(C O M P L E T E)
[2 OF HEART UNIVERSE]
"Young-ah. Bisakah kau kerjakan PR-mu dulu?"
"Acara televisinya belum selesai, Paman. Besok aku kerjakan."
"Besok? Menyontek temanmu yang sudah selesai?"
Ayolah, hidup Hwang Jimin jelas berbeda sekali setelah...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
And when you smile The whole world stops and stares for a while 'Cause girl you're amazing Just the way you are
_Just the Way You Are
-----
"Apa ibu tidak kesulitan memberikan sambutan pada calon Nyonya Hwang yang baru?"
Jimin hampir saja merutuki kalimat yang sudah diucapkannya tiga hari lalu. Bergelanyut memaksakan otak sebatas memikirkan persoalan pernikahan. Sejujurnya saat itu Jimin mau bilang –Aku hanya bercanda. Jangan diambil serius. Sialnya ibu dan ayah Jimin terlanjur bersujud kesenangan.
Lebih-lebih netra Jimin sudah terpikat pada diri Min Young yang memaku terkejut. Rasanya kalau sampai niatannya terucap, pasti akan melukai wajah yang menghadap pada kesyukuran penuh. Jimin tidak bisa berkutik akan kalimat sialnya. Detik itu juga tubuhnya dipeluk hangat oleh Daybin.
Itu terjadi begitu cepat.
Sampai akhirnya Hwang Jimin menghadap pada ibu Min Young dengan segala kesepakatan yang telah dibuat. Meniti kembali pemandangan yang begitu menjadi atensinya, wajah Park Min Young.
Jimin melirik arloji di pergelangan tangan. Sudah lewat beberapa menit waktu pulang Min Young dan kabar buruk kalau sampai gadis itu keluar terlambat. Seharusnya Min Young sudah tahu hari ini Jimin berjanji menjemput agar bisa memilih gaun bersama Daybin.
Itu terjadi begitu cepat.
Sampai akhirnya Hwang Jimin menghadap pada ibu Min Young dengan segala kesepakatan yang telah dibuat. Meniti kembali pemandangan yang begitu menjadi atensinya, wajah Park Min Young.
Jimin melirik arloji di pergelangan tangan. Sudah lewat beberapa menit waktu pulang Min Young dan kabar buruk kalau sampai gadis itu keluar terlambat. Seharusnya Min Young sudah tahu hari ini Jimin berjanji menjemput agar bisa memilih gaun bersama Daybin. Tentu ini bukan keinginannya, melainkan sang ibu yang terus memaksa.
Berulang kali Jimin melirik arloji, sudah mendengar juga bisik-bisik dari beberapa siswi yang berlalu melewatinya. Tapi Jimin memilih menulikan rungu.
Hwang Jimin sudah tidak asing dengan sekolah ini, yang kebetulan pemiliknya adalah pamannya sendiri. Bahkan sering meminta Jimin mengajar atau mungkin memberikan pencerahan pada muridnya, tapi Jimin tidak suka dipaksa.
"Dia membangunkan sisi lainku," lirihnya geram. Mengepalkan tangan bersamaan dengusan napas kesal meluruh pada udara.