11 - Our Super Hero

313 41 0
                                    

"Yo! What's up? Apa saja yang sudah kulewatkan selama aku 'cuti'?" Taufan dengan riang menyapa seisi penghuni ruang administrasi di hari pertamanya bekerja setelah sekian lama menghabiskan waktu hanya berbaring di atas ranjang rumah sakit.

"Oh, Taufan? Kau sudah kembali bekerja? Apa kau sudah merasa lebih baik?" Yaya tersenyum simpul selagi membereskan tumpukan dokumen yang baru selesai di-print.

"Tenang, aku sudah sehat seperti sedia kala! Bagaimana dengan tumpukan pekerjaanku? Pasti menumpuk sekali ya?" Taufan kehilangan semangat saat menanyakan pekerjaan.

"Tidak, tidak. Kau tidak punya tumpukan pekerjaan. Bagianmu selama ini sebagian besar dikerjakan Ice, Gempa juga sesekali ikut membantu. Jadi kau tenang saja." Yaya menjelaskan dan tentu saja itu membuat Taufan lega.

Taufan berusaha mengingat dia harus mentraktir Ice dan Gempa lain waktu sebagai ucapan terima kasih. "Ah, mereka memang adik-adikku yang baik. Kalau begitu, biar aku urus bagianku hari ini."

"Baiklah, tunggu sebentar ya. Aku akan mengambil bagianmu." Yaya kelihatan begitu sibuk dengan pekerjaannya, kelihatan begitu kewalahan.

"Ada apa, Yaya? Apa ada yang bisa kubantu?" Taufan jadi khawatir dibuatnya, memutuskan untuk menawarkan bantuan.

"Tidak apa, aku bisa.. seharusnya." Meski begitu terlihat jelas gurat kelelahan dari wajahnya, mungkin dia bergadang untuk bekerja beberapa malam belakangan.

"Tidak biasanya kau kewalahan seperti ini. Apa kau ada masalah dengan pekerjaanmu?" Tentu Taufan khawatir, gadis yang sebaya dengan kakak sulungnya itu sudah dia anggap sebagai kakak sendiri.

"Huft.. sejujurnya ini karena Hali. Pekerjaannya belakangan ini sangat berantakan, aku yang berposisi sebagai editor dokumennya jadi harus membetulkan dokumen miliknya. Belum lagi dia juga suka absen saat harus melatih Trial Agen. Tidak biasanya dia begini.. apa kau tahu apa yang sebenarnya terjadi padanya?"

Taufan terdiam. Pantas saja dia punya firasat tidak enak mengenai semuanya, terutama mengenai Hali. Dia sangat yakin, pasti kakak sulungnya itu terlalu banyak menyimpan masalah sampai begini jadinya.

"Kau tunggu saja disini. Sekarang juga aku akan bicara dengan Kak Hali." Taufan tersenyum tipis.

Dia berjalan cepat menuju tempat kakaknya berada. Perasaannya campur aduk. Di satu sisi dia khawatir dengan kondisi Hali yang nampaknya jauh lebih buruk dari dugaannya. Di sisi lain dia kesal karena kecerobohan kakaknya sampai merepotkan orang lain.

"Hali, aku mau bicara." Taufan membuka ruangan pribadi Hali dan menemukan ruangan kosong, dengan laptop Hali yang masih menyala dan dokumen yang berantakan di meja. Sampai tatapannya bermuara di tubuh kakak sulungnya yang terbaring lemah tak berdaya di lantai.

"Cih!" Panik dan khawatir bercampur menjadi satu di pikirannya. Segera dia bawa Hali yang kehilangan kesadaran ke unit kesehatan, komentar riuh dari sekitar menambah panik Taufan.

Tubuh Hali yang terasa ringan di dekapannya, juga bibir pucat Hali membuat batin Taufan semakin tersiksa oleh rasa khawatir. Sebenarnya seberapa banyak luka yang dia simpan rapat-rapat di dalam pikirannya? Taufan menghela nafas berat.

Seluruh kekuatan yang dimilikinya rasanya raib begitu saja setelah dia merebahkan tubuh Hali ke ranjang pasien. Dia memilih menunggu diluar dengan gusar selagi tim medis memberikan pertolongan pertama pada kakaknya.

Taufan menyenderkan tubuhnya pada dinding, mengacak surainya kasar. Hali memang tidak pernah membuat adik-adiknya khawatir, namun sekalinya dia membuat adiknya khawatir beginilah jadinya.

Dia hanya menghela nafas kasar, menggeleng pelan. Jika Hali bertanggung jawab atas keenam adiknya, maka Taufan-lah yang bertanggung jawab menjaga Hali. Dan melihat Hali pingsan di kantornya pagi ini, membuat Taufan merasa tidak berdaya.

I'm the Demigod! (Boboiboy Fanfic AU) {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang