Hari ini adalah hari dimana kegiatan diklat berakhir. Semua sudah siap dengan barang bawaannya. Satu per satu mulai memasuki bus yang akan membawa mereka kembali ke sekolah seperti saat berangkat.
Elana tidak bisa menemukan Nara. Yang ada dipikirannya adalah Nara sudah berada di bus lebih dulu.
Namun sesampainya Elana didalam bus, ia melihat Nara yang sudah duduk bersama sang kekasih.
"Ana! Sorry gua sama cowok gua," ujarnya meminta maaf.
Elana hanya bisa mengangguk, ia tidak bisa melarang hal itu.
"Eh Elana? Kok gak duduk? Ayo cepat duduk, kita mau segera jalan."
Ucapan pembina membuat Elana tersenyum dan mengiyakan. Mata gadis itu melihat ke seluruh sudut bus, mencari bangku yang masih kosong dan akan dia duduki.
Entah semesta sampai kapan bercanda dengannya, tapi hanya ada satu bangku kosong dibelakang. Bukan itu bagian sialnya, tapi orang disebelah bangku kosong tersebut adalah orang yang akhir-akhir ini membuatnya bingung dengan sikap baiknya.
Ya siapa lagi kalo bukan Seanno. Cowok itu seperti tak memperdulikan dirinya. Padahal Elana tau Seanno menyadari bahwa dia tengah mencari tempat duduk.
Dengan gontai Elana berjalan menuju bangku disebelah Seanno.
"Minggir," ujar Elana.
Seanno tak menjawab. Dia hanya memberikan jalan untuk Elana masuk dan duduk.
Selepas Elana duduk, keduanya memilih berdiam. Namun sialnya Elana baru mengingat bahwa dia belum mengembalikan jaket milik cowok itu yang dia pinjamkan dihari mereka berangkat. Belum lagi Elana juga tidak sempat mengatakan terima kasih atas beberapa hal baik yang cowok itu lakukan.
Elana benar-benar tidak ingin membuka obrolan, tapi ia harus melakukan itu.
"Seanno," panggil Elana.
Yang dipanggil tetap diam tak bergeming.
"No! Seanno!" Panggil Elana lagi. Namun Seanno tetap diam dan malah sibuk membaca sebuah buku ditangannya, entah buku apa tapi yang Elana liat berbahasa asing.
"Budek apa sengaja sih? SEANNO!" Teriak Elana tepat di telinga Seanno.
Akibat suara kencang yang dihasilkan Elana, beberapa temannya pun menoleh ke arahnya. Seanno yang mendengar dan menyadari mereka menjadi pusat perhatian pun segera menoleh ke arah Elana.
"Kamu itu ngapain teriak-teriak?" Tanya Seanno bingung.
"Lagian lo budek ya? Gua panggil lo dari tadi," balas Elana.
"Saya pake earphone. Kamu gak liat?"
Elana kemudian melihat earphone yang dilepaskan dari telinga oleh Seanno.
"Lagian ngapain pake earphone sih?"
"Memang ada larangan?"
Elana hanya diam mendengarkan pertanyaan Seanno. Ia hanya menatapnya malas.
"Ada apa panggil saya?" Tanya Seanno.
"Makasih udah baik. Jaketnya gua cuci dulu."
Seanno yang melihat Elana berucap tanpa ekspresi serta mimik wajah ramah hanya menaikan sebelah alisnya.
"Kamu bilang makasihnya ikhlas?"
"Ya ikhlas!" Balas Elana dengan sewot.
"Muka kamu kayak orang ngajak berantem." Seanno berucap dengan santainya kemudian melanjutkan membaca buku yang sempat tertunda akibat gadis disebelahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNDECIDED [COMPLETE]
Dla nastolatkówSeperi layaknya langit yang memiliki Matahari dan Bulan, namun ketiganya tak akan pernah bisa bersamaan. Ini kisah Elana yang dihadapkan oleh dua hati yang tulus mencintai nya. Dua-duanya memiliki ruang tersendiri, dan dua-duanya terdapat perbedaan...