[Tentang kepercayaan yang dimainkan]
17+ [Tidak pornografi, tapi mengandung kata-kata yang tidak dianjurkan ditiru]
Tidak revisi!! Typo, KBBI, PEUBI berantakan. Sudah kalah dari lomba dan malas ganti cover berlogo yang ini. Hehe :v
# -1 in Spiritu...
Algaris hanya seorang manusia yang besarnya tidak lebih dari gajah, tingginya tidak lebih dari jerapah dan kuasanya tidak lebih dari Tuhan semesta alam.
A L G A R I S
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Pakai atau gue peluk."
Mendengar hal itu Risa membalikkan badan hingga menghadap sempurna kepada Algaris. Ia menatap dalam hingga rasa benci bergerilya naik dari ujung hatinya. "Aku nggak pernah ada dilingkungan sebebas itu, Kak. Jangan giniin aku, aku nggak bisa."
Algaris tersenyum miring lalu mencondongkan tubuh hingga kedua tangannya mendarat di mejanya dan meja Risa mengepung tubuh Risa. Wajahnya ia majukan hingga seluruh titik jerawat kecil di muka Risa kelihatan jelas. Hal itu tak lepas dari penglihatan Risa yang tidak tahu harus merespon seperti apa. Otaknya mengancam, hatinya menolak tapi tubuhnya kaku. Ngeblank.
"Sini gue ajarin jadi nakal, gratis," ucap Algaris diakhiri sapuan lidah di bibirnya berniat menggoda.
Gemuruh di dada Risa kian bertambah, pelupuk mata yang semula dingin kini sudah panas dan siap mengeluarkan air mata. Kesadaran Risa kembali di permukaan, cepat-cepat ia membalikkan badan menghindari interaksi Algaris. Air jernih itu lolos lagi dari netranya.
"Weak." Algaris terkekeh geli lalu bangkit dari posisi menjahili Risa. Ia duduk di bangku Azra sembari mengamati ke luar, masih hujan dan bertambah deras.
Merasa tidak ada pergerakan, Risa mencoba menoleh mencari keberadaan Algaris. Cowok itu merebahkan kepala berbantal tangannya sendiri. Kedua kelopaknya tertutup damai. Risa meraba bahunya sebentar, seragam Algaris masih melekat di pundak, ini sedikit membantu suasana hatinya agar tenang. Tapi apa cowok itu tidak kedinginan?
Lama tidak terjadi aktivitas apapun. Deru napas Algaris terdengar teratur bersama derasnya hujan yang mulai mereda. Cowok itu jarang-jarang punya waktu mengistirahatkan seluruh tubuhnya. Cowok itu pagi sampai siang sekolah, sore nongkrong kalau pengin, malamnya ngamar sama cewek-cewek seumurannya terus paginya telat masuk sekolah atau tidak sekolah sekalian. Seperti itu saja kesehariannya dihabiskan.
Risa ikut merebahkan kepala dengan wajah menghadap Algaris. Kalau diamati saat tidur, Algaris itu baik. Rambut tercepol, ujung kanan dan kiri terjulur di wajah Algaris menutupi sebagian dahi putihnya. Risa tersenyum. "Kudoakan Kakak menjalani hidup baik dunia akhirat."
Risa menegakkan badan ingat ingin menasehati Algaris. Ya, meskipun tidur, setidaknya suara bisa direkam otak Algaris dan memutar ingatan saat bangun nanti, mungkin sih. Tapi 'kan mana ada nyali buat Risa bicara lebar selain saat seperti ini dan ini kesempatan yang bagus!
"Coba aja Kakak istikamah sama satu agama, belajar sungguh-sungguh di dalamnya, pasti Kakak tau cara bergaul itu gimana. Dari 6 agama yang aku tau, semuanya tidak ada yang menganjurkan nakal, berbuat semaunya, atau gonta-ganti agama dalam waktu dekat."