2. Rencana penyerangan

240 38 30
                                    

Di desa pedalaman Kuban, tepatnya pada tahun 1950. Disana, ada kelompok prajurit desa bernama prajurit Kamba. Kelompok itu diketuai oleh seorang lelaki bernama Halim.

Halim dan kelompok prajuritnya hari ini akan menyerbu desa Sumut. Desa yang tidak lain adalah musuh desanya sendiri. Desa itu punya banyak kekayaan yang tidak di miliki desa Kuban. Oleh karena itu, mereka ingin menyerang untuk mengambil tanah wilayahnya. Sebelum menyerang, Halim mendirikan markas di wilayah yang tidak jauh dari desa tersebut.

Markas itu dibuat dari bambu serta atapnya yang dibuat dari pelepah kelapa. Di markas itu, Halim sudah menyiapkan strategi untuk menyerang desa Sumut.

Di ambang pintu markas, Halim dikejutkan oleh seorang prajurit yang melapor melihat mayat adiknya tergeletak di tepi sungai desa Sumut.

"Apa benar itu adalah adikku?." tanya Halim memastikan pada orang yang melapor.

"Benar, itu adalah Adikmu" jawab prajurit itu dengan wajah penuh yakin.

"Kalau begitu, tunjukkan aku dimana mayatnya"

Prajurit itu berjalan keluar dari markas. Diikuti oleh Halim di belakangnya.

Mereka berjalan sekitar 100 meter dari markas. Hingga tepat di tepi sungai yang dituju, dilihat mereka sosok mayat lelaki tergeletak dengan tubuhnya berlumuran darah. Ditubuh itu ditutupi 3 helai daun pisang.

Halim mendekati mayat itu. Mayat yang kini sudah dilihatnya pucat pasi. Halim sadar itu adalah mayat adiknya. Sehingga rasa kesal mulai tampak menyelimutinya. Dia pun menatap dua prajurit desa didepannya.

"Siapa yang melakukan ini padanya?"

Satu dari prajurit itu gemetar. "Itu.."

"Katakan!" teriak Halim.

"Saya tidak tau pasti siapa dia, tapi saya yakin dia adalah salah satu prajurit wanita desa Sumut"

"Apa kau yakin benar-benar melihatnya?" tanya Halim memastikan lagi.

"Iya, saya benar-benar melihatnya"

"Sial"

Beberapa saat, Halim berdiri terpaku memandangi wajah adiknya, wajah yang ia begitu ingat pernah mengisi hari-harinya selama hampir lebih dari 20 tahun. Wajah yang sering dilihatnya pertama kali saat sudah membuka matanya dari tidur. Wajah itu kini sudah pucat pasi, dengan ada lumuran darah yang menutupi seluruh tubuhnya. Dilehernya terdapat sayatan pedang. Sayatan itu di yakini Halim adalah penyebab adiknya terbunuh. Ada juga beberapa sayatan lainnya disekujur tubuhnya. Halim mendekat ke telinga adiknya lalu berbisik sesuatu.

"Siapapun orang yang membunuhmu, aku tidak akan pernah membiarkannya hidup". Ucapnya

Dia lalu menyuruh prajurit membawa mayat adiknya pulang ke desanya, yaitu desa Kuban.

Selepasnya, dia mulai menyusun strategi menyerang desa Sumut.

"Malam ini juga kita akan menyerang desa Sumut"

"Kenapa ingin terburu-buru?"

Suara itu datang dari salah satu prajurit yang merupakan teman akrab Halim. Namanya Mansur.

Halim menoleh padanya. Wajahnya tampak bingung bercampur emosi.

"Mengapa kau bertanya padaku seperti itu? tidakkah kau melihat mereka membunuh adikku?"

Mansur tersenyum.

"Aku sudah bisa tau alasanmu" katanya

Dia lalu menepuk bahu Halim dan berkata; "Kalau begitu, aku akan membantumu malam ini"

Keduanya pun langsung bergegas menuju markas.

Didalam markas, sudah ada beberapa prajurit yang berkumpul. Mereka semua menunggu arahan dari Halim. Satu per satu Halim menatap prajurit tersebut. Wajahnya cukup yakin bahwa mereka akan berhasil mengambil tanah desa Sumut malam ini.

"Aku percaya pada kalian semua" ucapnya seraya menepuk satu persatu bahu prajuritnya.

Mansur juga demikian, dia menepuk bahu Halim dan berkata padanya, "aku juga percaya padamu"

Mereka semua kemudian menunggu waktu untuk bisa menyerang desa Sumut.

Beberapa jam tepat sebelum waktunya tiba, Mansur menghampiri Halim yang saat itu dilihatnya tengah menajamkam pedangnya di dalam markas. Dia bertanya pada Halim tentang niatnya lagi.

"Apa kau benar-benar sudah yakin dengan niatmu menyerang desa Sumut?."

"Aku sudah yakin, Mansur. Karena aku sudah tidak sabar ingin menemukan siapa pembunuh adikku." Jawab Halim yang masih terus menajamkan pedangnya.

Wajah Mansur saat itu seperti gelisah setelah mendengar jawaban Halim.

"Kau baik-baik saja?" tanya Halim mengamati wajah Mansur.

Mansur mengangguk sambil tersenyum.

"Jangan katakan bahwa kau khawatir dengan keluargamu." tebak Halim

Mansur adalah salah satu prajurit yang punya anggota keluarga di desa Sumut. Rencana penyerangan terhadap desa Sumut membuatnya cukup khawatir. Terlebih, disana ada keluarganya yang tidak lain adalah paman serta adik perempuannya yang memilih menetap di desa Sumut.

"Aku baik-baik saja." kata Mansur dengan wajah yang tenang.

"Kau yakin?"

"Kudengar penduduk desa Sumut di asingkan jauh dari tempat perang desa" ungkap Mansur

"Kuharap begitu" balas Halim

Keduanya pun akhirnya bersiap-siap menyusun rencana menyerang desa Sumut. Rencana Halim ingin menyerang desa Sumut adalah saat situasi penduduk desa sedang lengah. Yaitu saat mereka tengah tertidur pulas tepat tengah malam. Saat itu, mereka akan menyerang dari 4 arah yakni dari arah barat, timur, utara, dan selatan. Dengan mengandalkan prajurit desanya berjumlah 400 orang, Halim percaya mereka akan bisa mengambil wilayah desa Sumut.

Dan waktu malam yang ditunggu akhirnya tiba.
mereka pun mulai melancarkan rencana.

Dimarkas, Halim sudah siap dengan pedangnya yang disarung. Begitupun dengan semua prajurit sudah siap dengan pedangnya masing-masing.

Mereka semua tampak bersemangat, tapi tidak dengan Mansur. Dia begitu khawatir dengan keselamatan paman dan adik perempuannya di desa yang akan mereka serang. Apa mereka nantinya akan selamat atau mereka justru akan mati oleh penyerangan mereka malam. 

Tak ingin Halim tau dengan rasa khawatirnya itu, dia buru-buru memimpin prajurit Halim.

"Apa kalian sudah siap?!" Teriak Mansur pada beberapa prajurit yang sudah berbaris.

"Siap!"

"Baiklah, kita akan menyelinap masuk ke desa Sumut malam ini"

Dia menatap wajah prajurit satu per satu.

"Aku akan membagi kelompok prajurit menjadi 4. Masing-masing kelompok berjumlah 100 orang. Apa kalian dengar?!"

"Siap, kami dengar!"

Mansur pun membagi semua prajurit kedalam beberapa kelompok.

Saat itu, dia dan Halim memimpin kelompok yang berbeda. Halim memimpin kelompok bagian selatan dan barat, sedangkan Mansur di bagian timur dan utara.

Setelah semua bersiap, mereka pun perlahan menyelinap ke desa Sumut malam itu juga.

Anna - Istriku yang Buta dan Sakit JiwaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang