'Karena kalau cinta itu mudah, semua orang akan memutuskan bersama sosok yang mereka cinta. Sayangnya cinta selalu rumit, selalu butuh dimengerti tanpa mau mengerti.'
Shaula's Story
~Thierogiara
***
Setelah saling bertelepon dan berujung nyaman itu, Shaula tertidur hampir tengah malam, banyak cerita soal kenakalan Bara yang ia dengar, ya paling tidak pusingnya soal masalah geng sedikit berkurang. Bara asik juga ternyata, apalagi ceritanya soal memukuli orang. Terdengar agak menyeramkan tapi menyenangkan. Shaula dibangunkan oleh dering alarm yang memang sudah dia persiapkan, dia harus berangkat ke sekolah tepat waktu, setidaknya untuk memastikan kalau Willen sudah baik-baik saja.
Shaula keluar dari kamar dengan kondisi sudah rapi dengan seragam sekolah.
“Tumben.” Mamanya lewat dengan tumpukan baju kotor.
Shaula mengedikkan bahu, ya setiap hari dia kan memang mengenakan seragam sekolah dan berangkat ke sekolah, apanya yang tumben?
Dia mulai melangkahkan kakinya menuruni tangga menuju lantai satu, di perjalanan ponselnya berdenting karena memang ponselnya sudah berada di genggaman, Shaula langsung melihat ke arah layarnya.
Bara :
‘Selamat pagi.’
Shaula hanya menarik sudut bibirnya, asal kalian tahu, dia bahkan lupa rasanya diberi ucapan selamat pagi, karena Arsen tidak pernah. Bahkan hari ini, saat cowok lain mengucapkan hal tersebut, Arsen tetap tidak. Entahlah, selanjutnya mereka akan bagaimana, inginnya selesai, tapi rasanya pasti belum sanggup.
Bara :
‘Semangat!’
Karena sudah pesan yang kedua, rasanya jahat sekali jika Shaula tetap abai.
Shaula :
‘Makasih.’
Gadis itu mendudukkan diri di kursi meja makan.
“Hp-nya letakin dulu.”
Shaula melirik mamanya sewot, sebelum ini padahal tak pernah masalah sekalipun Shaula menonton youtube di meja makan.
“Dibilangin malah begitu!”
“Iya!”
Sekitar sepuluh menit kemudian Shaula mendengar suara klakson, dia langsung bergegas menyalami tangan kedua orang tuanya dan keluar dari dalam rumah, karena itu adalah Arsen, seburuk apa pun hubungan mereka, laki-laki itu selalu meluluhkan Shaula dengan beberapa perlakuan sederhana, contohnya adalah berangkat sekolah bersama.
“Selamat pagi gantengku,” ucap Shaula mengambil alih helm yang Arsen sodorkan.
“Hmmm.” Yang lebih dingin dari embun pagi? Iya sikap Arsen, selalu begitu dan anehnya Shaula selalu merasa baik-baik saja dengan itu.
Gadis itu naik ke atas motor dan langsung melingkarkan tangannya di perut Arsen. “Lepasin!”
“kenapa sih?”
“Aku nggak nyaman!” Padahal dia tampak baik-baik saja, tapi nada suaranya kentara seperti seseorang sedang tidak mood.
Kini mood Shaula ikut berantakan. Dia melepas lingkaran tangannya dan beralih meletakkan tangan di atas lutut. Dia harus mencatat di otaknya bahwa dia sedang menajalin hubungan dengan kulkas dua pintu, bukan manusia.
Sepanjang perjalanan pun hanya diisi dengan deru motor, beberapa kali ingin memulai percakapan tapi Shaula takut Arsen merasa dia annoying, lebih baik begini, nikmati saja permainannya.
Sampai di sekolah tak ada adegan membukakan helm, Shaula membuka helmnya sendiri setelahnya menyerahkannya pada Arsen. Tapi setelah turun dari motor, Arsen langsung mengambil alih tangan kiri Shaula untuk digenggam, bikin bingung kan? Memang! Selalu seperti itu dan hal-hal kecil itu yang menjadi alasan kenapa Shaula tak pernah bisa beranjak darinya.
“Selalu bikin bingung.”
Arsen menoleh untuk memastikan bahwa suara itu keluar dari Shaula. Ternyata gadisnya tengah melihat ke arah tangan yang sedang ia genggam.
“Tapi kamu suka kan?”
“Apa yang aku nggak suka dari kamu? Walaupun bikin bingung tapi jatuh hati sama kamu itu candu.”
Arsen menipiskan bibirnya, andai dia tahu kalau beberapa kali Shaula ingin meninggalkannya, beberapa kali Shaula membencinya, andai semua itu Arsen tahu, pasti Shaula tak akan serepot ini dengan perasaannya sendiri.
Sekali lagi Arsen menoleh. “Kamu nggak usah terlalu ikut campur sama urusan temen-temen kamu, aku takut kamu kenapa-napa,” ujar Arsen, mereka berdua berjalan beriringan menuju ke kelas Shaula.
“Masalahnya temen-temen aku ya masalahnya aku juga,” ungkap Shaula, Arsen sudah lama mengatakan bahwa dia tidak menyukai circle Shaula, namun Shaula selalu bersikeras bahwa dia nyaman berada di sana walau beberapa kali harus menjadi munafik.
“Percaya sama aku, kamu akan lebih baik-baik aja kalau nggak sama mereka. Nggak usah takut, kan sekarang ada aku yang ngelindungin.”
Tapi kamu ilang-ilangan! Jerit Shaula dalam hati, andai dia pemberani mungkin dia akan langsung meneriakkan hal itu di depan wajah Arsen.
“Hmm.” Memang Shaula selalu seperti figuran dalam pertemanan yang ia jalani, tapi dia nyaman dan tak akan ada yang bisa mengerti itu.
“Nggak mau?”
“Bukan nggak mau, tapi nggak bisa.”
“Kamu tuh cuma jadi badut, nggak capek ngetawain diri sendiri?” Dan ya selalu bisa menohok sampai ke ulu hati Shaula, entahlah mungkin saat pembagian lidah, Arsen memang mendapat yang paling tajam.
Mereka berdua sampai di depan kelas Shaula, Arsen menepuk puncak kepala Shaula. “Aku ke kelas dulu, kalau ada apa-apa chat aja.” Seperti biasa, selalu titip pesan.
Cewek di depannya hanya mengangguk.
Arsen lantas melangkah meninggalkan Shaula, Shaula menatap punggung yang kian menjauh itu, apa kepedulian selalu harus ditampilkan dengan cara seperti itu? Kenapa Arsen sangat tidak pandai bersikap? Padahal Shaula akan selalu luluh dengan hal-hal sederhana.
Gadis itu menghela napas lantas berbalik masuk ke dalam kelas, memikirkan bagaimana merubah Arsen adalah kesia-siaan, dia tak akan pernah bisa, karena Arsen selalu tampak nyaman dengan dirinya yang seperti itu.***
Bara memberikan kabar bak seseorang yang memang sepenting itu dalam kehidupan Shaula.
Bara :
‘Di sekolah gue udah jam istirahat, lo juga?’
Itu chat tadi saat jam istirahat, Shaula hanya menjawab seadanya, karena memang aneh sekali jika harus saling mengabari untuk hal-hal yang sebenarnya tidak penting.
Bara :
‘Lo sebegitu antinya sama gue.’
Shaula :
‘Lo sepengen itu ngobrol sama gue?’
Bara :
‘Iya.’
Shaula :
‘Jangan jadi pelangi, gue buta warna.’
Bara :
‘Gue nggak berusaha menjadi pelangi, gue hanya berusaha jadi matahari untuk es batu kayak lo.’
“Cih!” Dia bukan kebal gombalan, hanya saja sedikit geli, karena Arsen tak pernah begitu, Arsen mengajarkan padanya untuk biasa saja atas berbagai hal.
Panggilan masuk.
“Nggak ada kerjaan banget ya lo.” Sambut Shaula begitu dia mengangkat panggilan, kalau Bara berharap Shaula akan luluh, maka tidak akan secepat itu.
Bara terdengar tertawa, meski sebenarnya tawa itu lama-lama menyebalkan, tapi Shaula akan berusaha memahami, karena tidak ada salahnya kan?
“Iya nih, cewek gue selingkuh sama temen gue,” ungkap Bara, padahal Shaula tak bertanya apa pun.
“Terus apa tindakan lo?” tanya Shaula, pembahasan soal orang ketiga selalu menarik dan Shaula kurang berpengalaman dalam dunia percintaan, mungkin dia akan belajar dari cerita Bara. Gadis itu merebahkan dirinya di atas kasur, mengurungkan niat untuk mengganti seragam sekolahnya.
Bara terdengar menghela napas. “Mereka belum tau kalau gue udah tau, sebenarnya mudah buat gue mutusin cewek ini, tapi gue males banget bermasalah sama temen gue sendiri,” jelas Bara. Sangat mudah baginya untuk menemukan orang baru, tapi pasti tidak mudah satu tongkrongan dengan seseorang yang jelas bersalah.
“Tapi mereka berdua penghianat.”
Bara tertawa lagi. “Iya gue benci banget sama mereka.”
Shaula mengangguk. “Jatuh cinta emang bikin bego sih, entahlah, gue sendiripun nggak seberuntung itu.”
“Kenapa?”
“Nggak pernah dianggap.”
“Padahal orang kayak gue nggak pernah setulus ini sama seseorang, bener-bener ya, serius sering kali malah menjadi candaan dalam sudut pandang orang lain.”
Benar sekali atau sebenarnya itu karena mereka terlalu bodoh dengan semua yang terjadi, terlalu fokus dengan cinta sampai lupa dengan kebaikan diri sendiri.
“Gue juga, lo bisa ngejer-ngejer gue begini, tapi cowok gue? Dia muji gue cantik aja nggak pernah. Gue dikejar banyak cowok, tapi gue ke dia kesannya murahan banget.”
“Sama gue aja apa?”
“Nggak!”
“Kenapa? Karena gue bandel?” Dan sebelum Shaula menerangkan kekurangannya, Bara lebih baik sadar diri duluan.
“Bukan.”
“Terus?”
“Lo nggak pernah salah, salahnya itu di diri gue, gue bego, lupa caranya ngelihat ketulusan dalam sudut pandang yang benar.”
Kalau ada hal yang harus ditertewakan di dunia ini, maka itu adalah dirinya sendiri.***
Duh gimana nih?
Katanya kan yang paling bahaya dari hubungan itu curhat sama orang lain, lawan jenis pula wkwkwkwk.
Jangan lupa vote & comment ya!
Dukung terus Bara Shaula!
![](https://img.wattpad.com/cover/268053766-288-k380000.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Shaula's Story
Novela JuvenilShaula bertemu dengan Bara saat cowok itu menghajar temannya. Sebenarnya tak ada yang spesial dengan pertemuan itu, tapi karena Bara merasa tertarik dengan Shaula, dia menghubungi Shaula duluan. Dari ketertarikan itu Bara terus berusaha mendekati S...