Karena patah hati Shaula sampai tidak ke sekolah dua hari, patah hatinya belum sepenuhnya sembuh, namun sudah hampir sembuh dan rasanya akan baik-baik saja meski mungkin dia harus berhadapan dengan Arsen. Shaula memutuskan untuk memblokir semua kontak Arsen menghapus semua history chat yang pernah ada, bukan demi siapa-siapa, tapi demi dirinya sendiri, semuanya sudah selesai jadi lebih baik diakhiri sekalian semuanya.
Menarik napas panjang gadis tujuh belas tahun itu melangkah masuk ke pekarangan sekolah. Cepat atau lambat, bisa atau tidak, dia harus tetap berdamai, berdamai dengan semua tempat yang pernah ia kunjungi bersama Arsen atau tempat yang berpotensi menjadi tempat pertemuan untuk mereka. Seperti hubungannya yang singkat, maka patah hatinya juga harusnya singkat juga.
Shaula masuk ke kelas dan menyapa teman-teman sekelasnya, mungkin dia akan sedikit menjaga jarak dengan teman-teman satu circle-nya selama ini, rasanya Shaula mulai ingin menjadi anak yang biasa-biasa saja, agar nanti ketika punya hubungan baru, hubungan itu tak menjadi konsumsi publik.
Shaula duduk tenang di tempatnya, menunggu bel masuk dia memutuskan memindahkan beberapa catatan yang bertambah semasa dia tak masuk kemarin.
Baru satu paragraf, ponselnya berdenting beberapa kali, ternyata Bara mengirim foto, apa lagi kali ini?
Shaula membuka satu persatu foto yang Bara kirim dan ternyata itu adalah foto-foto lokasi yang ada di sekolahnya. Shaula mengerutkan dahinya, bagaimana bisa? Bahkan di foto paling akhir Bara mengirim foto ruang guru.
Shaula :
‘Ngapain lo?’
‘Nggak takut lo di sekolah gue?’
Bara tak membalas pesan-pesan itu, tapi justru kembali mengiriminya foto-foto lain.
“Ck! Gila sih!”
Shaula :
‘Lo bermasalah ya sama sekolah gue?’
Bara :
‘Penasaran banget?’
Shaula :
‘Jangan bercanda Bar!’
Bara :
‘Siapa juga yang bercanda?’
“Ck!”
“Nggak kebaca ya La tulisan gue?” tanya Fida dari sebelah.
Shaula langsung menggeleng-geleng. “Nggak kok, ini gue lagi chat sama temen gue.” Dia tentu tak akan membiarkan Fida menarik kembali catatannya karena sekarang Shaula sedang sangat butuh itu.
Bara terus mengiriminya foto-foto, bahkan bunga-bunga di sekolahnya pun Bara kirim dalam bentuk foto.
***
Hari itu Bara langsung menjadi trending topik di SMA Pengubah Bangsa dan kecurigaan Shaula soal kepindahan cowok itu sama sekali tak melesat, cowok itu benar-benar pindah ke sekolahnya dan kini menempati salah satu kelas IPA dan Shaula juga baru tahu kalau Bara satu tahun di atasnya, padahal dia sudah berada di penghujung masa SMA kenapa masih berulah?
Grup kelasnya sibuk membahas soal Bara, begitu juga grup watsapp gengnya, semuanya membicarakan Bara, memang sosok itu pasti menjadi trending topik. Bara baru saja menyerahkan dirinya, ibarat kata dia masuk ke kandang buaya siap menjadi santapan para buaya yang lapar.
Dia adalah incaran anak-anak nakal SMA Pengubah Bangsa, kepindahannya akan membuat mereka bebas menghajar Bara, apalagi Bara hanya sendirian kini.
Shaula menghela napasnya beberapa kali, kalau sampai orang-orang tahu mereka dekat maka Shaula mau tak mau pasti terlibat. Ternyata pusing juga memikirkan masalah-masalah yang sebenarnya dicari-cari sendiri oleh mereka yang sok jagoan karena masih SMA.
Bara :
‘Kelas lo di mana?’
Shaula :
‘Kita pura-pura nggak kenal aja!’
Bara :
‘Lah gue kan pindah biar nggak virtualan mulu sama lo!’
Bahkan hanya ditanya begitu saja jantung Shaula mau copot rasanya, dia belum siap dibully, Shaula apalagi kini Shaula tengah berusaha lepas dari teman-temannya yang selama ini menjadi backingan.
“Bernyali juga tuh orang pindah ke sini setelah bikin Willen babak belur,” ujar Justice, belakangan dia sedang mencari waktu untuk mendaratkan pukulan di wajah Bara.
Shaula yang barada di sana menahan napas, bagaimana jika teman-temannya tahu sejak kejadian itu justru Shaula malah rajin teleponan sama Bara setiap malam? Mungkin tamat riwayat Shaula.
“Alasannya apa ya?” tanya Willen. “Waktu itu yang sama gue katanya bercanda, ya masa mau bercanda sampe segininya.”
Shaula menelan ludahnya dengan susah payah, berdoa dalam hati semoga saja Bara pindah bukan demi dirinya.
“Yang lain udah pada tahu kan?” tanya seseorang.
Perlahan Shaula pergi dari sana, itu benar-benar membuat perasaannya tak tenang, biarkan saja mereka semua membahas soal Bara, Shaula akan menghindari apa pun yang menyangkut soal Bara mulai sekarang.
“La!”
Baru saja berjanji pada diri sendiri, orang yang paling ingin dia hindari justru muncul di hadapannya.
“Lo kelas berapa?”
Shaula melipir seolah dirinya tak melihat Bara.
“Shaula!”
Shaula menggeleng dan tetap melangkahkan kakinya meninggalkan cowok itu, tentu saja Bara tak tinggal diam, dia mengikuti Shaula, di sekolah itu dia tak mengenal siapa pun dan tujuannya memang Shaula.
“Jangan pura-pura nggak kenal!” Bara menyentak tangan Shaula hingga gadis itu berbalik menghadapnya.
“Please...”
“Kenapa?”
Shaula membuang pandang sejauh mungkin, sebisa mungkin dia tidak menatap wajah Bara. “Gue nggak mau berurusan sama lo.”
“Lo takut?”
Shaula menatap ke sekitar, sadar mereka menjadi pusat perhatian Shaula menarik tangan Bara untuk menyingkir dari sana, dia membawa Bara menjauh dari keramaian. Mereka menyingkir ke balik gudang, spot paling sepi yang ada di sekolah mereka.
“Kenapa sih lo harus pindah?”
“Ya karena gue mau lihat lo setiap hari.”
“Bahaya buat lo!”
“Lo khawatir?” tanya Bara, bisa-bisanya dia bertanya seperti itu padahal Shaula sudah sangat panik sekarang.
“Iya!”
Bara menipiskan bibirnya mengulas senyum manis untuk gadis di depannya, tangannya terangkat membelai kepala Shaula.
“Gue kuat, percaya sama gue.”
“Masalahnya lo sendirian! Lo itu mangsa empuk buat mereka-mereka yang lapar. Bahaya Bara!”
Bara terkekeh, begini ternyata rasanya ada sosok yang mengkhawatirkan keadaanmu. Bara menatap Shaula, tak salah ternyata hatinya cepat luluh pada sosok di hadapannya.
“Gue berani!”
“Bukan itu masalahnya!”
“Makasih udah khawatir sama gue.” Shaula menepis tangan Bara yang sekali lagi ingin membelai kepalanya, dia tak butuh itu, dia sedang sangat takut sekarang, mengenal Bara dan membiarkan Bara masuk ke dalam kehidupannya bukan perkara mudah, Shaula sangat tidak siap jika karena dirinya seseorang harus kenapa-napa.
“Gue pasti baik-baik aja.”
“Kembali ke sekolah lo.”
“Di sekolah gue nggak ada lo, sementara gue maunya lo.”
Shaula memejamkan matanya, memangnya sepenting itu? Mereka baru kenal seharusnya Bara tak sebegininya dengannya.
“Bar!”
“Gue tuh udah lupa rasanya bahagia La, sekarang gue cuma berusaha menggapai kebahagiaan itu dan letaknya ada di lo.”
“Lo bisa mati, berhenti bicara omong kosong.” Mereka jika sudah saling menghajar bak orang kesetanan tak penting itu manusia atau bukan.
Shaula memijat pelipisnya sendiri.
“Mati di samping lo jauh lebih baik dari apa pun.”
“Konyol!”
“Gue cuma mau lo!” Ekspresi wajah Bara berubah, alisnya nyaris bertaut sangking dia menatap Shaula dengan sangat serius.
“Terserah deh!” Shaula mundur dan berbalik, saat akan melangkah Bara menahannya.
“Gue di sini buat lo dan gue nggak selemah itu.”
“Terserah gue bilang!” Shaula berusaha melepaskan diri dari Bara, mereka berdua sama-sama keras kepala, pilihan terakhirnya adalah pasrah, Shaula tentu tak akan pernah bisa berhenti peduli, tapi dia juga tak akan pernah bisa berada di sisi Bara, mungkin mereka akan selesai di sini.
“Shaula!”
Shaula tetap melanjutkan langkahnya.
“Demi apa pun, gue lebih baik terluka karena memperjuangkan bahagia.” Iya bahagia dan bahagianya adalah Shaula.
***
Jangan lupa vote & comment!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Shaula's Story
Teen FictionShaula bertemu dengan Bara saat cowok itu menghajar temannya. Sebenarnya tak ada yang spesial dengan pertemuan itu, tapi karena Bara merasa tertarik dengan Shaula, dia menghubungi Shaula duluan. Dari ketertarikan itu Bara terus berusaha mendekati S...