13. Sesuatu dari Bara

36 12 5
                                    

Bukan tak sadar, namun untuk menjaga kewarasannya, Shaula memilih untuk tak ambil pusing dengan lirikan tajam orang-orang. Memangnya Bara sehina itu? Iya sih sebenarnya karena memang cowok itu sering kali menyakiti orang lain tanpa ampun, tapi kan Bara juga manusia dan keberadaannya di sekolah itu sama seperti mereka semua, untuk menuntut ilmu kenapa harus sejahat ini? Shaula menghela napas, mau mulutnya berbusa menjelaskan juga yang lain tak akan mengerti, hanya Shaula dan Bara mungkin. Memang dia tak menemukan kenyamanan dalam pertemanan mereka, Shaula cenderung takut mengingat Bara adalah anggota geng motor, karena pasti kalau dia dekat dengan Bara semua rival cowok itu akan mengusiknya juga, menjadikannya target ya paling tidak untuk menjebak Bara.

Tiba-tiba subuah tangan merangkul di bahunya, Shaula menoleh, itu adalah Bara, ya memangnya siapa lagi manusia di dunia ini yang penuh kejutan? Kecuali cowok yang di bajunya ada nametag bertuliskan Ragata Bagaskara.

Karena memang sedang tak baik-baik saja, Shaula menyingkirkan tangan itu, dia kesal dengan cowok itu dan sekarang pandangan orang-orang semakin mengerikan ketika mereka bersama.

“Kenapa?”

Shaula menghentikan langkah, menatap Bara lantas menghela napas, setelahnya menggeleng lalu melanjutkan langkah. Dari pada menjelaskan, dia lebih ingin menampol kepala cowok itu. Kenapa bisa sebegitu tidak pekanya?

“Gue ada salah?” Bara mengejar Shaula.

“Banyak.”

Malah tertawa, seolah Shaula sedang membuat kelucuan. “Apaan?”

“Ya lo ada di sini juga udah salah.”

Kini Bara menggaruk belakang kepalanya yang sebenarnya tidak gatal, padahal dia kira Shaula akan berbeda. Dia tak akan sama dengan perempuan di luaran sana yang sulit untuk dipahami, ternyata sama saja, sama-sama bikin bingung, tapi bikin sayang juga di saat bersamaan. Entahlah, kadang dunia memang selucu itu.

“La...”

Shaula menghentikan langkah, dia menoleh untuk melihat di mana gerangan si Bara pembuat onar.

“Nanti kalau gue nggak di sini lo malah kangen.”

“Dih!”

Shaula mengedikkan bahu kemudian melanjutkan langkah, dia sudah tak punya waktu dengan bualan Bara yang lain. Pantas saja cowok itu masuk ke kelas bahasa, ternyata memang dia sangat pandai berkata-kata.

“Lo tim bubur diaduk atau nggak?”

Shaula menghela napas lagi, kenapa lagi dengan manusia satu itu?

Shaula memilih tetap melangkah.

“Jawab!” Bara berteriak, membuat bukan hanya Shaula, tapi semua orang mengalihkan atensi ke arahnya. Memang itu yang dia inginkan, Bara itu manusia haus kasih sayang, butuh perhatian. Dia suka kalau orang-orang terusik akan ulahnya.

“Penting!”

“Buat?”

“Kalau kita tim yang sama berarti jodoh.”

Shaula menggeleng, kesimpulan bodoh macam apa itu? Pilihannya hanya ada dua, artinya ada banyak manusia yang sudah memilih di dunia ini, ya masa semua jodoh? Sangat tidak lucu.

Bara menatap ragu, dia kepikiran bubur juga karena baru tadi pagi makan bubur.

Shaula kembali ingin melangkah.

“Apa susahnya sih tinggal jawab?” tanya Bara, dia bukan manusia yang sabar, mungkin kalau yang dihadapi bukan Shaula juga sudah menggunakan kekerasan dari tadi. Masalahnya ini adalah Shaula, yang pakai kelembutan juga Bara belum tentu menang, apalagi kekerasan.

Shaula's StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang