5. Orang Lain Lebih Peduli

75 17 4
                                    

'Teruslah bertindak sesukamu dan biarkan aku pergi tanpa mengenal kata pamit.'

~Shaula's Story

***

Arsen tetap pada pendiriannya membiarkan Shaula sendiri dulu, sementara Shaula beranggapan bahwa semuanya sudah berakhir, Arsen sama sekali tak menghubunginya, menghilang bak ditelan bumi. Artinya adalah hubungan mereka memang sudah tak bisa dipertahankan. Selain dipusingkan dengan urusannya dan Arsen, Shaula juga harus pusing dengan Bara yang selalu mengganggunya, tapi di sisi lain keberadaan laki-laki itu seperti obat, dia benar-benar membuat Shaula tak terlalu sedih dengan kepergian Arsen. Mungkin memang kisah soal Arsen sudah harus tutup buku, Shaula harus memulai kisah baru, entah itu dengan Bara atau yang lainnya.

Bahkan pagi ini, ini sudah hari ketiga Arsen tak datang menjemputnya untuk berangkat sekolah bersama. Biasanya Shaula akan selalu luluh dengan perlakuan sederhana cowok itu, namun kali ini tidak. Bahkan perlakuan sederhana itu sudah tidak ada.

Dari banyak hal sepertinya Shaula harus belajar mandiri, tak menggantungkan apa pun pada orang lain, dia bisa mengatasi semuanya sendiri. Dari hal-hal sederhana, dia harus bisa melalui hari dengan hal-hal sederhana seperti ini.

Sampai di sekolah, saat dia memutuskan untuk tak memikirkan lagi soal cowok itu mereka malah bertemu. Saling diam, dalam jarak satu meter di depannya Arsen menatap Shaula.

Shaula membuang pandang dan mengambil jalur kiri, sepagi ini dia lelah dengan pertengkaran. Kalau memang mau selesai ya sudah selesai saja, Shaula tak perlu sebuah kepastian untuk sesuatu yang sebenarnya tidak pasti.

“Aku mau ngomong.”

Gadis itu memejamkan matanya, apa lagi? Karena setiap omongan yang keluar dari Arsen akan selalu menghujam tepat di hatinya.

“Kalau mau selesai ya udah.”

“Bukan, aku nggak pernah mau udahan sama kamu, kita nggak ada masalah, jadi kita perbaiki semuanya,” ungkap Arsen, dia tak pernah menginginkan pertengkaran ini bahkan, dia mau semuanya baik-baik saja, mereka harus seperti sebelumnya, saling memahami.


“Aku capek.” Shaula berbalik, dia harus menunjukkan wajah lelah itu di hadapan Arsen, agar cowok itu paham bahwa memang sudah tidak ada lagi yang bisa dipertahankan. Semuanya akan terasa percuma, yang ada mereka hanya akan saling menyakiti.

“Maafin aku.”

“Aku maafin kamu tapi nggak bisa lagi sama kamu.”

“Nggak La, aku masih mau sama kamu.” Kini Arsen mendekat memegang kedua bahu Shaula meyakinkan gadis itu.

“Aku bakal berubah.” Maka karena tak ditemui Shaula menerimanya, Arsen memilih mengeluarkan jurus paling akhir. Arsen ini bukan tipe-tipe badboy apalagi fakboy, dia adalah spesies terbaru kupu-kupu, dia adalah softboy dan itu sangat berbahaya karena membuat seseorang sulit menolaknya.

“Maafin aku.” Arsen menarik tubuh di depannya membawanya ke dalam pelukan, persetan dengan posisi mereka yang ada di sekolah. Arsen hanya tak mau pisah itu saja.

“Aku bosen denger maaf kamu, aku capek Sen.” Ya meski sebenarnya menolak luluh tetap saja Shaula membalas pelukan itu.

Kini Arsen mengelus belakang kepala Shaula, lihatkan? Mengelus belakang kepalanya, yang dielus kepala yang berantakan perasaan, Arsen benar-benar sangat mengerti Shaula. “Maafin aku, aku cuma nggak suka circle kamu,” ungkap Arsen.

Shaula mengangkat wajahnya menatap Arsen. “Ya kalau kamu nggak mau aku sama mereka, kamu harus selalu ada.”

Arsen balas menatap Shaula, dia mengangguk. “Aku akan selalu ada.” Dan ya apalagi, Shaula kembali termakan omongan dari laki-laki yang selalu dia anggap baik.

“Aku ke kelas ya,” pamit Arsen.

Shaula mengangguk. Keduanya berpisah, Arsen berjalan menuju kelasnya Shaula juga, agak merasa bodoh, tapi ini sudah menjadi kebiasaan dan yang barusan adalah kebodohan kesekian Shaula.

Helaan napas berat keluar dari mulutnya, oke ini yang terakhir, jika Arsen berulah lagi maka berakhirlah.

***

Dan benar bahwa Arsen selalu ada, selalu menemaninya di sekolah, laki-laki itu bahkan memutuskan izin dari kelas saat Shaula harus ke perpustaan untuk mengambil buku matematika atas perintah bu Maria.

“Emangnya di kelas kamu siapa?” tanya Shuala saat mereka ada di lorong perpustakaan.

“Lagi pelajaran bahasa Inggris, kebetulan juga aku males banget,” jelas Arsen yang dengan setia berjalan di sebelah Shaula.

“Nah itu bukunya.” Shaula menunjuk ke sebuah barisan buku di rak sebelah Arsen, Arsen langsung sigap mengambilkannya untuk Shaula.

“Ada lagi?” tanya Arsen.
Shaula menggeleng, setelahnya mereka kembali ke kelas.

Siang ini pun di jam istirahat kedua Arsen sudah menunggunya di depan kelas. “Laper kan?” tanyanya.

Dengan senyum merekah Shaula mengangguk, kalau setiap hari Arsen begini mungkin hidupnya akan sangat bahagia. “Iya nih!” Dia langsung berdiri ke samping Arsen melingkarkan tangannya di lengan cowok itu. Arsen juga tersenyum dan langsung menggiring Shaula menuju kantin.

“Setiap hari ya kamu kayak gini,” pinta Shaula saat mereka sampai di kantin dan menunggu makanan setelahnya.

Arsen mengangguk. “Setiap hari nanti aku ke kelas kamu buat jemput terus kita ke kantin bareng.”

Dentingan dari ponselnya mengalihkan perhatian Shaula.

Bara
‘Lo suka ngemall nggak?’

Shaula mengabaikan itu, tentu Arsen memiliki kedudukan yang lebih tinggi di hatinya di banding Bara.

“Aku tunggu.” Tentu siapa yang berbunga-bunga? Ah Shaula memang mudah sekali luluh.

Bara :
‘Ketemu di mall aja yuk.’
‘Gue traktir makan.’

Shaula tetap mengabaikan pesan-pesan itu.

“Nanti juga pulang bareng ya, aku tuh panik banget kalau kamu di jalanan tapi nggak sama aku.”

Lantas mengapa tiga hari ini tak menjemput Shaula untuk berangkat sekolah bersama, ke mana saja?

“Iya.” Dan namanya juga Shaula, tidak mungkin juga tidak nurut, suasana hatinya sedang sangat baik sekarang ini.

Seperti biasa, Bara menelepon, Shaula panik setengah mati, bisa-bisanya.

“Siapa sih?” tanya Arsen, dari kerutan alisnya kentara kalau laki-laki itu sedang curiga.

“Ini ada orang iseng dari kemarin-kemarin ngechat mulu,” jawab Shaula jujur, dia selalu jujur walaupun Arsen kebanyakan tak peduli.

“Mana lihat?”

“Udahlah nggak penting!”

Lihatkan? Tidak ada paksaan karena memang dia tak peduli dengan Shaula dan hal-hal yang ada di dalam hidup Shaula.

***

Bel tanda pulang sekolah berbunyi, semua siswa berhamburan keluar dari dalam kelas, termasuk Shaula, gadis itu langsung berjalan menuju ke kelas Arsen saat tak mendapati kekasihnya di depan kelasnya. Kalau bukan Arsen yang menghampiri maka berarti Shaula yang harus bergerak. Dia berjalan santai sambil menikmati angin menuju ke kelas Arsen, dia paling bisa menikmati hal-hal sederhana, makanya Arsen yang sebenarnya tak punya apa-apa tampak menarik di matanya.

Saat sampai di kelas Arsen, kelas sudah lumayan kosong, dia mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru dan tak ada Arsen.

“Cari Arsen ya?” tanya seorang cewek yang ada di kelas itu.

“Iya, udah keluar ya?” tanya Shaula pada teman sekelas Arsen tersebut.

Cewek itu memandang ke temannya dulu, seolah sedang berdiskusi melalui tatapan. “Udah keluar sih dari selesai jam istirahat kedua tadi, dia nggak masuk habis istirahat.”

Shaula terdiam seketika, ke mana? Mereka bersama sebelumnya.

“Gitu ya, makasih ya.” Sembari beralih dari kelas cowok itu Shaula meneleponnya.

“Kamu di mana? Aku dari kelas kamu tapi kamu nggak ada,” ujar Shaula to the point, jangan sampai hubungan yang baru saja baik-baik saja sudah rusak lagi.

“Ah aku lupa ngabarin, aku lagi di luar sorry ya, tunggu aja di sana, aku jemput.”

Beruntung cowok itu masih ingin menjemputnya jadi dia tak terlalu kecewa.

“Jangan lama.”

“Iya cantik.”

Kan, makin ambyar.

“Ya udah hati-hati.”

“Iya sabar ya.”

Lalu sambungan itu terputus, Shaula mendudukkan diri di bangku panjang yang ada di koridor, dia sebenarnya juga tak suka menunggu, tapi mungkin Arsen adalah pengecualian.

Shaula memainkan ponselnya hingga tak sadar sudah setengah jam berada di sana.

Bara :
‘Lo di mana?’

Shaula :
‘Masih di sekolah.’

Padahal yang ia harapkan adalah pesan dari Arsen.

Bara :
‘Ketemu yuk.’

Shaula :
‘Nggak!’

Merasa sedikit takut Shaula menghubungi nomor Arsen lagi, kali ini tidak menerima jawaban, sepertinya ponsel cowok itu mati.

Shaula :
‘Kamu di mana sih?!’
‘Aku udah setengah jam loh di sini.’
‘Kalau emang nggak bisa jemput aku naik ojek aja.’
‘Jawab Sen!’

Bukan balasan dari Arsen, lagi-lagi dia malah melihat nama Bara terpampang di layar ponselnya.

“Hallo.” Karena itu panggilan Shaula mengangkatnya.

“Lagi nunggu apa di sekolah?” Lembut sekali suaranya membuat Shaula lupa kalau dia sedang berbicara dengan badboy kelas kakap.

“Nunggu pacar gue.”

“Ngapain dia? Nggak tau! Gue juga lagi kesel banget, bilangnya mau pulang bareng, taunya malah ditinggalin.”

“Kenapa nggak putus?”

“Ya masih sayang lah!”

“Bodoh.”

“Memang!”

“Gue jemput ya.” Bara menawarkan diri.

“Nggak usah!”

Arsen menyebalkan, tapi Bara sepertinya berbahaya.

“Terus?”

“Ya gue pulang sendiri, salah gue sih ngarepin cowok kek Arsen, bego banget.”

“Gue kirim pasukan ya?” tawari Bara.

“Buat?”

“Ngehajar cowok lo!”



***

Sehat selalu semuanyaaaaaa!

Jangan lupa vote & comment yawww

Biar aku semangat teruuuusss

Shaula's StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang