26. Annoying

26 8 4
                                    

Selayaknya orang kasmaran pada umumnya, Shaula juga asik terhubung dengan Zian via telepon, mereka membahas banyak hal, karena Zian pintar jadi cowok itu selalu memiliki topik untuk dibicarakan. Bara tampan, Arsen juga, tapi baru kali ini Shaula merasa seprekuensi dengan seseorang.

“Kamu tau buah kesemek?” tanya Zian, random tapi cukup mampu membuat Shaula berpikir.

“Iya tua, kenapa?”

“Di Indonesia ada buah itu, tapi tampilannya nggak semenarik di Korea.”

“Wah buah shamming kamu!”

Setelahnya tertdengar suara tawa dari seberang sana.

Tut. Tut. Tut.

Shaula mengerutkan dahinya lantas melihat ke layar ponselnya dan ternyata sebab dari sambungan dirinya dan Zian bermasalah adalah panggilan dari Bara, tentu saja dia memilih menolak panggilan Bara dan lanjut mengobrol dengan Zian.

“Kenapa Yang?” tanya Zian.

“Jaringannya kurang bagus di sini,” jawab Shaula tentu berbohong, kalau sampai Zian tahu bahwa Bara masih berusaha menghubunginya, mungkin hubungan mereka selesai sampai di sini, sungguh Shaula tak siap ditinggal saat sedang sayang-sayangnya.

“Jadi kenapa bisa beda?” tanya Shaula masih penasaran soal kesemek tadi.

Terdengar suara kekehan Zian yang menggemaskan dari seberang sana. “Mungkin ya, tapi aku belum baca-baca juga, baru lihat fotonya aja tadi di ig, mungkin ya karena pengaruh lokasi, pengaruh cuaca sama iklim juga mungkin, musimnya juga mungkin mempengaruhi. Gitu deh.”

Shaula mengangguk-angguk.

“Random banget.”

“Ilfeel ya kamu?” tanya Zian mulai merasa agak takut, mendapatkan Shaula bukan perkara mudah, wajarkan kalau dia takut kehilangan?

Sambungan gangguan lagi dan lagi-lagi ternyata Bara nelepon.

“Kamu pakai kartu apa sih? Sini biar aku isiin paket biar nggak putus-putus.” Memang top, cowok paling peka sedunia.
“Nggak usahlah, emang jaringannya malam ini kurang bersahabat, biasanya aman kok, bisa kok, besok juga palingan udah bagus lagi.” Shaula menjelaskan, meski Zian adalah cowok idaman karena teramat peka, tapi Shaula bukanlah cewek yang suka memanfaatkan kepekaan cowok.

“Gitu ya, apa udahan aja.”

“Jangaaaannn.” Shaula merengek manja, maka Zian tak punya pilihan selain mempertahankan panggilan tersebut.

“Oke bahas apa lagi?” tanya Zian.

“Aku cantik nggak?”

“Cantik,” jawab Zian.

“Alasan kamu mau sama aku karena itu?” tanya Shaula, kadang-kadang cewek memang suka cari penyakit, yang sebenarnya semua baik-baik saja, suka sekali memancing pertengkaran.

Zian diam sejenak. “Bukan, tapi itu salah satunya.”

“Semua emang mandang fisik sih.”

“Boleh aku jelasin?”

“Silakan.”

“Kamu cantik, itu menarik, tapi lebih menarik lagi karena kamu nggak sungkan berbicara sama lawan jenis, nggak sungkan menunjukkan kalau kamu pinter dan kamu selalu bangga sama apa yang kamu punya. Bara itu nggak keren dimataku tapi kamu selalu bangga punya dia, walaupun banyak yang benci dia di SMA Pengubah Bangsa,” jelas Zian, dari penjelasan itu Shaula jadi penasaran ngidam apa mama Zian saat hamil Zian.

“Bukannya seharusnya kamu nggak suka ya karena aku terlalu ramah, atau terlalu mengumbar hubungan?” Soalnya kadang-kadang cowok itu tidak bisa memahami saat pacarnya punya kehidupan sendiri dan punya teman cowok.

“Pandanganku ke cewek memang selalu beda sama cowok kebanyakan, dari pada negatif, aku selalu berusaha mempositifkan setiap hal dalam sudut pandangku,” jelas Zian, Zian ini pintar dalam segala hal, semoga saja Shaula tidak hanya dibuatnya terbang, tapi juga disediakan tempat nyaman di atas awan.

Shaula mengangguk-angguk, keramahan dirinya memang sering dinilai beda sama orang kebanyakan, apalagi setiap pacaran, siapa yang tak tahu pacar Shaula di SMA Pengubah Bangsa? Ternyata hal semacam itu bisa menjadi daya tarik di mata Zian.

Dan telepon dari Bara masih saja mengganggunya.

“Ya udah ya, kita lanjut besok aja, kayaknya jaringannya bener-bener nggak bagus.”

“Ya udah oke, good night.”

“Night cantik.”

Dan ternyata pesan dari Bara sudah memenuhi watsapp-nya, Shaula jadi ilfeel melihatnya, mereka sudah putus dan seharusnya sudah tak ada alasan untuk Bara menghubunginya, apalagi kini Shaula sudah memiliki Zian, bukankah itu cukup untuk membuatnya mundur?

“Apaan sih?” Shaula langsung to the point mengangkat panggilan dari Bara, jujur saja dia merasa terganggu.

“Belum tidur?” Basi sekali.

“Baru selesai teleponan sama Zian!”

“Oh.”

Kemudian sambungan terputus begitu saja, super aneh kan? Memang! Shaula juga tak mengerti kenapa sebelumnya dia mau dengan sosok seperti Bara.

***

Shaula bersiap untuk berangkat ke sekolah, seperti biasa dia akan berangkat bersama seseorang yang menjadi pacarnya saat ini dan pacarnya saat ini tak lain dan tak bukan adalah Zian. Shaula berjalan menuju gerbang rumah, menyandarkan bahunya ke pagar yang menjadi pembatas antara halaman rumah dengan dunia luar. Sekitar lima menit menunggu sebuah motor berhenti di depannya, bukan Zian, tapi Bara. Selang dua menit kemudian Zian muncul, cowok itu sedikit heran dan agak curiga, apa ada yang dia tak tahu antara Shaula dan Bara?

“Yuk.” Tanpa menjelaskan apa pun Shaula langsung naik ke boncengan Zian.

Zian sendiri dengan senang hati menyerahkan helm, sementara Bara hanya diam memperhatikan setiap pergerakan Shaula, sejauh itu ternyata Shaula melupakannya, dia ada, tapi seolah tidak terlihat.

“Duluan Bro.” Bahkan Zian menyempatkan diri menyapa Bara sebelum akhirnya melaju meninggalkan Bara di depan rumah Shaula.

Bara hanya mengangguk kemudian mendahului keduanya dengan kecepatan tinggi, Zian hanya menghela napas melihat itu, entahlah mungkin memang ada sesuatu yang belum selesai.

“Kalian pisah nggak baik-baik ya?” tanya Zian.

Shaula menempelkan dagunya di bahu Zian, menghela napas gadis itu mengatakan, “aku sih ngerasa baik-baik, nggak tau dia.”

Zian hanya mengangguk tanpa niat bertanya lebih.

“Dia itu ganggu,” kata Shaula mulai bercerita.

“Masih aja suka neleponin, kan aku ilfeel.”

“Jangan gitu, jangan bikin sakit hati orang. Kalau masih bisa nolak baik-baik sebisa mungkin, nolaknya baik-baik.” Luar biasa bukan? Memang sosok seperti Zian yang Shaula butuhkan selama ini, sosok yang bisa membimbing juga tak selalu membenarkan apa tindakannya.

“Kamu nggak marah?”

“Emangnya kamu ada niatan balik ke dia?”

“Ya nggak.”

“Ya udah aku percaya.”

***

Masih pada mau nungguin kisah rumit percintaan anak SMA ini?

Wkwkwk

Perasaan cinta remaja kok ya lika likunyaaaa







Shaula's StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang