Solar disudutkan sekumpulan orang bersenjata api. Dirinya terkekeh pelan, harus diakui dia sedikit kewalahan. Andai saja, dia bisa menghentikan pergerakan mereka meski sejenak–
Dan benar saja, seluruh tubuh mereka kecuali kepala terkurung dalam es yang tiba-tiba muncul. Dia tahu persis siapa pelakunya, menoleh ke belakang dengan senyum hangat, "Bukankah Kakak sudah puas bertarung tiga hari tiga malam di kandang singa?"
Thorn meninju pelan bahu adiknya. "Jangan cerewet. Sudah kubilang aku tidak akan membiarkanmu pergi kesana sendirian lagi."
Tawanya mengudara. Tidak ada yang lucu memang, dia hanya senang melihat bagaimana si penyuka tanaman itu mengkhawatirkannya. "Kalau begitu berdirilah di belakangku, aku tahu kakak sangat lelah jadi kakak cukup jadi support saja.
Thorn tersenyum "Then I'll gonna be your best support ever."
"Yeah. Mari kita hancurkan markas mereka."
☀🍁☀🍁
Blaze berjalan normal bahkan masih sempat berjingkrak kesana kemari, sambil bersenandung ria karena akhirnya bisa keluar dari belenggu rumah sakit. Padahal beberapa hari yang lalu dia masuk ke rumah sakit karena kakinya patah. Hali sedikit menyesal sudah khawatir setengah mati melihat yang dikawatirkan ternyata baik-baik saja.
"Mau heran, tapi ini Blaze." Taufan menopang dagunya.
Hali mengambil jaket denimnya lalu menarik kerah baju Taufan seakan mengangkat leher kucing, "Ayo. Kita langsung lanjut ke 'misi' berikutnya."
"Kalian mau pergi kemana? Adiknya baru pulang dari rumah sakit ditinggalin nih?"
Taufan menyingkirkan tangan Hali dari kerah bajunya. "Kau di rumah sakit itu habis pemulihan atau latihan salto? Sampai rumah bukannya istirahat justru jingkrak-jingkrak. Sangat tidak perlu dikhawatirkan."
"Kau istirahat saja, Blaze. Kami mau bebaskan Ice dan Gempa dulu." Jelas Hali.
"Kenapa aku tidak ikut saja?"
Ketukan pintu mencuri perhatian ketiganya. Taufan berjalan untuk membukakan pintu. Dan ketika pintu terbuka, Ice dan Gempa jatuh karena bersender pada sisi lain pintu.
"Ice?! Gempa?! Bagaimana kalian bisa ada disini?"
Mendengar Taufan berteriak, Hali dan Blaze cepat-cepat berlari ke pintu depan. Membantu Ice dan Gempa duduk dengan benar di sofa.
"Apa yang mereka lakukan pada kalian?"
Ice menggeleng. "Bukan itu yang harus kita bahas sekarang."
Gempa menatap Hali dengan sorot mata redup yang sungguh berbeda dari biasanya. Dia benar-benar lelah, tapi mereka tidak punya banyak waktu lagi. "Solar dan Thorn sudah mengaku pada kita berdua kalau mereka memang Demigod. Sekarang kita harus apa?"
"Gila. Mereka memberi tahu kita? Bukankah itu sama saja seperti bunuh diri?" Blaze menggigit bibirnya.
"Haruskah kita mencari bala bantuan untuk melawan Agensi? Ah, tidak.. kita tidak bisa melibatkan lebih banyak orang lagi." Gempa bermonolog.
"Semakin banyak orang yang terlibat, semakin rumit pula permasalahan ini." Taufan memijit keningnya.
"Resikonya besar jika mau melawan Agensi. Opsi paling aman untuk saat ini tentu saja melarikan diri. Aku ada kenalan yang bisa membantu kita kabur, persiapannya paling tidak hanya butuh satu hari saja." Selain Thorn, Ice adalah yang terbaik dalam mencari informasi, dengan gudang koneksinya yang tersebar dimana-mana.
Sekilas Hali tersenyum tipis. "Sehari terlalu lama. Aku ingin persiapan dalam sepuluh jam ke depan dijemput mini jet. Destinasinya terserah sepanjang itu adalah tempat yang jauh dari keramaian. Bisa?"
Ice terdiam lama menatap layar ponselnya. "..bisa. Tapi, kenapa cepat sekali?"
"Sehari terlalu lama. Kita tidak punya banyak waktu." Jawab Hali cepat.
"Terlalu lama? Tunggu. Berapa lama Agensi memberi kita waktu untuk menyerahkan Demigod-nya?" Taufan berseru.
"Sembilan jam lagi. Atau lebih tepatnya jam sebelas malam nanti." Hali mengangkat bahu santai.
"Apa?!"
"Kenapa kau baru bilang sekarang?!" Taufan kesal mengguncang tubuh kakaknya.
"Kalau begitu. Kita harus menjemput mereka segera 'kan?" Lagi-lagi Gempa melirik Hali.
Disaat semua mata tertuju padanya, Hali justru menggeleng. "Tidak. Kita tidak perlu menjemput mereka."
Blaze bangkit dari duduknya dengan kasar, berjalan dan berhenti tepat di depan Hali. Iris matanya yang senada dengan warna api menatap Hali sengit, "Kau tidak berniat meninggalkan adik-adik kita sendirian 'kan? Aku tidak mau pergi jika memang itu rencanamu."
"Kami juga." Dukung Gempa, yang lainnya ikut mengangguk.
Hali tertawa pelan. "Menggadaikan adik sendiri atau dipecat dan diasingkan memang pilihan yang berat. Aku kagum melihat bagaimana kalian kompak membela adik-adik kalian meski harus membunuh mimpi kalian sejak kecil."
Lalu dia tersenyum lebar memamerkan gigi taringnya. Tidak ada satu pun dari mereka yang mengerti makna dari senyum itu kecuali dirinya sendiri. "Tugas kalian sekarang hanya harus percaya padaku, dan ikuti saja apa rencanaku."
☀🍁☀🍁
"Kami pulang."
Setelah beres memporak-porandakan seisi Shadow Agent, mereka kembali ke rumah. Suasana rumah hening, sepi tanpa ada lampu yang menyala. Gelap gulita. Baik Thorn maupun Solar sama bingungnya, bertanya-tanya sekiranya kemana perginya kelima kakaknya itu.
Seseorang yang bersembunyi diantara kegelapan bergerak gesit mendekati mereka tanpa sedikit pun suara, menendang pelan kaki mereka dan membuat mereka terjatuh.
"Siapa-"
Bahkan sebelum keduanya sempat mencerna apa yang terjadi, sosok itu membekap mulut mereka dengan sapu tangan yang sudah dibaluri obat bius.
"Kak Hali! Apa-apaan kau ini?!" Blaze marah, yang lain pun keluar dari persembunyian masing-masing dan menyalakan lampu.
Sementara itu Hali memasang sikap acuh. Fokus mengikat kain untuk menutupi mulut Thorn dan Solar, juga tangan dan kaki keduanya yang dipasangi rantai dan borgol. "Aku belum menyuruh kalian keluar. Aku bisa melakukan ini sendiri."
"Melakukan apa?! Sebenarnya apa yang akan kau lakukan pada mereka?!" Kini giliran Ice yang murka.
"Cukup, Hali! Apa kau sudah gila?!" Blaze menarik tangan Hali paksa dan membuatnya berhenti menyentuh adik-adiknya.
Taufan hanya terdiam, dia merasa ada sesuatu yang tidak mereka pahami disini.
Gempa akhirnya ikut angkat suara. "Hal, mereka mungkin memang Demigod. Setengah dewa yang seharusnya keberadaannya tidak pernah ada di bumi ini. Kekuatan mereka ditentang seluruh dunia. Spirit tingkat khusus yang membawa kekuatan Demigod itu memang bersemayam di tubuh mereka. Spirit yang merenggut Tok Abah dari kita.."
"..tapi tidak ada satu pun dari kita yang ingin merasakan kehilangan lagi." Dan suasana hening seketika.
"Untuk terakhir kalinya, percayalah padaku. Setelah ini kalian tidak ingin menganggapku sebagai kakak pun tidak masalah. Kali ini aku tidak ingin membuat langkah yang akan kusesali."
hshshs pendek ya? Sebagai gantinya besok atau lusa aku bakal up next chap deehhh! :)
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm the Demigod! (Boboiboy Fanfic AU) {END}
FanfictionDiantara Pekerjaan dan Saudara, mana yang akan kau pilih? Pekerjaan dengan segala gengsi dan jabatannya. Menuntunmu menjadi setinggi bintang di angkasa. Dengan gemerlap sanjungan yang membutakan mata. Atau saudara dengan kepercayaannya yang begitu r...