17 - PULANG

168 54 266
                                    

VOTE DULU BIAR GAK LUPA

SIAPIN MENTAL SEBELUM BACA

JANGAN LUPA SPAM KOMENTAR TIAP PARAGRAF BIAR RAME

••

Ada yang kangen gak sama Pak Hendra?

Orangnya muncul lagi di Part ini

Mau titip salam?

Mau titip salam?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

BAB 17 - PULANG

[Masih pantaskah disebut rumah, jika hanya penderitaan yang dirasakan oleh penghuninya?]

__________

Brakk

Terdengar suara pintu yang terbuka sangat kencang. Seketika Damar terpelonjak kaget dengan mata yang secara paksa harus terbuka. Sebenarnya matanya masih sangat lengket dan mengantuk, namun suara dobrakan pintu itu terlalu tajam menusuk ke gendang telinganya.

Damar menyoroti sekitarnya, menangkap siapakah sosok yang telah membangunkannya. Damar terlihat kebingungan saat mengetahui bahwa dia sudah ada di kamarnya, dengan Hendra berdiri tepat di depannya.

"BUATKAN AYAH KOPI!" suruh Hendra saat melihat Damar telah berhasil membuka matanya.

Damar masih tak percaya, ia berulangkali mengucek-ucek matanya yang tak gatal. Karena seharusnya malam ini ia masih berada di Rumah Sakit, dan baru boleh pulang pagi harinya.

"KAMU DENGERIN AYAH GAK! CEPAT!"

"Iya, yah. Tunggu sebentar," jawabnya dengan nada pasrah dan menunduk lesu.

Damar turun dari atas tempat tidurnya, ia kemudian berjalan dengan langkah gontai, masih berusaha untuk memperjelas pandangannya. Sebenarnya ini bukan hal baru, tapi yang membuatnya penasaran adalah bagaimana ia bisa berada di rumah ini.

Kondisinya memang sudah jauh lebih baik, kepalanya juga sudah tidak berdenyut nyeri. Darah yang biasanya mengalir dari hidungnya, kini sudah tidak ada lagi tanda-tanda akan keluar. Dirinya juga sudah tidak merasakan demam.

Damar berusaha abai akan hal itu, ia fokus berjalan menuju dapur untuk menuruti permintaan ayahnya. Damar juga berharap ada makanan di dapur, karena saat ini ia sangat lapar.

Sesampainya di dapur, ia mulai meracik kopi lalu menyeduh nya dengan air panas. Damar harus mendidihkan air lebih dulu, karena Hendra tidak mau menggunakan air hangat dari dispenser. Ayahnya itu memang sangat rewel.

Setelah itu ia mengaduknya dengan pelan menggunakan sendok kecil. Lalu, untuk memastikan rasanya, Damar mulai mencicipi kopi di hadapannya.

"Hm, udah pas! Pasti Ayah gak marah lagi!" ucapnya, kemudian tersenyum.

TENTANG DAMARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang