Bagi adat desa Sumut, tak perlu menunggu persetujuan si wanita untuk menerima pinangan dari seorang lelaki. Karena bagaimanapun, keputusan pinangan datang dari para pemangku adat. Terlebih, pinangan itu juga datang dari lelaki yang diketahui adalah ketua prajurit desa seberang.
Di rumah Rambang, sudah di gelar anyaman tikar panjang. Diatasnya ada daun sirih, pinang, baju penganten dan beberapa perlengkapan yang akan di gunakan untuk upacara pernikahan.
Sebelum upacara pernikahan di langsungkan, Anna harus menjalani adat desa Sumut yaitu di pingit di rumah Rambang. Pingit itu di maksudkan untuk membuat wajah mempelai wanita bisa berseri ketika berjumpa dengan calon suaminya nanti.
Di atas dipan kayu, Anna duduk termenung memikirkan nasibnya kelak. Nasib yang akan dipersunting menjadi istri oleh lelaki yang masih asing baginya.
"Namanya Halim Zainuddin, dia ketua prajurit desa Kuban" ucap seorang perempuan yang sudah duduk di samping Anna. Namanya Mamak Ise, istri dari Datuk Sutan.
"Apa sebabnya Datuk Sutan ingin menikahkanku dengan Halim Zainuddin?"
"Datuk dan para pemangku adat ingin agar desa Sumut yang sudah dikuasai prajurit desa Kuban masih bisa ditempati oleh warga Sumut. Untuk itu, mereka mengadakan musyawarah dan meminta Halim untuk bisa menyetujuinya. Tapi Halim hanya bisa menyetujuinya asalkan dia bisa mempersuntingmu" jelas mak Ise.
"Apa?!" ucap Anna dengan wajahnya yang terkejut. Dia tidak habis pikir dengan permintaan pemuda itu. Bagaimana mungkin dia ingin mempersuntingnya hanya karena ingin memenuhi keputusan musyawarah itu.
"Apa datuk dan para pemangku adat lainnya setuju?"
Mak Ise mengangguk pelan. Meski ia berat untuk mengatakan ini pada Anna, tapi menurutnya Anna juga perlu tau alasan dia dipersunting Halim. Terlebih, keputusan dipersunting itu mendadak terjadi dalam satu malam. Tentu saja itu membuat Anna tidak dapat berbuat apa-apa lagi. Hatinya bagai remuk, di sapu oleh terpaan harapan para pemangku adat untuknya. Harapan untuk mendamaikan kedua desa, yaitu desa Sumut dan Kuban.
Tak tersisa.
Kini dia bangkit dari dipan kayu, tatapannya tertuju ke luar jendela. Disana, dia menatap para gadis desa Sumut yang menumbuk padi dengan lesung.
"Sudah lama aku mengabdi sebagai prajurit wanita di desa Sumut" katanya
"Aku meninggalkan kewajibanku sebagaimana halnya gadis desa Sumut pada umumnya"
Mendengar itu, isak tangis mulai terdengar dari bibir mak Ise.
"Siapakah aku hari ini yang telah di cap dahinya oleh seorang lelaki tanda dia akan mempersuntingku?" Ucap Anna lagi
"Kau adalah calon istrinya Halim Zainuddin"
"Tidak, mak Ise," bantahnya. "Aku hanyalah seorang prajurit yang ditunda kehormatannya hari ini. Yang harusnya dia berjuang tapi malah di kubur kehormatannya," kata Anna dengan mata yang masih memandang ke luar jendela.
Anna kemudian berbalik menatap wajah mak Ise. Wajah yang kini dilihatnya telah berlinangan air mata. Dia lalu berkata pada mak Ise "aku hanyalah gadis yang dipingit"
Dari balik pintu kamarnya, muncul seorang lelaki yang melihat ke arah Anna, yang itu tidak lain adalah Datuk Inggih, pemangku adat tertua desa Sumut.
"Bersabarlah duhai cucuku, hari ini kau adalah gadis yang dipingit. Besok kau sudah menjadi istri dari Halim Zainudin. Siapakah mereka yang berharap memperoleh kehormatan sebagai istrinya?. Mereka adalah para gadis desa Sumut. Tapi nak Halim, dia malah ingin mempersuntingmu. Di hadapan para pemangku adat, dia mengajukan syarat itu. Dia ingin memberikan kehormatanmu sebagai prajurit desa untuk mendamaikan desa Sumut dan Kuban"
KAMU SEDANG MEMBACA
Anna - Istriku yang Buta dan Sakit Jiwa
RomanceBagaimana rasanya memiliki seorang istri yang buta dan sakit jiwa? begitulah nasib yang harus di rasakan oleh Halim Zainudin. Seorang pemuda berasal dari desa Kuban yang menikahi Anna Manika di tahun 1950. Pernikahan itu awalnya didasari oleh motif...