[Tentang kepercayaan yang dimainkan]
17+ [Tidak pornografi, tapi mengandung kata-kata yang tidak dianjurkan ditiru]
Tidak revisi!! Typo, KBBI, PEUBI berantakan. Sudah kalah dari lomba dan malas ganti cover berlogo yang ini. Hehe :v
# -1 in Spiritu...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Happy reading ...
A L G A R I S (Season 2)
Serumah dengan cowok usil tidak pernah terpikir oleh Risa. Meskipun ia menerima dengan lapang dada Algaris menjadi suaminya, namun tetap saja ada keraguan yang besar terhadap kehidupan Algaris. Apalagi tentang keyakinan cowok itu!
Ceritanya sungguh panjang untuk dikisahkan secara narasi. Singkatnya di hari pernikahan Pio dan Algaris, Zahir malah menyebut nama Risa sebagai mempelai wanita. Dunia Risa saat itu seakan berhenti, tidak bisa merespon apapun dan tidak tahu harus bersikap seperti apa.
Untuk Pio, ternyata sudah lebih dulu disiapkan laki-laki lain sebagai mempelai prianya dan Pio tampak bahagia menyambutnya.
Aneh, sungguh aneh hari itu tapi Risa tidak punya kuasa apapun untuk menolak. Apalagi kini tidak ada Nana lagi, ia sudah kehilangan sandaran.
"Dek," sapa Bi Anah.
Risa bergerak terkejut. "Oh, maaf, Bi," ucapnya seraya melap lengan baju yang basah.
"Kakak emang suka keluyuran. Kalau Adek bisa, nasehati aja sampai kakak benar-benar paham statusnya sekarang," pesan Bi Anah.
Serumah dengan Algaris 3 hari ini membuat Risa sedikit tahu sifat-sifat Algaris. Baik itu tidur suka memeluk bantal dan guling menjadi bantalan kepala atau sesudah mandi pasti menyisir rambut sembari bergumam.
Untuk masalah kamar, di kamar Algaris sendiri ada kamar tambahan di dalam, Risa memilih kamar sempit itu daripada harus tidur di samping Algaris. Algaris pun tak acuh, seakan Risa orang yang numpang di apartemennya.
Memang benar, jika dicap Algaris mainan, tetap saja statusnya tak berubah meski sudah sedekat ini.
"Iya, Bi. Sebisanya." Risa memotong-motong kol, pentol, sosis, wartel untuk dijadikan oseng.
"Biar Bibi yang masak, Adek bangunin kakak suruh mandi sore," suruh Bi Anah lagi. Jujur, Risa bahagia dengan kehadiran Bi Anah yang seperti ibunya sendiri. Baik tutur katanya, sikap keibuan Bi Anah membuat Risa nyaman.
"Yaudah Bi, aku coba bangunin." Risa melepas pisau, mencuci tangan lalu beranjak dari dapur. Langkah ringannya membawa sampai ke daun pintu kamar Algaris. Butuh keberanian lebih untuk mendekati Algaris, tapi inikan sudah hari ke-4, masa mereka terus diam-diaman kayak anak kecil lagi marahan.
Mengembuskan napas berulang untuk meyakinkan diri, tangannya kini memutar kenop pintu. "Kak?" panggil Risa pelan. Ia menyembulkan kepala ke arah dalam untuk melihat aktivitas apa yang dilakukan Algaris.
Risa mengedarkan pandangan hingga menemukan handuk putih tebal tergantung di belakang pintu . Ia lantas mengambilnya lalu menaruh di atas kasur, agar Algaris cepat mandi.
Ternyata cowok baru memeluk islam itu tengah tidur. Risa menyeret tubuhnya agar lebih dekat, ia berjongkok tepat di samping dada Algaris. "Kak bangun, mandi, solat asar."