Bab 3

855 86 9
                                        

Dulu ... kulangitkan doa memohon dipertemukan barang sekejap saja dalam mimpi hingga kuputus asa dan melupakannya. Tapi hari ini, sosok itu bahkan mendekap tubuhku senyaman mentari. ---- Risa.

Risa dan Nana berjalan sambil berpegangan tangan mengikuti Athan---adik Zahir, yang membawa mereka menyusuri komplek menuju rumah Zahir

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Risa dan Nana berjalan sambil berpegangan tangan mengikuti Athan---adik Zahir, yang membawa mereka menyusuri komplek menuju rumah Zahir. Ada rasa gugup, takut, cemas dan penasaran bersatu-padu memenuhi perut Risa.

Keringat dingin terangkum di kedua telapak tangan Risa hingga membuat Nana yang menggandeng tangannya menghentikan langkah. "Papa kamu orang baik kok. Tenang," hibur Nana mengerti dengan jalan pikiran Risa.

"Ibu yakin aku tinggal di sini? Terus Ibu tinggal di mana? Aku nggak mau pisah sama Ibu. Kita balik aja yu Bu," ajak Risa setengah ragu.

"Ibu tinggal sama adik Ibu, Ris. Kamu juga masih bisa jenguk Ibu di kediaman tadi."

"Tapi aku nggak mau pisah sama Ibu," tajuk Risa sambil memperlihatkan wajah kasihannya.

"Ibu juga nggak mau, tapi Ibu ada sedikit pekerjaan di dekat rumah adik Ibu Ris. Kalau kamu ikut, kamu mau nggak sekolah? Risa ke rumah Papa karena ingin ...," gantung Nana mempersilakan Risa menyambunginya.

"Berpendidikan supaya nggak dianggap anak haram," cicit Risa sambil menunduk. Ada perasaan sesak mengiringi penuturan kalimat itu. Gelar 'anak haram' tersemat kepadanya saat waktu kecil bermain bersama dengan anak-anak tetangga. Karena tidak pernah mempelihatkan sang ayah, anak-anak itu langsung mengejek Risa dengan sebutan 'anak haram' .

"Wah, masih rumah yang dulu," lontar Nana setelah melihat pagar rumah Zahir tam jauh dari pandangannya.

"Kak Zahir pasti senang kalian datang," tutur Athan yang berada di depan mereka berdua.

"Semoga aja," cicit Nana diiringi senyum kosong. Mereka masih menyusuri perkomplekan sunyi ini.

"Kak Zahir orangnya baik Na, dan kamu tau itu," timpal Athan lagi.

"Iya, aku yakin aja sama dia. Nggak mungkin menelantarkan anaknya ke jalanan," gurau Nana tapi tak mampu membuat hatinya ikut lega barang sedetik saja. Jujur, ia percaya pada Zahir sepenuhnya. Tapi apa niat mengantar anaknya untuk sekolah akan diterima begitu saja oleh Zahir? Apalagi anak ini sudah 17 tahun!

Mereka sampai di depan pagar, satpam yang berjaga langsung membukakan pagar karena melihat adik tuan rumah ini yang datang. "Bapak," sapa Siraju---satpam itu.

Athan balas menganggukkan kepala. "Kak Zahirnya ada?"

"Kebetulan baru aja sampai, Pak. Mari masuk dulu." Siraju mempersilakan mereka semua melewati pagar.

Risa menganga takjub akan halaman besar dan panjang milik rumah ini. Dipikir-pikir, luas halaman itu sebanding dengan rumah 10 x 20 meter! "Apa nggak salah, Bu? Kayak istana aja," lontar Risa masih tak percaya dengan apa yang ia lihat.

A L G A R I S  (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang