08 - Unfinished Mission

278 39 0
                                    

Situasi terasa cukup canggung, setidaknya itulah yang dirasakan Thorn. Berjalan hanya berdua dengan Blaze di tengah hutan mati sepi tanpa ada tanda kehidupan, kecuali suara burung hantu yang terkadang bercuitan. Hening tanpa banyak percakapan. Blaze sibuk sendiri dengan hologram jam tangannya sambil bergumam, Thorn hanya mengikutinya.

"Em, jadi.. kapan yang lain datang?" Thorn mencoba bertanya kapan agen lain akan datang sehingga suasana canggung ini dapat segera musnah.

"Yang lain? Kita hanya berdua di misi ini." Ucap Blaze tanpa beban.

"Bagaimana bisa?!" Thorn refleks bersorak dan mengguncang pundak Blaze, dan Blaze hanya mengerjapkan matanya bingung. Thorn tertawa pelan, "Hehe, maaf."

"Yah.. sebenarnya aku yang minta sih." Blaze memutuskan untuk jujur soal ini, dia sadar dia tidak handal menutupi kebohongan.

Thorn terdiam, "Kenapa?"

"Ya.. tidak kenapa-kenapa juga sih. Lagipula, bagus 'kan? Aku sudah lama tidak jalan-jalan sama Thorn!" Ujar Blaze dengan senyuman lebar andalannya. Senyum yang meghangatkan siapa pun yang melihatnya, termasuk Thorn. Membuat Thorn ikut tersenyum.

"Memang benar sih. Jalan-jalan sama Kak Blaze juga pasti seru. Tapi, bukan itu masalahnya." Thorn sejak kecil sampai sekarang selalu dibuat tertawa oleh kelakuan jahil Blaze.

"Lalu.. apa masalahnya?" Blaze mengerlik.

Thorn lagi-lagi tertawa. Blaze termasuk agen terbaik di Agensi, tapi khusus dalam pertarungan saja. Untuk hal strategi dan analisis, Blaze memang harus belajar lagi lebih banyak. Dia terlalu banyak bergurau, itu membuat beberapa agen lain kesal.

"Memangnya Kakak sudah baca dengan teliti apa misinya? Apa misi kali ini dapat ditangani oleh dua orang?" Cecar Thorn.

"Ah, aku sudah baca kok rincian misinya.. sekilas. Yah, intinya kita hanya diperintahkan mengecek suatu tempat dan membuat laporan! Tidak susah 'kan?"

"Hmm.. kalau begitu, dimana tempatnya?" Thorn sebagai wakil di divisi pengawasan tentu sudah terbiasa terbiasa untuk meneliti dan menganalisis tempat maupun situasi, itulah mengapa dia begitu teliti untuk menentukan sebuah langkah.

"Tempat itu ada di.. sana." Blaze menunjuk hutan beringin yang dipenuhi kabut di sebrang sungai. Begitu tebal kabutnya sampai terik matahari siang ini tidak dapat menembus kabut itu. Tidak ada sedikit pun cahaya disana, tidak ada yang tahu pasti apa yang ada di dalamnya.

Blaze dan Thorn mematung melihat hutan horor itu, lalu keduanya saling melempar tatap. Menyiratkan rasa takut yang sama.

Thorn tertawa getir, "Bagaimana kalau kita buat tanda SOS dulu sebelum masuk?"

☀🍁☀🍁

Setelah memakan waktu cukup lama untuk membulatkan tekad melanjutkan misi demi harga diri, akhirnya mereka melangkah memasuki area hutan beringin itu. Benar-benar gelap sehingga mereka harus memakai senter di helm, itu pun hanya dapat menerangi sejauh tiga meter saja. Ditambah suasana lembab, dan setiap langkah dipenuhi genangan air.

"A-apakah tempatnya masih jauh, Thorn?" Meski takut, Blaze memaksakan diri untuk melangkah duluan. Lagi-lagi demi harga diri. Data peta hologramnya sudah dia kirim ke jam tangan Thorn dan menyerahkan tugas pemandu jalan pada adiknya.

"Tentu saja masih jauh! Kita bahkan baru masuk tiga langkah, Kak!" Thorn merengek, antara kesal dan takut.

"Memangnya tulisan di rincian misi masih seberapa jauh?"

"Tidak tahuu! Perintahnya kita harus cari data tentang inti hutan ini sementara kita adalah agen pertama yang pernah memasuki tempat iniii!" Thorn dalam hati meruntuki Blaze yang malas baca rincian misi meski dialah leader-nya.

I'm the Demigod! (Boboiboy Fanfic AU) {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang