13▪︎RUE ( bagian A)

112 71 381
                                    

Happy reading Nals♡

RUE (A)
Meremehkan

○●○


Angin berembus menerpa tirai krem tipis yang transparan dari balik pintu yang terhubung dengan balkon samping. Matahari sudah muncul dari beberapa jam yang lalu. Menemani segala aktivitas yang dilakukan Calla semenjak dia bangun hingga saat ini.

Gadis itu mengikat rambutnya ke belakang membentuk sebuah cepolan kecil di kepalanya, kaos oversize bergambar kepala bebek di kenakannya dengan nyaman menutupi celana mini yang dipakainya.

Kemoceng dengan bulu ayam cokelat berada ditangannya, bersanding dengan sebuah bantal yang tengah di bersihkan Calla. Satu kaki Calla naik ke sofa, membentuk sudut siku-siku yang sempurna. Sedangkan, kaki lain berdiri tegak ikut menahan berat badannya.

Calla mengebaskan bantal itu untuk meringankan debunya, lalu mengambil sebuah sarung bantal sofa di samping lututnya. Sebuah kain berwarna soga berwujud hasta karya makrame yang dirangkai menjadi sarung bantal yang menawan. Calla membelinya di sebuah toko oleh-oleh yang berada di tepi pantai belum lama ini.

“Calla, kamu liat ponsel ayah?”

Eleor keluar dari kamarnya dengan keadaan yang sudah rapi, menatap anak gadisnya yang kini tengah berpikir di mana gawai milik ayahnya itu berada. “Coba ayah lihat di dekat televisi, semalam ayah memakainya untuk menelefon bibi Luzh kan?”

“Ah iya, ayah lupa.”

Eleor berbalik menuju ruang televisi, sedang Calla melanjutkan aktivitasnya memasang sarung bantal sofa. “Ayah? Ayah mau pergi?” teriak Calla yang kini sudah selesai melakukan kegiatannya.

Dia mendekati ayahnya yang kini tengah duduk memainkan ponselnya. “Ayah ada keperluan dengan bibi Luzh, mumpung dia masih ada di sini juga.”

Calla mengangguk, “Ayah, ehmm ...,” Calla menahan kalimatnya.

“Ada apa?”

Eleor menghentikan atensinya pada layar pipih itu, melihat kegugupan sang putri dia memegang lengan atas Calla. Menepuknya beberapa kali dengan pelan cenderung lembut. “Apa yang mengganggu pikiran putri ayah ini, hmm?”

Pertanyaan Eleor dibarengi dengan cubitan pelan pada hidung mancung milik Calla. “Ihh, sakit ayah,” protes Calla mengasak hidungnya.

Bibirnya dia manyunkan bermimik cemberut, “Kalau lagi kaya gitu, jelek.”

Calla tertawa begitu pun dengan Eleor yang ikut tertawa. Hanya hal sederhana saja bisa membuat seorang jadi mempunyai mood yang baik. “Jadi, kenapa?”

Calla memberhentikan tawanya, dia menoleh ke segala penjuru kamarnya. Lebih tepatnya ke sebuah pintu kamar yang masih tertutup, sepertinya penghuninya kembali tidur setelah berurusan dengan dirinya tadi pagi.

“Ayah, kita bisa bahagia nggak sih?”

“Calla capek ya?”

“Bukan gitu ayah, Calla hanya jengah dengan semuanya. Calla ingin hidup seperti dulu lagi,” jelas Calla menunduk memainkan ibu jari yang berbelit pada kaos miliknya.

“Kalau gitu Calla izinkan ayah buat kerja lagi ya?”

Mendengar kalimat pertanyaan itu Calla menggeleng, menatap ayahnya tidak suka. Calla tidak mau penyakit Eleor semakin parah karena bekerja, keinginan Calla saat ini tidaklah banyak. Dia hanya ingin menikmati hidup seperti beberapa tahun yang lalu, saat Gumintang masih menyayanginya dengan baik.

FiORETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang