis itu meminum mineral setelah merasa kenyang memakan makanan yang dibelikan Elder.

Calla keluar, dia membuang sampah dan berniat untuk menuju tempat administrasi. Menunggu Gumintang memberitahunya sepertinya itu hanya akan membuang waktu, karena tak kunjung ada kepastian. Pesannya saja hanya dibaca tanpa ada balasan sepatah kata pun.

Tempat administrasi berada di lantai satu, membuat Calla harus turun ke bawah untuk bisa sampai ke sana. Dengan langkah kecilnya gadis itu melangkah sendiri, dengan seutas senyum singkatnya ia berikan pada seorang yang tak sengaja bertegur dengannya.

“Permisi, saya mau tanya soal biaya administrasi atas nama pasien Eleor Mignionette.”

“Baik sebentar ya, saya cari dulu data atas nama pasien.”

Calla mengangguk menunggu, dia berdiri tegak dengan raut wajah yang sebenarnya sedikit khawatir. Bukan hanya soal biaya tapi juga keselamatan sang ayah jika tidak secepatnya ditangani. “Ini, silakan dibaca.”

Calla menerima sebuah map dan mulai membacanya. Satu per satu kata matanya lewati dengan jeli, deretan tabel yang menampilkan angka juga tak luput dari bacaannya. Hingga matanya tertegun pada angka akhir yang tertera.

Meski itu sudah termasuk biaya setelah operasi tapi bagi Calla itu cukup besar. Bagi Calla yang kerja saja selalu dirampas Gumintang, dari mana dia akan mendapatkan uang sebanyak itu. Sedangkan sang ayah harus segera mendapat penanganan. Atau akan keadaannya akan semakin buruk. Segala kemungkinan yang harus Calla jauhkan dari pikirannya.

“Terima kasih, saya permisi dulu.”

Calla mengembalikan data itu. Dia kembali berjalan menuju kamar rawat ayahnya, tangannya dia buka layar ponselnya memeriksa sisa tabungan yang ia punya. Andai waktu itu Gumintang tak merampas uang untuk berobat ayahnya, pasti beban Calla akan sedikit berkurang.

Langkahnya ia naikkan ke anak tangga, selangkah demi selangkah. Tapi langkahnya terhenti saat dia merasa tali sepatunya lepas. Calla yang baru saja menaiki tiga anak tangga itu kembali turun. Dengan pelan agar tidak jatuh, hingga sebuah panggilan membuatnya menoleh sebelum ia sempat mengikat tali sepatu miliknya.

“Fennel?”

Lelaki itu semakin mendekat padanya. Membuat matanya juga tak beralih menatap Fennel, hingga aroma khas lelaki itu semakin tajam tercium oleh hidungnya. Dan akhirnya berdiri tegap di hadapannya dengan senyum riang sambil menyapanya kembali.

“Calla ngapain disini?”

“Kak Calla, Fennel,” protes Calla.

Entah saat tahu lelaki itu lebih muda darinya rasanya Calla lebih suka di panggil Kak Calla. Meski lelaki itu hanya menanggapinya dengan panggilan Kalla. Panggilan yang Fennel bilang itu sudah sepaket antara Kak + Calla, Kalla.

Meski tetap saja, jika dilisankan pelafalannya sama saja. “Kalla.”

“Kenapa sih nggak mau panggil, kak?”

“Karena Fennel mau lebih deket aja. Nggak ada batasan antara seorang yang lebih tua atau muda, Calla nggak suka?”

“Terserah aja deh, asal kamu happy.”

FiORETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang