22 - The Honesty

314 40 8
                                    

Tidak ada yang angkat suara diantara mereka, membiarkan taksi membawa mereka pulang. Taufan sesekali melirik ke arah kakak sulungnya, penasaran apa yang dia pikirkan sampai sebegitu kalutnya ekspresi di wajah itu. Dan mereka berdua sampai di rumah.

Dengan kondisi rumah yang masih kacau-balau, mereka ingin mengistirahatkan diri sebelum fajar menjemput. Taufan membayar taksi sejenak sementara Hali melesat masuk ke rumah dengan acuhnya.

Taufan memasukkan kedua tangannya ke saku celana, sembari melangkahkan kaki masuk ke rumah. Mencoba mendekati kakaknya yang tampak jauh dari kata baik.

"Hal-"

Pintu dibanting Hali tepat di depan wajah Taufan, dia hanya bisa menghela nafas kasar. Dia memilih untuk ke kamar mandi dan mengganti pakaiannya yang penuh noda dan sobekan. Namun saat dia selesai dan melewati pintu kamarnya, dia mendengar dentaman bertubi-tubi yang berasal dari dalam kamarnya.

Dengan firasat aneh, dia membuka pintu itu perlahan. Dan menemukan Hali tengah meninju dinding sampai tangannya terluka, tidak berhenti meski darah terus menetes.

Taufan menarik tangan Hali paksa, hingga mata semerah darah dan mata sebiru langit itu bertukar tatap sengit.

"Kau itu kenapa, hah?!"

"Lepas! Aku tidak butuh perhatianmu!" Dengan kasar Hali menarik kembali tangannya dan kembali meninju dinding.

Taufan juga sama berantakannya. Dia tidak bisa berpikir jernih dan memikirkan cara untuk membujuk Hali. Dia menendang Hali dan membuatnya jatuh tersungkur. Hali terdiam beberapa saat, tidak menyangka Taufan akan menendangnya tiba-tiba seperti ini.

Dia.. barusan dia menendangku?

"Aku juga capek, Hal! Aku juga frustasi! Bukan kamu sendiri yang tertekan disini! Kalau kamu cuma diam begini, aku engga bisa paham apa yang ada di pikiran kamu!"

Hali bangkit dengan membuang nafas kasar dan mata yang masih berkilat marah. Dia melepas tinju dan membabi buta menyerang adiknya. "Kau tidak akan faham!"

"Kau yang tidak cerita padaku!"

Hali tidak tahu, dia hanya ingin melepas segala beban pikirannya melalui setiap pukulan yang dia kirim. Dia tidak berani menatap Taufan yang menatapnya intens, dia hanya berani melihat ke arah bawah, atau ke arah mana pun asal matanya tidak bertemu dengan iris biru itu.

Tanpa Hali sadari, Taufan mati-matian menekan emosinya dan sama sekali tidak berkutik, menerima mentah-mentah tinjuan dari Hali tanpa menangkis apalagi memberi balasan. Baginya, itu jelas lebih baik dibandingkan Hali yang menyakiti dirinya sendiri seperti tadi.

"Kau pasti tahu sesuatu tentang ini 'kan?"

"Kalau iya, kenapa?! Kau tidak terima aku merahasiakannya darimu?"

Taufan berdecak kesal. "Ini bukan tentang kenapa kau merahasiakannya dariku, Hali! Aku bertanya kenapa kau tetap diam, bahkan setelah insiden seperti ini, kau tetap diam?! Apa kau menunggu salah satu dari kami mati dulu, baru kau mau bicara? Begitu?!"

Hali langsung terdiam, mencerna perkataan Taufan baik-baik, "Kau benar.. ini semua salahku, iya 'kan?"

"Ya! T-tidak.. Ck! Bukan begitu-!"

"Justru karena insiden ini aku jadi semakin takut untuk bicara! Kalau aku tidak bicara, aku dan Solar tidak akan bertengkar di ruang makan tadi! Aku mungkin tidak akan membuat Thorn dibawa pergi oleh Shadow Agent tadi!! Kalau aku tidak bicara, kita akan tetap bersama-sama seperti tadi!!"

"I-itu bukan salahmu.."

"Bukan salahku?! Fan, tiga adikku diculik! Satu adikku sedang kritis di rumah sakit!! Dan satu adikku menghilang, entah bagaimana kondisinya sekarang!! Kalau bukan aku, itu semua salah siapa?!"

I'm the Demigod! (Boboiboy Fanfic AU) {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang