"Ice, berhenti dong!" Blaze yang terkenal sebagai sosok yang enerjik akhirnya kelelahan mengejar saudaranya, tanpa sadar bahwa dirinya kini berada di rooftop rumah sakit yang dirancang menjadi taman yang kecil.
Ice tanpa menjawab sedikit pun duduk di salah satu kursi taman dan membiarkan hembusan angin menerpanya dan mengacak-acak rambutnya. Blaze yang masih kelelahan mengikuti langkah Ice, ikut duduk di sebelah adiknya.
Ice mengambil es krim miliknya yang mulai mencair dari tangan Blaze, justru mengangkatnya tinggi-tinggi. Menutup matahari yang bersinar terang dengan es krimnya, membiarkan lelehan es krim itu jatuh dan sedikit mengotori jalan.
"Ah.. ternyata sejuknya es krim di lidah tetap tidak sanggup menggantikan panasnya mentari yang begitu terik." Padahal Ice sama sekali belum membiarkan es krim itu memasuki mulutnya, membuat Blaze terdiam kebingungan.
"Blaze," Ice biasanya memanggilnya dengan embel 'kak' meski rentang usia diantara mereka hanya satu tahun. Blaze sendiri tidak mempermasalahkan penyebutan 'kak' padanya. Tapi ketika Ice tidak memanggilnya dengan kata 'kak' seperti biasa, itu berarti ada hal yang sentimental yang ingin dia katakan.
"Jika kau harus bertarung hidup atau mati, melawan saudaramu sendiri.. apakah kau akan sanggup?"
☀🍁☀🍁
"Kakak habis berkelahi dengan siapa lagi?" Gempa melipat tangannya di dada sambil memasang ekspresi kesal. Dan juga dia lelah karena bertambah lagi jumlah pasien yang harus diurusnya.
"Ah.." Kali ini nama siapa yang harus dia sebut? Fang? Atau Gopal? Taufan berusaha merekayasa peristiwa agar Gempa tidak curiga.
"A-aku habis berkelahi dengan Fang. Kau tahu, untuk menentukan siapa yang akan jadi kapten untuk misi selanjutnya." Taufan tertawa pelan, berharap Gempa percaya.
"Kakak tidak pandai berbohong sama sekali." Dengan tatapan datar, Gempa duduk di kursi sambil bertopang dagu di sisi tempat tidur Taufan.
"Fang sedang dinas keluar dan baru akan kembali besok. Lain kali berpikirlah baik-baik sebelum berbohong." Gempa beranjak dari duduknya untuk mengambil segelas air.
"Yahh.. kupikir Gempa tidak tahu kalau Fang sedang dinas.." Taufan mengerlik, sejujurnya dia lupa kalau temannya itu sedang dinas.
"Huft.. aku tidak mengerti lagi apa yang Kakak pikirkan. Kenapa pula berkelahi di taman kota? Kakak tahu, taman kota sekarang terlihat seperti habis dilanda badai petir?" Tanya Gempa lalu meneguk air untuk melepas dahaganya.
"Ah.. dimana Hali?" Taufan berusaha mengubah topik, dia tidak punya ide bagus untuk membuat alibi di hadapan Gempa yang cerdik.
"Kak Hali sedang mengantar Thorn pulang." Jawab Gempa, meregangkan tubuhnya sejenak.
"Kakak harus segera mencari alasan sebelum Kak Hali datang. Dia pasti akan berkata 'kenapa kau berkelahi dan merusak fasilitas umum, hah? Apa kau sudah-"
"Gila? Oh bagus sekali Gempa, aku tidak tahu kau begitu mahir meniru diriku." Hali yang entah sejak kapan tiba, dia mencubit pipi Gempa tanpa ampun.
"Awh..mmwa-af!" Setelah itu barulah Hali bersedia melepaskan pipi Gempa.
"Kau tahu? Aku bercerita pada Komander kalau aku sudah bosan memarahimu. Lalu dia berkata bahwa dia ingin kau menemuinya setelah kau keluar dari rumah sakit. Beliau sendiri yang akan memarahimu karena merusak fasilitas umum." Ujar Hali dengan wajah meledek.
"Cih. Dasar pengadu." Taufan tidak perlu repot-repot menyembunyikan kekesalannya jika itu pada Hali, membuat dua kakak tertua itu selalu bertengkar dengan cara kekanakan dan membuat adik-adiknya kewalahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm the Demigod! (Boboiboy Fanfic AU) {END}
FanfictionDiantara Pekerjaan dan Saudara, mana yang akan kau pilih? Pekerjaan dengan segala gengsi dan jabatannya. Menuntunmu menjadi setinggi bintang di angkasa. Dengan gemerlap sanjungan yang membutakan mata. Atau saudara dengan kepercayaannya yang begitu r...