8. Kejadian di perahu

146 25 1
                                    

Perjalanan ke desa Sumut memakan waktu sekitar 30 menit. Tapi dengan kuda yang ditunggangi Halim, dia yakin akan bisa sampai di desa Sumut dalam waktu 15 menit.

Sepanjang perjalanan itu, tangan kiri Halim memegangi Anna. Takut ia jatuh dari kudanya. Sedangkan tangan kanannya memegang tali kekang kudanya.

Disisi kanan-kiri jalanan desa, para mamak dan datuk yang berjalan tampak mengamati mereka. Jarang-jarang mereka melihat Halim menunggangi kuda bersama istrinya. Terlebih istrinya adalah seorang mantan prajurit wanita desa seberang.

Suara kuda Halim terus terdengar di sepanjang jalan bebatuan desa. Beberapa orang yang melintasi jalanan desa ada yang tampak menyapa Halim. Namun Halim tak sedikitpun membalas sapaan mereka. Dia malah terus fokus mengendarai kudanya. Padahal bisa dibilang, laju kudanya tidak terlalu cepat tapi juga tidak terlalu lamban.

Melihat Halim yang tak membalas sapaan dari mereka, Anna langsung berkata padanya, "tidak bisakah kau sedikit tersenyum pada mereka?"

"Tersenyum?"

"Iya. Maksudku seperti ini" Anna menyunggingkan senyum dengan tangannya pada bibir Halim, membuat Halim hampir kehilangan fokus mengendarai kudanya.

"Tidak bisakah kau duduk diam?" ujar Halim seraya memelankan laju kudanya.

Anna tertawa sedikit terkekeh. Suaranya nyaris tak terdengar didepan Halim. Dia berpikir sejenak. Rasanya memiliki suami yang bahkan tak ingin tersenyum pada orang ketika menyapanya adalah hal yang menurutnya berbeda.

"Halim, apa kau pernah mendengar ungkapan senyum adalah bahasa komunikasi paling sederhana?" tanya Anna yang memperhatikan Halim mengendalikan laju kudanya.

Halim tak menjawabnya sama sekali. Dia terus memacu kudanya dalam kecepatan yang normal.

"Ayolah, Halim. Beri aku sedikit pendapatmu saja"

"Berhenti bicara, Anna. Aku akan mempercepat laju kudaku"

Ah, lagi-lagi dia seperti ini. gumam Anna

Halim tampaknya tipe suami yang bahkan menyebalkan dari yang lain. Wajahnya mungkin terlihat tampan, tapi tidak dengan cara bicaranya atau sikapnya yang terkesan kaku.

"Kita akan kesana" ucap Halim.

Dari atas kuda, Anna bisa melihat tempat yang dimaksud Halim adalah danau besar yang di tepiannya terdapat beberapa perahu. Di depan perahu-perahu itu berdiri para Datuk dan Mamak yang entah sedang menunggu siapa.

"Untuk apa kita pergi kesana?"

"Bukankah kau bilang kau ingin ikut denganku?"

Anna tak merespon ucapan Halim. Tatapannya tertuju pada danau yang berada di bawah jembatan kayu yang mereka seberangi. Danau itu begitu luas dengan kedalamannya yang Anna sendiri tidak bisa perkirakan. Danau itu membelah di antara desa Kuban dan Sumut. Satu-satunya yang menghubungkan kedua desa itu adalah jembatan yang saat ini mereka seberangi.

Beberapa saat setelahnya, Halim menarik tali kekang kudanya. Dengan segera dia membantu Anna turun dari kudanya.

"Kau bisa disini jika kau mau" ucap Halim padanya.

Halim bergegas pergi meninggalkan Anna dan menghampiri para Datuk dan Mamak yang sedang berkerumun. Satu diantara mereka yang Halim temui pertama kalinya adalah Datuk Sutan. Mereka berdua tampak berbicara sebentar. Sampai pandangan datuk Sutan tertuju pada Anna yang berdiri tak jauh darinya. Dia menghampiri Anna.

"Anna" sapanya

Anna langsung mencium tangan datuk Sutan begitu melihatnya.

"Apa yang kau lakukan disini, Anna? apa kau ikut dengan Halim?"

Anna - Istriku yang Buta dan Sakit JiwaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang