Happy reading Nals♡
ROSEBUD (Moss)
Pengakuan rasa○●○
Hari berganti dengan cepat, tak terasa rasa lara yang beberapa waktu terjadi kini perlahan mulai membaik. Calla sudah bisa merasakan rasa bahagianya kembali. Senyumnya tak pernah luput saat melihat sanga ayah yang sudah kembali bisa tertawa. Membuatnya sangat bersyukur dan berterima kasih, Tuhan masih memberinya kesempatan untuk dihindarkan dari rasa yang menghantuinya. Kehilangan ayahnya.Operasi jantung Eleor kini hanya tinggal penyembuhan, meski masih ada kemungkinan buruh setidaknya kemungkinan baik jauh lebih banyak persentasenya. "Ayah, aaa," cuit Calla menyuapi ayahnya sepotong buah apel.
Kebahagiaan Calla bukan hanya karena itu. Tapi juga tentang kakaknya, Gumintang. Gumintang lebih sering kumpul bersama mereka meski sikapnya pada Calla tak banyak berubah, tapi hal itu cukup membuat Calla senang.
Dan lagi, melewati waktu lebih sering beberapa akhir ini dengan Fennel. Calla kembali merasakan perasaan yang semakin membuncah. Dia semakin merasa semakin nyaman berada dekat dengan Fennel. Jika dilihat dari awal Calla memanhmg sudah terpesona dengan lelaki itu, ditambah perkataan lelaki itu beberapa hari lalu.
"Calla, kamu itu terbaik. Kalau kamu merasa belum bisa mekar, berdoa aja, ya? Fennel akan datang kok. Jadi jangan merasa sendiri, Fennel nggak ngerasa direpotin kalau bahu Fennel basah kok."
Perkataan yang menyihir Calla untuk semakin menyukai lelaki imut itu. Calla dapat merasakan jika Fennel memang sangat tulus pada dirinya. Merasa peluang keinginannya untuk dicintai Fennel sebagai Calla semakin terlihat jelas. Dan Calla rasa dia hanya perku menunggu waktu, kapan semua itu seperti harapannya.
Bicara soal Fennel. Lelaki itu sendiri sepulang kuliah tadi, dia hanya memandang langit yang cerah dari balik jendela kamarnya. Duduk di satu sofa yang dia putar menghadap ke jendela. Kejadian semalam saat dia pergi bersama Calla membuat fokusnya selalu tertuju ke sana.
"Calla itu menarik. Fennel udah berhasilkan buat kebahagiaan di hidup Calla? Apa masih kurang ya?" gumamnya melepas headphone dari kepalanya, mengalungkan pada lehernya dan bersandar.
Fennel menurunkan kakinya yang menyila, dia berdiri dan membaringkan tubuhnya tengkurap pada ranjang miliknya. Dia memainkan ponselnya hingga tak lama suara lain muncul dari sana.
"Gimana Fen?"
"Kak Eld, Fennel udah buat keputusan."
"Soal apa?"
"Tentang pilihan yang harus Fennel pilih, antara Fiore atau Calla," tuturnya yang kini meraih sebuah bantal untuk menyamankan posisinya.
Di seberang sana malah justru terdengar suara batuk, seperti orang yang tersedak. "Akh, jadi kau serius melakukannya?"
"Iya. Selesai ketemu kakak waktu itu Fennel kembali menghubungi Fiore dan semuanya sama jawabannya selalu sama. Tapi, anehnya Fennel nggak merasa sakit tertolak seperti yang udah-udah."
Fennel menghentikan perkataannya. Dia duduk, dan kembali menatap lurus ke arah jendela. Dia memikirkan sebuah hal dan kembali berkata, "Fennel menyerah tentang Fiore, Kak. Sepertinya emang tembok itu nggak akan pernah bisa runtuh."
"Hmmm, Fiore memang selalu berpegang pada peraturan sih. Jadi, kamu pilih Calla?"
Fennel mengulum bibir atasnya. Sungguh terlihat menggemaskan jika dipandang. "Fennel nggak tahu, tapi Fennel ngerasa mulai nyaman sama Calla."
KAMU SEDANG MEMBACA
FiORE
Romansa'Tuhan menciptakan bunga untuk bermekaran di musim semi. Tapi, apa tuhan lupa ciptain Calla untuk merebak juga?' "Calla, kamu itu terbaik. Kalau kamu merasa belum bisa mekar, berdoa aja, ya? Fennel akan datang kok. Jadi jangan merasa sendiri, Fenne...