55▪︎THE ENDING

41 5 10
                                    

Happy reading Nals♡

THE ENDING

Tak semua perpisahan itu dengan melambai tangan, kadang 'say good bye' tanpa bertatap mata itu bisa menjadi ending

○●○

Segala hal bisa berakhir kapan pun, bahkan tanpa sebuah perencanaan. Berpisah dengan meninggalkan luka atau haru kebahagiaan, semuanya jelas tetap akan membekas. Tinggal opsi mana yang dipilih sesuai jalan sebuah ikatan. Layaknya sebuah benang yang harus memutar memasuki ujung lubang pada jarum. Karena yang menyakitkan pasti bisa memberikan kebahagiaan meski datangnya lambat.

Sebuah hal yang tidak terduga juga bisa berpisah secara tak terduga pula. Seperti ucapan Calla pada Fennel. Tidak ada perencanaan untuk sebuah perpisahan ini, keduanya bahkan pernah berjanji untuk saling bahagia bersama. Dengan memberi dan menerima. Tapi, nyatanya keduanya malah sama-sama diberi semesta kenyataan yang tidak terduga, mereka sama-sama harus menerima semua itu meski dengan luka yang akan susah untuk sembuh.

"Gimana, Cal?"

Elder berdiri di ujung pintu, memperhatikan sahabat wanitanya yang tengah berjongkok di depan nakas samping tempat tidur Gumintang. Tangannya mengelus sebuah benda berbentuk kotak yang dibuka pada halaman pertama ada nama dirinya. Membuat air matanya menetes saat lembaran buku kecil itu ia buka lagi.

"Eld, Kak Gumi menyimpan ini."

Itu adalah tabungan Calla yang pernah Gumintang ambil. Kakaknya masih menyimpan itu bahkan dengan jumlah yang sudah bertambah. Mata Calla beralih memeriksa lagi isi dalam nakas yang dikatakan Gumintang saat dia datang berkunjung ke rumah tahanan. Sebuah paspor yang telah diperpanjang miliknya juga berada di sana.

Elder bergerak mendekat, dia memeluk tubuh yang terisak itu dengan tangan kekarnya. "Kak Gumi, Calla akan jemput Kakak tiga tahun lagi. Calla pasti bisa 'kan?"

Monolog Calla dijawab anggukan oleh Elder. Ya, Calla akan pergi ke Spanyol hari ini. Bukan mendadak, Elder sudah memberitahunya saat malam tahun baru jika dia diterima di tempat yang selalu ia impikan. Sebuah tempat untuk mewujudkan mimpinya sebagai penari yang hebat. Setidaknya kabar itu sedikit menyamarkan sakit dalam hatinya karena perpisahannya dengan Fennel.

"Udah ayo berangkat," Elder berdiri dengan membawa tubuh gadis itu juga berdiri.

Calla sekali lagi hanya menatap setiap sudut rumahnya, menyaksikan kilas balik kenangan yang diciptakan dengan sang ayah juga kakaknya. Senyumnya terukir saat kenangan bahagia terlintas pada otaknya. Meski tak dipungkiri hatinya merasa berat meninggalkan semuanya dalam waktu yang tidak bisa dia tentukan. Tapi, setiap hal yang ingin dicapai memang perlu sebuah pengorbanan kan?

Bandar Udara Internasional Ngurah Rai

Di sini lah keduanya saat ini. Elder dan Calla yang duduk menunggu panggilan keberangkatan pesawat menuju Spanyol, sekitar empat puluh menit lagi. Lebih tepatnya pukul 09:45, Calla duduk di samping Elder merebahkan kepalanya pada dada samping Elder sambil memperhatikan lalu lalang orang-orang yang melintasi luasnya bandara. Sedangkan si lelaki itu hanya merangkul Calla dengan ponsel yang senantiasa berada di tangannya. Sudah sejak terbangun, Elder tak pernah melepas perhatiannya pada smartphone itu, entah dia tengah menunggu kabar dari siapa.

"Mau makan dulu nggak, Cal?" tanya Elder menoleh ke arah Calla, membuat gadis itu menarik tubuhnya menjadi duduk tegak.

"Kenyang. Kamu laper?"

FiORETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang