27. Terjebak Hujan

27 9 5
                                    

Seperti biasa suasana di SMA Pengubah Bangsa senyap, semua murid berada di dalam kelas sibuk dengan pelajaran masing-masing. Sebuah pesan masuk ke ponsel Shaula, dari Zian ternyata, cowok itu mengabarkan kalau dirinya tak bisa bersama Shaula di istirahat pertama nanti. Shaula paham, Zian cukup pintar, dia juga merupakan ketu kelas di kelasnya, sangat wajar jika cowok itu sibuk. Kembali gadis itu memasukkan ponselnya ke laci kemudian fokus menatap guru di depan, jam istirahat masih sepuluh menit lagi.

“Baik karena istirahat sepuluh menit lagi, silakan kerjakan tugas kalian di rumah, saya permisi.” Guru bahasa Inggris yang mengajar hari ini berpamitan setelah itu keluar dari kelas.

Shaula langsung membereskan buku-bukunya, memasukkan alat tulis ke tempatnya setelah itu membalas pesan Zian.

Shaula :
‘Ada apa?’

Zian :
‘Nganterin temen, sakit.’

Shaula mengangguk, kemudian sadar, apa diperlukan untuk menanyakan gender dari teman Zian itu?

Shaula :
‘Cewek atau cowok?’

Zian :
‘Maaf ya.’

Shaula mengerutkan keningnya, kenapa harus minta maaf?

Zian :
‘Aku nganter temen cewek.’

Shaula seharusnya sudah paham, segala tugas yang Zian lakukan sudah cowok itu lakukan jauh sebelum memulai sebuah hubungan dengannya, jadi hal semacam ini sampai kapanpun akan terjadi dan Shaula harus selalu siap dengan itu.

Shaula :
‘Nggak apa-apa kok.’
‘Hati-hati.’
‘Nanti temu ya.’

Sudah mendapatkan sosok Zian yang sangat baik saja sudah sangat bersyukur, Shaula tak akan mencari penyakit untuk mengorek kesalahan pacarnya itu, apalagi sampai mencari-cari yang sebenarnya tidak ada.
Gadis itu memasukkan ponselnya ke dalam saku, setelahnya dia berjalan keluar kelas untuk membeli minum, bel istirahat berbunyi semenit yang lalu. Shaula melangkah sendirian, agak menggelikan sebenarnya, dulu dia memiliki geng yang solid yang membuatnya selalu yakin bahwa dia tak akan pernah kesepian, tapi apa yang terjadi sekarang? Dia sendirian. Mereka semua menjauh hanya karena seorang Bara dan Shaula juga tak mungkin menyalahkan mereka, Shaula juga salah karena mempertahankan sosok seperti Bara.

Sampai di kantin Shaula membeli air mineral kemudian membawanya ke taman sekolah, mendudukkan diri di sebuah bangku panjang, memandang anak kelas lain yang sedang bermain basket.

Shaula menenggak minumannya setelah itu menghela napas, entahlah mungkin dia akan mengalami ini semua sampai lulus sekolah, semoga saja dia dan Zian selalu baik-baik saja agar setidaknya Shaula memiliki teman di sekolah.

Seseorang mendudukkan diri di sebelahnya, setelah menoleh dan mengetahui siapa orang itu Shaula memutar bola matanya malas.

“Gue putus.”

Shaula mengabaikan itu, pokoknya apa pun yang berurusan dengan Bara, itu bukan urusan Shaula.

“Lo nggak ada niatan juga?” tanya Bara.

“Kak!”

“Jangan panggil Kak!” Bara merasa lebih dekat dengan Shaula saat gadis itu memanggilnya dengan sebutan nama, Bara sama sekali tak gila hormat, dia hanya kakak kelas, bukan kakak Shaula.

“Zian baik.”

“Iya, justru seharusnya lo merasa nggak pantes nggak sih sama dia?” tanya Bara, tidak ada ahlak bukan?

Shaula menatap nanar cowok di sebelahnya, maksudnya apa? Shaula tidak baik gitu untuk Zian?

“Lo pantesnya sama gue.” Bara memberi keterangan lanjutan sebelum Shaula mengamuk.

Shaula lantas mengalihkan pandangannya, tertebak mulut Bara memang mudah sekali mengeluarkan hal-hal yang sebenarnya tidak perlu.

Bara menyandarkan punggungnya ke sandaran bangku taman. “Gue pindah ke sini karena lo tau, padahal gue tau gue berkemungkinan mati di sini,” jelas Bara.

“Gue nggak minta.”

“Lo minta!”

Shaula kembali menatapnya, kali ini dengan pandangan tidak terima. Bagaimana dia yang minta jika sebelumnya saja Bara sudah bertingkah dengan membuat temannya babak belur?

“Lo minta, lo menyerang perasaan gue dan membuat gue nggak berdaya, itu ngebuat gue merasa ingin selalu ada di dekat lo!”

“Gila!”

Shaula bangkit dari duduknya, melawani seseorang seperti Bara hanya akan membuatnya geram sendiri. Bara menahan tangan Shaula, setelahnya cowok itu merampas botol minum yang ada di tangan cewek itu. “Haus, buat gue aja.” setelahnya malah dia yang melenggang meninggalkan Shaula.

Menyebalkan sekali!

***

Zian mengabarkian lagi kalau dia tidak akan kembali ke sekolah, sebenarnya hati Shaula cukup panas. Tapi lagi-lagi Zian terlalu baik untuk dicurigai lebih jauh, jadi ternyata cewek yang Zian antar pulang harus ke rumah sakit, karena di rumahnya hanya ada ibu dan kakak tanpa ada laki-laki jadi keluarganya meminta Zian untuk turut menemani ke rumah sakit.

Shaula sendiri jadi tak punya pilihan, dia tak mungkin melarang Zian karena cowok itu sudah kepalang mengantar, kalaupun Shaula berada di posisi Zian pasti sulit untuk menolak.

Hari sangat mendung, Shaula melihat ke jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya, bel pulang sudah berdering sejak sepuluh menit lalu tapi sampai sekarang Shaula masih memikirkan dia akan pulang naik apa.

“Hallo. Aku belum bisa jemput kamu.” Sangking bingungnya dia malah menelepon Zian dan itu adalah respons dari pacarnya.

“Aku nggak mau minta jemput kamu kok.”

“Terus?”

“Cuma mau pamit, aku pulang dulu ya.” Masalahnya sepele, tapi karena respons Zian yang seolah mengatakan bahwa dirinya belum bisa diganggu agak membuat perasaan Shaula tidak enak.

“Iya hati-hati, nanti malam kita jalan ya.”

“Hmmm.”

Shaula memasukkan ponselnya ke dalam saku, baru melangkah hujan turun, bahu Shaula langsung lemas, gadis itu memilih melipir kemudian mendudukkan diri di bangku panjang di depan kelas. Menghela napas, Shaula memilih memandangi hujan.

“Belum pulang?” Tiba-tiba sebuah wajah menghalangi pandangannya.

“Ih ngagetin aja lo!” Shaula memukul bahu Bara yang muncul tiba-tiba.

Bara tertawa lantas mendudukkan diri di sebelah Shaula.

“Makanya jangan ngelamun!”

Shaula enggan menanggapi perkataan Bara, dia kembali membuang pandang ke arah rintik hujan. Bara juga melakukan hal yang sama, keduanya hanya diam seolah sedang menikmati sapaan semesta pada bumi.

“Gue selalu sendirian, bumi jadi berisik saat hujan dan menurut gue dia berusaha jadi temen gue.”

Shaula hanya mendengarkan.

“Sekarang ada yang lebih menarik dari hujan.”

Shaula menoleh. “Apa?” tanyanya.

“Lo.”

***

Pengen ayank yang kayak bara🥺

Shaula's StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang