Happy reading Nals♡
CALENDULA
Menyembuhkan luka○●○
Menyembuhkan luka untuk seorang yang telah menaruh luka itu tidak mudah. Bukan hanya sekedar rasa sesal, atau seutas kata maaf saja yang harus dilakukan. Banyak hal yang perlu diluruskan sebelum ia mengambil segala opsi yang harus dipertanggungjawabkannya. Ya, karma saja tidaklah cukup tanpa sebuah kesadaran bukan?
Gumintang Senandika. Lelaki dengan segala sisi gelap yang kini sudah terbuka itu berjalan seperti orang yang kehilangan kegagahannya. Tak bersemangat meski badannya tegak dengan wajah tegasnya. ‘Buka benange suba kadung maceleban’, sepertinya makna dari pepatah yang ia tuliskan pada lengannya itu kini benar-benar berbalik menghunus dirinya. Pepatah yang memiliki arti, ‘ketika terlanjur memilih sesuatu, jangan setengah-setengah menjalaninya’. Gumintang memang tidak setengah-setengah dalam berbuat tapi dia salah dalam mengartikan hal itu. Dia bahkan mutlak tanpa berpikir sisi lain dalam memenuhi ambisinya.
Pepatah itu kini justru menjadi belati yang membuatnya menderita. Lelaki dengan luka yang tidak seberapa itu sekarang harus bersiap, menguatkan dirinya sendiri untuk orang yang telah dilukainya.
Plak
Tamparan keras. Tak pernah berhenti ditujukan padanya, dan tanpa protes dia menerima itu semua dengan baik. Luka yang masih berbekas itu kini kembali ditumpuk dengan luka baru.
“Gumi, Papa kecewa sama kamu. Dimana jati diri kamu sebagai lelaki? Bahkan janji sama Papa kamu ingkar dengan mudah. Mana yang bilang sudah memperbaiki kelakuan, MANA!”
Teriakan menggelegar sang papa memenuhi ruang tamu. Gumintang yang berniat untuk meminta maaf pada papanya kini harus menerima kemarahan papanya lebih dulu. “Maaf, Pa.”
“Gimana kamu mau jadi pemimpin kalau kamu saja seperti ini. Papa tahu kamu tidak terima dengan perpisahan Papa dan Mama kamu. Tapi tidak seperti ini caranya, ya Tuhan. ”
“Aku sakit hati, Pa. Dengan mudahnya Papa ninggalin aku sama Mama hanya untuk wanita itu. Papa pikir mama beneran menerima dengan baik itu semua? Enggak, Pa,” emosi Gumintang sedikit tersulut.
Namanya juga Gumintang, lelaki yang memiliki watak keras. Mau bagaimana pun dia merasa bersalah, jika ada yang memancing ya dia kasih.
“Tidak ada yang menerima hal itu dengan mudah, itu berarti juga buat Papa dan buat Mama sambung kamu. Sekarang apa mau kamu? Papa udah angkat tangan,” lirih sang Papa menghela nafasnya berat. Seakan dia memang benar-benar sudah tidak tahu lagi menghadapi pria yang mirip dengannya itu.
“HAH, Papa bilang gitu kaya pernah ngurus aku aja. Kalau Papa nggak butuh Gumi buat urus perusahaan, juga nggak bakal tuh Papa mau berhadapan dengan aku.”
“GUMINTANG! Jaga ucapan kamu.”
“Pa, aku kesini buat minta maaf. Papa yang menyulut aku buat marah.”
“Selalu saja menjawab. Disini yang salah kamu, tapi terus saja membuka kesalahan Papa.”
Perdebatan terus berlanjut, hingga Gumintang memilih untuk pergi. Dia lelah berdebat dengan orang yang sama kerasnya dengan dirinya. Kedua ekor mata saling melirik di ujung pintu. Saat Gumintang melihat seorang lelaki yang akan memasuki rumah itu. Mereka diam berdampingan dengan posisi tubuh yang berlawanan, saling melempar rasa yang hadir dalam jiwa keduanya. “Bangsat,” umpat Gumintang memutuskan tatapannya dengan seorang lelaki kecil yang tak pernah ditegurnya jika berjumpa di rumah itu.
Seorang yang harusnya bisa dia terima dalam hidupnya seperti dia menerima Calla. Sang adik biologisnya dari Papanya dan wanita yang selama ini dibencinya, Sofie.
KAMU SEDANG MEMBACA
FiORE
Romance'Tuhan menciptakan bunga untuk bermekaran di musim semi. Tapi, apa tuhan lupa ciptain Calla untuk merebak juga?' "Calla, kamu itu terbaik. Kalau kamu merasa belum bisa mekar, berdoa aja, ya? Fennel akan datang kok. Jadi jangan merasa sendiri, Fenne...