30▪︎ALLSPICE

51 33 150
                                    

Happy reading Nals♡

ALLSPICE
Rasa kasihan

○●○

Harapan memang selalu ada disela rasa asa yang hampir terputus. Meski itu sangat sulit di terima oleh diri sendiri sekalipun. Seputus asa apa pun diri, yang terpenting adalah tidak meninggalkan logika. Pikirkan dengan baik segala risiko demi menghindar dari sebuah penyesalan. Walau itu sebuah rasa kasihan dari orang lain.

Calla berdiam melamun menatap hamparan taman yang luas. Waktu masih sangat pagi bagi seorang untuk melayangkan pikirannya. Jemari gadis itu memetik sehelai daun dari tanaman di sebelahnya. Daun berbentuk sirip kecil itu sepertinya tengah menjadi media Calla dalam menghitung. Menghitung apa yang akan dilakukannya setelah ini.

Pendapatannya di Pyox masih belum menutup kekurangannya. Bahkan dia semalam juga pergi ke Myugi tapi tetap saja masih sangat kurang uangnya untuk biaya sang ayah. Terlalu besar, mungkin jika waktu itu tak diambil Gumintang, Calla tak perlu sesusah ini sekarang.

“Apa aku harus kerja part time kali ya?” gumamnya menghentikan tangannya memetiki daun.

Calla takut jika waktu cepat berlalu namun dia belum melakukan hal yang seharusnya dia lakukan. Calla itu hanya bersembunyi pada perasaannya. Dia terlalu sering merasa baik-baik saja padahal nyatanya tidak, ya meski hal itu di patahkan oleh Fennel. Lelaki itulah satu-satunya orang yang selalu tahu jika dia rapuh. Entah sudah digariskan atau memang kebetulan, nyatanya Elder yang selalu dekat dengannya pun tak tahu sejauh apa tentang kerapuhannya. Dia hanya tahu jika Calla selalu di tekan Gumintang. Tidak tahu dengan hal lainnya.

Calla mendongak saat segelas kopi terulur ke arahnya. Segala lamunan dan pikirannya seketika menguap terganti dengan lengkung senyum yang dia berikan pada seorang yang tersenyum sangat manis di depannya.

Lelaki itu ikut duduk di sebelah Calla. Dia menghirup aroma minuman yang ada digenggamannnya dan meminumnya perlahan. Lelaki itu menepuk pundaknya, mengisyaratkan pada Calla jika dia sudah siap menerima perasaan yang sepagi ini sudah mengganggunya.

“Fen, kok kamu bisa selalu ada waktu saat aku butuh?”

Calla berkata setelah dia berhasil mendaratkan kepalanya pada pundak Fennel. Perasaannya nyaman, tapi jujur ada perasaan lain dalam dirinya ketika itu terjadi. Perasaan takut Fennel akan menjauh darinya jika suatu saat lelaki itu tahu jika Fiore adalah dirinya. Kenyataan bahwa orang yang menyakiti Fennel adalah orang yang sama dengan seorang yang mungkin menyembuhkan lukanya juga.

“Kan Fennel selalu bilang dari awal. Fennel akan selalu ada kalau Calla butuh.”

Lelaki berbibir indah itu berkata dengan menoleh ke arah Calla. Membuat hidungnya otomatis menyapa gerai rambut atas Calla yang beberapa senti lagi menyentuh lehernya. Tercium aroma wangi dari sana, seperti sebuah aroma yang menenangkan.

“Lelah boleh nggak sih Fen?”

“Boleh.”

“Kalau gitu kalau aku tidur sebentar di sini boleh?”

“Boleh,” jawab Fennel mengelus pucuk kepala Calla tipis. Mungkin tidak terasa.

Calla mulai memejamkan matanya. Tangannya berada di atas pahanya menggenggam minuman yang membuat tangannya menghangat.

“Tidur yang nyaman ya, biar bisa mimpi indah,” ujarnya tersenyum memandang wajah Calla.

Mimpi indah, yang Fennel bilang adalah sebuah mantra untuk seutas harapan untuk bangkit. Mimpi yang bisa membuat seorang bisa kembali untuk bersemangat lagi. “Calla, percaya ya Tuhan sudah siapin bahagia kok. Kalau Calla nggak dapat dalam waktu dekat, Fennel bakal bantu buat bahagia itu.”

FiORETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang