26 - Yes, I'm Bastard

336 37 1
                                    

Sebuah gudang tua yang berdebu, meski begitu peralatan seperti lampu masih berfungsi dengan baik. Sedikit berdebu dan juga lembab, dinding gua ini dilapisi peredam suara. Luas namun sangat kosong. Ditambah dengan desain atap yang dapat dibuka dan ditutup lewat remote. Entah kenapa Hali justru membawa mereka ke gudang kargo di sebelah pelabuhan yang sudah ditutup sepuluh tahun yang lalu.

"Kenapa.. kita justru datang kesini?" Tanya Taufan mengedarkan pandangnya.

"Dia barusan mengirimiku pesan untuk bertemu disini saja." Hali yang terakhir kali bergabung entah darimana itu mengangkat bahu.

"Dia?" Gempa dan Ice mendikte. Tunggu, siapa yang dimaksud Hali?

"Nanti juga kalian tahu."

Blaze muak. Dia sudah lelah menekan kesabarannya atas perilaku Hali yang tanpak tidak ragu menyerahkan adik-adiknya begitu saja demi karir semata. Tanpa berpikir dua kali, dia menerjang maju meninju wajah Hali dan membuat sudut bibirnya terluka. Ice dan Gempa langsung menahan tubuh Blaze untuk mencegahnya bertindak lebih jauh.

Blaze menarik kerah baju Hali. "Dengar ya, Brengsek! Pekerjaan memang penting. Aku tahu betul kau susah payah mendapatkan jabatan itu! Tapi kau yang seorang kakak sulung justru menjual adik-adiknya hanya demi jabatan?!"

Hali yang sejak awal tidak berniat membalas kemudian tertegun. "Sebenarnya, sebrengsek apa aku di mata kalian?"

Semuanya langsung melihat ke arah Hali. "Ya, aku memang brengsek. Tapi jika sampai menjual adiknya sendiri demi karir, itu namanya gila."

Blaze perlahan-lahan melepaskan tangannya dari baju Hali, mengambil langkah mundur beberapa langkah.

"Tunggu, jadi sejak tadi kalian pikir aku akan menyerahkan Thorn dan Solar begitu saja?"

"Yah.. kau membuat mereka pingsan lalu memborgol mereka, lalu membawa kita ke tempat asing. Jadi yah.." Jelas Taufan didukung anggukan dari adik-adiknya.

"Kalau tujuanku menyerahkan mereka, aku tidak perlu repot-repot mengajak kalian." Hali mengerlik. Bisa-bisanya dia dituduh sebagai pengkhianat disini.

"Ah, benar juga." Gempa dengan polosnya baru menyadari hal itu.

"Kalau begitu. Kenapa kita diajak-?"

Hali melepas jaketnya dan meregangkan tubuhnya, melakukan pemanasan sejenak. "Ck, tidak ada waktu lagi untuk menjelaskan. Intinya kita akan bertarung, lumpuhkan lawan sebanyak mungkin."

"Kita akan.. Apa?!"

"Wah, wah. Siapa sangka kalau seluruh kakak-kakaknya akan ikut mengantar kepergian adiknya? Apa ini akan menjadi perpisahan yang menyedihkan?" Sosok yang tidak asing lagi bagi mereka muncul, berdiri di bagian bangunan yang jauh lebih tinggi dari mereka. Akibat kosongnya gudang, suara lantang itu bergema.

"Kaizo..? Apa yang dia lakukan disini?" Komentar Blaze pelan.

Hali menekan senyum formalnya sebisa mungkin. "Kau terlambat lima menit. Memalukan rasanya White Bristle punya kapten yang terlambat."

"Oh, maaf saja." Kaizo mengerlik kesal, namun dia matanya tidak bisa bohong kalau dia benar-benar tertarik melihat dua inang Demigod yang ada di hadapannya. "Omong-omong.. kau sendiri yang merantai mereka berdua?"

"Begitulah. Akan repot kalau mereka mengamuk, tidak ada yang pernah menang melawan Demigod bukan?" Hali tersenyum simpul, mengangkat bahunya.

Kaizo tertawa angkuh. "Siapa sangka kau akan memperlakukan mereka seperti monster sungguhan?"

Hali terdiam sejenak. Kau yang monster, Laknat.

Hali berdeham. "Aku hanya melakukan tugasku. Aku Agent yang baik, bukan?"

I'm the Demigod! (Boboiboy Fanfic AU) {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang