Seanno berjalan menuruni tangga rumahnya. Hari ini ia akan kembali ke rutinitas yang selalu ia lakukan yaitu sekolah. Kemarin, ia tidak hadir karena harus ikut sang Papa menghadiri rapat rutin dengan beberapa investor yang sudah lama bekerja sama dengan perusahaan keluarga.
Sebetulnya ia diajak sekalian untuk diperkenalkan kepada mereka bahwa dialah yang akan meneruskan perusahaan itu. Dan sekaligus mempromosikan dia kepada anak-anak dari investor yang siapa tau bisa dijodohkan dengan dia.
Seanno tidak pernah suka dengan tradisi itu, tapi dia lagi-lagi juga tidak bisa menolaknya.
"Selamat Pagi," ujar Seanno kepada orang tuanya.
"Pagi. Hari ini belajar dengan benar." Papa nya berucap lalu bangkit.
" Papa duluan." Seanno hanya mengangguk dan menatap kepergian sang Papa.
Sementara itu Mama nya menyusul. Wanita yang melahirkan nya itu bangkit dari duduknya.
"Mama juga duluan ya sayang," ujarnya lalu pergi meninggalkan Seanno.
Seperti inilah dia setiap hari nya. Makan pun sering kali sendirian. Orang tuanya benar-benar sangat mengejar-ngejar urusan duniawi sampai Seanno selalu diabaikan.
Minat makannya pun mendadak hilang, Seanno lalu bangkit dan memutuskan untuk langsung pergi menuju sekolah.
Perjalanan yang ia tempuh hanya 20 menit. Sesampainya disekolah sudah nampak sangat ramai, maklum saja karena jam masuk akan tiba 10 menit lagi.
Cowok itu berjalan dengan santai. Sampai akhirnya ada seseorang yang datang menghampiri dia.
"Seanno!" Seanno reflek menoleh dan berhenti. Melihat seseorang yang berlari menghampiri nya.
"Lo udah masuk?" Pertanyaan bodoh menurut Seanno.
"Seperti yang dilihat."
"Kemarin kemana?" Tanya orang itu.
"Kenapa ingin tahu?" Jawab Seanno dengan tatapan datar.
"Lo gak kenapa-kenapa kan?"
"Saya baik," balas Seanno. Elana menghela nafasnya mendengar jawaban Seanno yang terlampau sangat datar seperti orang yang tidak memiliki semangat hidup.
"Saya duluan." Seanno kembali berucap dan ingin pergi meninggalkan nya. Namun, Elana menahan cowok itu. Menggenggam lengan tangan Seanno. Membuat Seanno menatap Elana dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Eh maaf." Elana reflek melepaskan genggaman nya. Setelah itu ia mengeluarkan sebuah salep dari dalam tas.
"Ini salep untuk pereda memar," ujar Elana sambil memberikan salep tersebut kepada Seanno.
Yang diberikan pun hanya menatap Elana serta salep tersebut secara bergantian.
"Kalau gak mau yaudah gak apa-apa," balas Elana lagi dan ingin memasukan kembali salep yang ia berikan.
Namun dengan cepat Seanno menerimanya.
"Terima kasih." Elana hanya mengangguk mendengar ucapan Seanno.
"Maafin Alsaki, ya. Dia memang emosian."
Seanno mengangguk menanggapi ucapan maaf Elana.
"Saya sudah maafkan cowok kamu."
"Dia bukan cowok gue!"
"Saya hanya mengatakan berdasarkan apa yang saya lihat."
"Lo salah menyimpulkan!" Ujar Elana dengan tegas dan nada bicara yang sedikit tinggi.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNDECIDED [COMPLETE]
Teen FictionSeperi layaknya langit yang memiliki Matahari dan Bulan, namun ketiganya tak akan pernah bisa bersamaan. Ini kisah Elana yang dihadapkan oleh dua hati yang tulus mencintai nya. Dua-duanya memiliki ruang tersendiri, dan dua-duanya terdapat perbedaan...