Bab 2

1.1K 98 8
                                        

Pukul 11 siang, Risa dan Nana mendarat di Surabaya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Pukul 11 siang, Risa dan Nana mendarat di Surabaya. Rencananya Nana ingin menyapa teman dekatnya dahulu sebelum berangkat ke Jakarta.

Mereka berdua kembali menyusuri jalan menggunakan jasa angkutan umum. Risa yang baru pertama kali melihat kota lain langsung dibuat kagum akan pemandangan jalan Kota Surabaya yang hijau dan cantik.

Beruntung, hari ini angkutan hijau tanpa AC ini cukup senggang penumpang membuat Risa leluasa dalam bergerak melihat-lihat suasana sekitar.

Kepala Risa sengaja ia tolehkan ke luar jendela angkot untuk menikmati kota berjuluk pahlawan ini. Bisingnya kendaraan bermotor tak membuat senyum Risa pudar. Maklum, sedari Risa kecil tak pernah menginjakkan kaki di kota-kota lain selain Kota Martapura———tempat lahirnya.

"Ibu, cantik ya Surabaya," ucap Risa.

Nana mengulas senyum. "Kita cuma sebentar di sini, Nak."

"Nggak papa sebentar, Bu."

"Ning, entar masuk angin baru tau rasa," tegur salah satu dari penumpang yang membawa sekeranjang jualannya.

Risa menoleh lalu melempar senyum sebelum ramah-tamah dengan penduduk asli Surabaya satu ini. "Ibu jualan apa?"

"Kerupuk, Ning." Ibu itu memperlihatkan seluruh isi dagangannya, ia juga meraih dua bungkus lalu menyodorkan kepada Risa.

"Ah, makasih, Bu." Risa mengambilnya.

"Alhamdulillah."

"Kenapa, Bu?" tanya Risa bingung. Seharusnya ucapannya dibalas 'iya' atau apa kek.

"Iya, alhamdulillah. Alhamdulillah bisa sedekah walaupun sedikit."

Risa menunduk malu karena statusnya di sini sebagai penerima. "Owh, alhamdulillah."

"Sedekah tidak memandang kecil dan besarnya, niatlah yang paling utama," timpal Nana yang sedari tadi menyimak pembicaraan anaknya dan pedagang ini.

"Sedekah tidak mengurangi harta, Ning. Malahan amalan ini dilipat gandakan hingga tak terhitung," timpal supir angkot ikut nimbrung.

"Wah, Bapak. Bisa tuh gratis ke simpang 3 A Yani sana," gurau Nana.

"Iya, si Bapak ayo digratisin ongkosnya," tambah ibu penjual kerupuk itu.

"Maaf-maaf nih, Ning. Nafkah keluarga lebih utama dari orang lain," balas supir angkot itu tak mau kalah.

"Ahah si Bapaaak!"

Keempatnya pun tertawa bersama. Percakapan mereka bergulir ringan seperti air hingga sampai tempat tujuan Risa. Mereka berdua berpisah dan langsung mencari tempat tinggal teman Nana untuk memberikan informasi tentang Zahir sebelum mereka tiba di Jakarta besok.

   A L G A R I S

   A L G A R I S

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
A L G A R I S  (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang