6. Bertemu

43 13 4
                                    

Setelah keadaan mulai kondusif, akhirnya geng Shaula bisa menjalani kehidupan sebagai mana mestinya. Willen sudah jauh membaik, bahkan beberapa kali ingin balas dendam dengan geng dari sekolah Bara. Shaula tentu menutup rapat cerita soal dirinya yang kini dekat dengan Bara. Ya meski kadang tak dianggap berada di sana, tapi Shaula masih butuh teman, untuk setidaknya membawanya nongkrong di mall seperti siang ini. Selepas pulang sekolah Justice mengajak untuk nongkrong sebentar, dia yang bayar semuanya.

Bara :
‘Di mana?’

Lihatkan? Sudah seperti pacar sendiri, padahal memangnya apa untungnya Bara mengetahui keberadaan Shaula saat ini?

Shaula membalas dengan menyebutkan nama salah satu mal yang ada di kotanya.

Bara :
‘Oh gitu.’

Shaula kembali meletakkan ponselnya.

“Arsen?” tanya Lilac.

Shaula menggeleng. “Emang dia pernah peduli sama gue?”

Yang lainnya mengedikkan bahu, mereka adalah saksi betapa cueknya Arsen pada Shaula.

“Putus aja sih.” Wiya angkat bicara.

“Udah,” kata Shaula agak lesu, dia paling lemah kalau sudah membahas soal Arsen.

Teman-temannya yang cewek membelalakkan mata. “Serius lo?” tanya Amora, setahu mereka Shaula teramat bucin dan kesannya jadi sangat bodoh, seperti tidak masuk akal akhirnya dia memutuskan putus.

Shaula mengangguk. “Capek banget soalnya ngebadut,” ujar Shaula, hanya dia yang berusaha, hanya dia yang selalu ingin bertahan dan lama-kelamaan ternyata dia menjadi sebuah lelucon untuk seorang Arsen.

Wiya yang berada di sebelah Shaula mengelus punggung Shaula. “Sabar ya.”

“Gue nggak peduli sih.”

“Makanya jangan suka pake aksesoris yang aneh La,” ujar Justice yang akhirnya bergabung dalam obrolan.


”Diem lo! Bikin mood gue jadi makin hancur lo!”

***

Semua teman-temannya memutuskan pulang sementara Shaula memilih tetap tinggal, bohong kalau dia baik-baik saja sekarang. Tentu saja Arsen bukan sosok yang akan mudah untuk dia lepaskan, tentu saja hubungan setahun belakangan membuat kesan yang sangat baik dalam hidupnya. Galau soal cinta itu benar-benar membingungkan, di satu sisi rasanya percuma, tapi di sisi lain tetap tak bisa biasa saja. Ya namanya juga perasaan. Apalagi perempuan, logikanya tak akan pernah menang jika hatinya mengatakan iya!

Dia biasa menghabiskan waktu sendirian, entah untuk menenangkan diri atau sekadar cuci mata. Kalau di mal seperti ini tentu cuci mata. Dia melihat-lihat ke beberapa toko. Kebetulan shaula sangat menyukai aksesoris jadi ya dia sedikit melihat-lihat.

Shaula masuk ke sebuah toko kemudian melihat-lihat di sana, dia menemukan sebuah gelang couple, gadis itu memperhatikan sepasang gelang hitam tersebut. Ah andai pacarnya bukan Arsen, pasti menyenangkan mempunyai gelang couple.

Bara :
‘Lo suka banget ya printilan begitu?’

Shaula mengerutkan dahinya, sadar bahwa Bara mungkin ada di lokasi yang sama dengannya, gadis itu mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru, dia tak menemukan satu orang pun yang ia kenal.

Shaula :
‘Kok lo tau.’

Bara :
‘Gue lihat lo.’

Shaula membelalakkan matanya karena terkejut, sekali lagi gadis itu menyapu pandang dan dia hanya mendapati rak-rak berisi pernak-pernik yang di jual di sana. Ada pun manusia lain, dia tak mengenalnya.

Shaula langsung memasukkan gelang couple yang ia pegang tadi ke dalam keranjang belanjaannya setelah itu membawanya ke kasir, dia masih takut dengan Bara, takut bertemu cowok itu, Shaula tak akan rela jika ciuman pertamanya direnggut oleh badboy modelan Bara.

“Makasih Mbak.” Shaula langsung melangkah cepat keluar dari dalam toko.

Kakinya baru melangkah, dia sudah niat akan turun ke lantai satu, namun begitu menuju eskalator, di sebelah eskalator bediri Bara yang melambaikan tangan ke arah Shaula, kontan gadis itu putar balik, dia berjalan cepat, meski tak tahu harus ke mana, Shaula tetap melangkah, yang penting tidak bertemu dengan Bara.

Bara tertawa melihat itu, tentu dia tak akan menyerah, dia mengikuti Shaula, sekarang rasanya lebih mudah karena Shaula sendirian.

Bara :
‘Kenapa menghindar?’

Shaula membaca pesan itu sembari bersembunyi di balik tiang besar mal, sesekali dia melihat ke belakang untuk memastikan kalau Bara tak mengikutinya.

Shaula :
‘Ya karena gue nggak mau ketemu lo.’

Bara :
‘Tapi gue pengen ketemu.’

Shaula :
‘Kenapa harus ketemu?’

Dia sedang sendiri dan menemui sosok seperti Bara adalah hal paling konyol yang ada di dunia ini, jangan lupakan fakta bahwa sekolah mereka berseteru, jangan lupakan fakta bahwa Bara sangat buaya dan jangan lupakan fakta bahwa Bara bisa dengan santai menghajar seseorang.

Bara :
‘Emang setiap hal harus ada alasannya?’
‘Kebetulan gue juga di mal ini, tadinya nonton sendirian.’
‘Nggak enak banget tau sendirian berdua aja yuk.’

Shaula :
‘Nggak mua!’
‘Jangan ikutin gue!’
‘Gue cuma mau cuci mata.’

Bara :
‘Lo mencolok banget sih!’
‘Suka banget lo pakai kalung anjing?’

Shaula tak sadar bahwa Bara kini berdiri di balik tiang yang sama dengannya, sengaja. Seru melihat Shaula panik begitu.

Shaula :
‘Namanya Chokker bukan kalung anjing.’

Bara :
‘Oke deh.’

Shaula :
‘Jangan ikutin gue!’

Bara :
‘Iya!’

Shaula mengembuskan napas lega, cewek itu juga memegangi dadanya sendiri, benar-benar tak bisa bernapas lega jika berurusan dengan sosok seperti Bara. Bara tertawa mendengar helaan napas itu, sebegitu mengerikannya kah dia?

Setelah gadis itu kembali melangkah, Bara mengikutinya dari belakang, kali ini dengan santai, hanya memperhatikan gerak-geriknya. Dia memang tak ada niat memakan Shaula, tapi semuanya akan berantakan jika Shaula sampai benar-benar ketakutan.

Bara :
‘Kapan-kapan nonton bareng ya.’

Shaula melihat ke ponselnya sendiri, dia memutar bola mata. Kalau di tempat ramai segini saja dia takut bagaimana bisa mereka masuk bioskop bersama, belum hilang diingatan Shaula bahwa cowok itu ingin menciumnya jika bertemu.

Shaula :
‘Nggak.’

Bara :
‘Gimana kalau ternyata nanti lo jatuh cinta sama gue?’
‘Yakin nggak bakal nyesel.’

Shaula :
‘Nggak akan.’

Bara :
‘Ketemu sama gue dan lo bakal tau gimana cara gue memperlakukan lo.’

Shaula :
‘Lebih baik nggak usah! Gue lagi nggak butuh cowok, butuhnya duit.’

Bara :
‘Gue punya duit, banyak, mau?’

Shaula :
‘Duit yang nggak dari lo!’

Kini posisinya Shaula duduk di sebuah kursi bersama dengan para bapak-bapak yang menunggu istrinya belanja, sementara Bara menyandarkan diri di pagar pembatas.

Bara :
‘Kenapa?’

Shaula memutuskan untuk tak membalas pesan itu, dia kembali melihat sekitar dan tak menemukan Bara, buru-buru dia turun ke lantai satu setelah itu masuk ke toko buku, pokoknya dia harus ke sebuah tempat yang paling tidak mungkin didatangi oleh Bara.
Shaula langsung menuju ke rak novel membuka-buka buku sample, berusaha menutup wajahnya dengan buku. Wangi yang menguar dari kertas novel cukup mampu membuatnya merasa sedikit tenang.

Sementara di sudut lain, Bara terkekeh melihat kelakuan cewek itu.

Bara yang memang selalu tak sabaran langsung mendekat ke Shaula, jantung Shaula mencelos begitu saja saat melihat sepasang kaki dengan sepatu kets kini berdiri tepat di depannya. Gadis itu merutuki dirinya sendiri, sejak awal Bara susah ditebak, seharusnya dia paham itu.

Karena Shaula semakin menutup wajahnya maka Bara menarik buku yang ada di tangan Shaula.

“Kenapa lo takut ketemu gue?”

“Karena gue takut lo cium!” Nada suara itu benar-benar tinggi membuat beberapa orang mengalihkan atensi ke arah keduanya. Shaula tak punya muka sekarang.

***

Jadi udah berapa lama ditinggal? Wkwkwk

Jangan lupa vote & comment!














Shaula's StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang