Jakarta, 2021.
Teriknya matahari, dengan langit yang cukup bersih tanpa adanya gumpalan putih menghiasi tak juga membuat seorang gadis membatalkan niatnya untuk meminum sebuah kopi pada sebuah kedai kecil yang sudah sering ia datangi.
Kedai Pojok namanya. Kedai yang tembok nya terbuat dari kayu dengan ber-cat biru laut. Menu nya hanya kopi, susu dan teh. Ditambah beberapa gorengan yang selalu jadi pelengkap.
Posisinya tak jauh dari sebuah sekolah menengah atas dimana gadis itu menimba ilmu.
SMA Adwiyatama Taruma Jaya. Sekolah menengah atas swasta yang cukup dikenali dikota tersebut. Bukan karena banyak nya prestasi, namun karena banyak nya kasus yang dibuat beberapa anak disekolah tersebut. Terutama perkara perkelahian atau tawuran bahasa masyarakat nya.
"Mang kopi satu kayak biasa." Seperti sudah paham apa yang dimaksud, Mang Ijot sang penjual hanya mengacungkan jempol sebagai tanda paham.
Elana Isvara Mesha atau yang sering teman-teman memanggil nya dengan sebutan Elana atau Ana itu adalah gadis manis dengan rambut hitam terurai di hiasi mata coklat turunan sang Ibu.
Elana sangat menyukai minuman ber aroma menenangkan itu. Pagi, siang, sore atau malam baginya sangat cocok untuk menikmati kopi. Baik dingin atau panas. Kalau kata orang-orang Elana sudah bisa dikatakan pecandu kopi.
Entah pencernaan nya yang kebal atau belum ke tahap sensitif, tapi Elana tak pernah ada masalah pencernaan selama mengkonsumsi minuman bernama kopi itu. Walau jumlah yang dikonsumsi pun tidak bisa dibilang sedikit. Elana bisa menghabiskan 3 cangkir kopi dalam sehari.
Gadis itu mendudukan dirinya pada bangku kayu usang yang ada di Kedai Pojok itu. Sambil menunggu, jari-jari nya mengetuk meja dengan irama yang pelan. Memperhatikan beberapa hal yang ada disana.
"Silahkan," ujar Mang Ijot sambil meletakan sebuah cangkir berisi kopi didekat Elana.
Gadis itu lalu mengambilnya, namun ada tangan juga yang ikut mengambil, waktunya bersamaan dengan Elana.
"Maaf itu punya saya." Ucapan orang itu membuat Elana bingung.
Ia cukup heran, dari mana orang itu berasal? Pasalnya saat datang, Elana tak melihat orang lain lagi selain Mang Ijot dan dua orang yang berada di ujung bangku dimana ia duduki juga.
"Saya datang duluan."
Orang itu menaikan sebelah alisnya kala mendengar ucapan Elana.
"Saya lebih dulu."
Elana yang merasa dirinya benar pun tidak mengalah.
"Mang , ini punya siapa?"
"Aa ini. Lagipun itu teh kopi hitam. Neng Ana pan biasanya pesen kopi susu," ujar Mang Ijot dengan sambil menunjuk orang itu kala menyebutkan panggilan khas kepada laki-laki dengan menggunakan jempolnya, tanda sopan.
Elana melirik cangkir yang tadi ia perebutkan. Didalamnya terdapat cairan berwarna hitam dengan asap yang mengepul tanpa suhu didalamnya cukup tinggi.
"Ah oke, maaf."
Cowok itu tidak merespon apapun lagi. Ditariknya cangkir kopi pesanan dia kemudian di teguk perlahan kopi hitam pekat itu.
Elana kemudian kembali dengan kegiatan nya yang tengah menatap sekitar. Sampai suara Mang Ijot menginterupsi nya dengan pesanan yang sudah jadi.
"Nah ini kopi susu spesial untuk Neng Ana," ujar Mang Ijot dengan ceria.
Mang Ijot memang selalu seperti itu. Orangnya sangat ramah, baik dan ceria. Dia itu perantau. Datang dari kota Bandung ke Jakarta untuk bekerja.
Kalau dari ceritanya, Mang Ijot sempat bekerja di sebuah perusahaan motor selama 10 tahun namun keluar karena alasan yang tidak dia jelaskan. Selepas keluar dia membangun Kedai Pojok karena kesukaannya dengan kopi.
Dan Elana tau Kedai Pojok ini pun dari seseorang yang sama gila nya dengan dia perihal kopi. Untuk orang itu siapa, kalian akan tahu nanti.
"Terima kasih Mang."
Elana mulai menghirup aroma khas kopi yang selalu berhasil membuat dia bahagia.
Kepulan asap yang terhias diatas cangkir menambah kebahagiaan gadis itu.
"Secangkir penuh kebahagiaan." Elana berucap dengan pelan. Namun entah mengapa didengar oleh seseorang disampingnya.
Orang itu memperhatikan Elana dalam diam. Gadis yang tadi sempat mengakui kopi hitam pesanannya. Gadis yang aneh pikir dia.
Saat sedang sibuk dengan kegiatan masing-masing. Elana tiba-tiba menegangkan badannya. Ada sesuatu yang mengusik dia. Membuat cowok disebelahnya ikut menajamkan penglihatan yang sama dengan yang Elana lakukan.
"Asap rokok."
Cowok itu melihat dua orang diujung bangku sedang menghisap lintingan tembakau dan menghasilkan aroma menyengat yang untuk sebagian orang sangat mengganggu.
"Ck, ganggu." Decak an Elana membuat nya berfikir bahwa gadis itu tidak menyukai benda beracun yang untuk sebagian orang disebut benda yang sangat nikmat.
"Ini tempat umum, wajar." Ia berucap. Membuat gadis itu menatapnya tajam. Seperti seseorang yang habis melakukan suatu kesalahan besar.
Elana tidak setuju dengan ucapan cowok disebelahnya itu barusan. Ia tahu ini tempat umum, tapi apakah tidak bisa menciptakan suasana nyaman bersama?
Ia tidak pernah suka perokok dan asap rokok. Dua hal itu adalah hal yang ia benci di dunia ini.
"Kamu tau? Ketika seorang yang tidak merokok berada didekat perokok itu juga sama berbahaya nya. Dan itu cukup merugikan."
"Saya tau. Tapi, apa kamu bisa melarang orang itu? Melarang orang perokok untuk berhenti merokok tanpa adanya niatan dari dalam dirinya sama seperti kamu tarik gunung sendirian, sulit." Elana semakin dibuat kesal dengan jawaban cowok itu.
"Perumpamaan yang gak ada hubungannya."
"Terserah, cuma contoh."
Tanpa mereka duga, dua orang di ujung bangku yang tadi mereka bicarakan karena merokok pun bangkit lalu pergi. Entah karena mendengar ucapan mereka atau karena makanan serta minuman yang mereka pesan sudah habis. Tapi, Elana sangat bersyukur untuk itu.
"Ah jadi bau rokok, ck!"
Elana mencium tubuhnya yang sudah terkontaminasi dengan bau khas rokok. Bau itu seakan menempel kuat di pakaian yang ia kenakan.
"Nih parfum, gak usah dibawa ribet hidup itu." Cowok disebelahnya meletakan sebuah parfum diatas meja tepat didekat tangan Elana, membuat gadis itu hanya diam menatap benda berbahan kaca dengan bingung.
"Mang makasih, kembaliannya ambil aja." Cowok itu memberikan selembar uang kepada Mang Ijot lalu pergi tanpa mengatakan apapun lagi.
Beberapa detik setelah kepergian cowok itu, Elana tersadar dengan semuanya.
"Hah? Parfum? Dia kasih parfum? Ck gua juga punya. Orang tadi ngedumel aja. Dasar cowok sok keren, pake ngatain gua ribet lagi. Awas aja kalo ketemu lagi."
Elana mengomel sambil merapihkan barang bawaannya serta membawa parfum pemberian cowok yang menaikan emosinya.
Hari minggu cerahnya benar-benar kacau tidak seperti biasanya. Kehadiran hal-hal yang ia tidak sukai. Pertama, rokok dan kedua orang sok tau.
Ia berharap hari senin nya besok akan di isi dengan berbagai hal bahagia.
To be continue...
Vote dan komen adalah bentuk support kalian ke aku, terima kasih yang udah mau vote dan komen.
Hallo semuanya!!!
Apa kabar? Semoga sehat ya, kali ini aku bawa cerita baru!!Maaf ya terlambat dari jadwal yang aku tentukan!!
Terima kasih yang udah baca,
Buat saran dan masukan bisa DM aku ya🤗
KAMU SEDANG MEMBACA
UNDECIDED [COMPLETE]
Teen FictionSeperi layaknya langit yang memiliki Matahari dan Bulan, namun ketiganya tak akan pernah bisa bersamaan. Ini kisah Elana yang dihadapkan oleh dua hati yang tulus mencintai nya. Dua-duanya memiliki ruang tersendiri, dan dua-duanya terdapat perbedaan...