Meski sebenarnya Bara adalah bagian dari masa lalunya, tapi tetap saja apa yang dia dengar dan apa yang dikatakan perempuan dari sambungan telepon kemarin cukup mengusik perasaannya. Karena sedikit galau, hanya sedikit! Maka hari ini Shaula memutuskan untuk pergi ke mall, nonton sendirian. Kalau kata muda-mudi zaman sekarang, self healing.Dengan mandirinya dia pesan tiket sendiri, masuk ke studio, nonton dengan tenang, bahkan berusaha menenangkan dirinya sendiri saat hantu muncul karena memang yang dia tonton adalah film horor. Setelah hampir dua jam di dalam studio, begitu film selesai akhirnya Shaula keluar. Berjalan ke sana kemari di dalam mall tanpa tujuan.
Dia bisa saja mengajak Nana, tapi yang namanya self healing, menurutnya lebih baik dilakukan sendirian. Sampai saat memutuskan mendudukkan diri untuk beristirahat seseorang ikut duduk di sebelahnya.
“Sendirian aja?”
Shaula menoleh dan langsung bangkit tidak jadi mengistirahatkan diri, niatnya untuk menyembuhkan hati, untuk mewaraskan pikiran, untuk menghindari seseorang, tapi malah orang itu yang dia temui sekarang. Iya, itu adalah Bara, cowok itu memaki celemek berlogo salah satu merek minuman boba, bisa-bisanya seharian menghilang muncul dalam keadaan begitu.
Bara tak tinggal diam, dia berusaha mengejar dan menyamai langkah Shaula.
“Apaan, sih!” Shaula mengempas tangan Bara yang menahan pergelangan tangannya, sungguh mereka tidak ada urusan sekarang.
“Kok lo sendirian?” tanya Bara.
“Ya suka-suka gue, lah! Bukan urusan lo!”
Shaula tetap berjalan, berusaha untuk meninggalkan Bara, dia sama sekali tidak ingin berurusan dengan Bara sekarang.
“Gue lagi kerja lagi. Kalau butuh apa-apa bilang!” Setelahnya Bara berlari mundur meninggalkan Shaula.
Perasaan Shaula sedikit lega, tapi jujur saja dia masih ingin dibujuk, masih ingin ditanya kenapa, masih menjelaskan bahwa Bara sangat menyebalkan, bahwa semua yang cowok itu lakukan sangat-sangat membuat Shaula merasa kesal.
Shaula hanya menatap punggung itu yang kian menjauh, andai saja, andai saja gengsinya tidak tinggi, mungkin Shaula akan mengikutinya dan menemaninya bekerja, ah tapi cowok itu menyebalkan dan Shaula tak bisa memaafkan apa yang dikatakan cewek yang ada di sambungan telepon kemarin.
Merasa bosan, Shaula berjalan terus, berkeliling melihat-lihat apa pun yang ada di sana, dia sendiri bukan tipe yang suka belanja, jadi tak ada barang yang menarik perhatiannya. Merasa tidak punya tujuan akhirnya dia menghabiskan waktu menonton anak-anak bermain di timezone.
***
Pulang ke rumah, rumah sepi seperti biasa, dia sudah tak minat bahkan untuk menjalani apa pun di rumah selain tidur. Dia cuma mau tidur, sampai besok pagi, setelah itu berangkat ke sekolah, begitu terus sampai sekolahnya selesai dan dia bisa melanjutkan kuliah di kota lain seperti abangnya. Sebenarnya di Jakarta tentu banyak kampus bagus, tapi membosankan sekali jika tetap tinggal di rumah sepi ini, kalau dia mendaftar di kota lain kemungkinan besar dia akan ngekos, di kosan pasti ada banyak teman.
Shaula membersihkan dirinya kemudian langsung naik ke atas kasur, bersiap tidur walaupun sekarang masih sore. Toh ada yang mau dia lakukan lagi, mungkin lebih baik jika dia bermimpi saja, setidaknya meski itu bukan dunia nyata, tapi akan terasa lebih indah.
Baru saja akan terpejam, ada seseorang yang mengetuk jendela kamarnya. Merasa bahwa itu adalah hantu karena otaknya juga sedang diisi dengan pemikiran tentang hantu, dipengaruhi tontonannya tadi. Shaula berusaha untuk tetap memejamkan matanya, bagaimanapun dia pasti sendirian di lantai dua. Para asisten rumah tangga pasti menghabiskan waktu dibawah.
“Shaula!” Sekarang malah diiringi dengan panggilan namanya, membuat bulu kuduk Shaula semakin merinding tak keruan.
Ketukan bertambah kencang.
“Gue tau lo di dalem.”
Nah barulah perasaan Shaula agak lega, saat mengeluarkan sebuah kalimat suara itu menjadi jelas, itu adalah suara Bara. Bara? Ada apa lagi?
Shaula menyingkirkan selimut yang membungkus tubuhnya.
“Mau ngapain, lo?” tanya Shaula dengan nada galak, ingat! Itu adalah Bara, manusia paling kurang ajar yang suka seenaknya mempermainkan perasaan Shaula.
“Mau ngomong lah, lo sendirian di rumah, emang nggak takut?”
Sebenarnya Shaula pemberani, dia sudah tidur sendiri di kamarnya sejak TK, tapi kalau muncul pertanyaan, tetap saja ada ketakutan di dalam hatinya. Tiba-tiba saja keadaan sekitar menghangat, bulu kuduknya semakin merinding.
“Buka ngapa!”
“Nggak!”
“Gue temenin!”“Nggak!”
Nemenin? Paling juga nanti seenaknya ninggalin. Shaula tak akan tergoda kali ini!
“Please! La!”
“Ke rumah pacar lo aja lo sono!”
“Oh! Lo cemburu?” tanya Bara. Mereka masih dibatasi sekat dinding kamar Shaula.
Shaula langsung merasa enek mendengar itu.
“Dih!”
“Ayolah, kalau lo nggak cemburu pasti lo udah bukain jendela ini.”
Shaula mempertimbangkan, lagipula kenapa dia marah? Dia menolak Bara, status mereka tidak jelas sekarang, kenapa dia harus marah jika cowok itu memiliki pacar?
Akhirnya karena tidak ingin Bara salah paham, Shaula memutuskan membukakan jendela untuk cowok itu. Begitu sekat itu terbuka, senyuman Bara langsung menyambutnya.
“Lo tuh bangsat banget ya!”
Bara melongo mendengar itu, ya mungkin memang seperti itu, karena bukan hanya Shaula yang mengatakan kalimat jahat itu padanya.
Dengan santainya dia melangkah masuk lantas mendudukkan diri di karpet bawah di kamar Shaula.
Mau tak mau Shaula menyusulnya duduk di sana. “Ada urusan apa lo?”
“Urusan rindu.”
“Najis!”
Bara tertawa menggelegar mendengar itu, juteknya Shaula, marahnya Shaula, ngambeknya Shaula, semua itu adalah bagian yang Bara sukai dari cewek itu. Jadi semakin Shaula marah, semakin Bara suka.
“Gue cuma mau lihat lo dan memastikan lo nggak bunuh diri.”
“Nggak bakal! Gila aja bunuh diri demi lo! Nggak guna banget hidup gue.”
Sekali lagi Bara tertawa, iya juga, tapi dia bisa melihat kok kalau Shaula kesal dan memang mungkin cemburu, tapi gengsi.
“Mulut lo tuh, entahlah, nggak ngerti gue ngejelasinnya!”
“Cewek itu emang cewek gua.”
“Nggak usah diperjelas!”
“Tapi sama kayak sebelum-sebelumnya, itu cuma hubungan bercanda.”
Shaula hanya meliriknya saja, hubungan bercanda juga Bara memilih cewek itu.
“Seriusnya cuma sama, lo.”
“Gue nggak butuh.”
Cowok kayak Bara serius? Keajaiban dunia bukan sih?
“Sebangsat-bangsatnya gue, lo satu-satunya cewek yang gue sakitin dan gue merasa bersalah.”
***
Udah mau end.
Udah itu aja!
KAMU SEDANG MEMBACA
Shaula's Story
Novela JuvenilShaula bertemu dengan Bara saat cowok itu menghajar temannya. Sebenarnya tak ada yang spesial dengan pertemuan itu, tapi karena Bara merasa tertarik dengan Shaula, dia menghubungi Shaula duluan. Dari ketertarikan itu Bara terus berusaha mendekati S...