[Tentang kepercayaan yang dimainkan]
17+ [Tidak pornografi, tapi mengandung kata-kata yang tidak dianjurkan ditiru]
Tidak revisi!! Typo, KBBI, PEUBI berantakan. Sudah kalah dari lomba dan malas ganti cover berlogo yang ini. Hehe :v
# -1 in Spiritu...
udah ada IGnya tuh anak. Ntar yang follow bakal difolback @waluh367 okeeeeh.
.
.
.
Ke manapun kau berpijak, bawalah akhlak baik. Tidak perlu cantik atau tampan, jika punya akhlak baik semuanya akan menawan. ——— Maryam367
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"RISA!" panggil Pio berteriak sambil menaik turunkan tangan di gagang pintu kamar Risa.
"RISA!"
Gedoran kencang di pintu kamar Risa membuat sang empu menjerit terkejut lantas berlari ke arahnya. "Sebentar ya Kak Pio!"
Sebelum Risa membuka kunci pintu, Risa menghela napas beberapa kali, ia takut Pio marah yang entah apa alasannya. Kalau dipikir-pikir, Pio terus saja bersifat masam kepadanya membuat Risa sedih. "Nggak papa Ris, Kak Pio kakak kamu," cicitnya.
"RISA WOY CEPET!"
Risa gelabakan sendiri lalu mencari kerudung instan sebelum membukakan pintu. Risa mengusap wajah bantal dan meneguk segelas air. Setelah dirasa sudah cukup penampilannya, Risa menggeser pintu selebar mungkin mempersilakan Pio. "Ada apa, Kak?"
Perkataan Risa dijawab dengan lemparan rompi sekolah milik Algaris. Risa memungut rompi yang terjatuh dengan perasaan campur aduk.
"Baru hari pertama udah bikin onar! Nama baik gue tercemar, you know?!" serapah Pio.
"Lo bisa nggak bertingkah nggak si? Udah miskin, bertingkah sok, ngedeketin Algaris, who are you?!"
Pio meluruskan telunjuknya ke hadapan Risa. "Awas aja lo besok nyari gara-gara lagi sama Algaris. Gue jamin lo don't calm!" ancam Pio lalu mendorong bahu Risa keras.
Pio mendengus. "I warn. Yang stupid nggak usah cari perhatian. Dasar anak bitch." Pio berbalik dan beranjak ke kamarnya.
Risa meremas rompi Algaris pelan. Air matanya tiba-tiba menggunung, ia ingin segera mendekap Nana. Ia ingin pulang ke pangkuan Nana saja. Biarpun miskin, Risa cukup punya Nana yang tidak bersikap buruk padanya.
Risa menutup pintu lalu berjalan ke arah balkon. "Ibu, bahkan baru 1 hari nggak ketemu ibu rasanya semua hancur," gumam Risa. Ia menyibak gorden besar lalu menyibak satu kali lagi tirai tipis. Tangannya tergerak membuka jendela hingga semiliar angin menerpa tubuhnya.
Tatapan Risa terpencar ke manapun yang bisa menjangkau, awan-awan bergumul bersih masih setia di cakrawala sana. Lalu tatapan itu turun kala jarinya tak sengaja menekan rompi Algaris. "Kenapa punya teman sekelas kayak Kak Algaris?" monolognya.