Halim dan kelompok prajuritnya berhasil menyelinap masuk ke desa Sumut malam itu. Di sana, Halim melihat beberapa rumah warga tampak ditutup rapat. Para warga desa itu seperti sudah tau desa mereka akan di serang. Maka Halim dan para prajuritnya bergegas mencari rumah yang diketahui adalah rumah milik pemimpin desa Sumut bernama Datuk Sutan. Namun ditengah pencarian itu, mereka malah di kepung oleh para prajurit desa Sumut, membuat Halim dan prajuritnya cukup kaget.
"Maju kalian!" teriak Halim pada prajurit desa Sumut
Diantara prajurit itu terdapat salah satu prajurit wanita yang diyakini Halim adalah pembunuh adiknya. Prajurit wanita itu terlihat memakai kain hitam yang menutupi sebagian wajahnya.
Dia mendekat ke arah Halim sembari memegangi pedangnya. Halim yang tau wanita itu hendak menyerangnya langsung menyerang wanita itu lebih dulu.
Namun sial, Halim yang terluka lebih dulu dibanding wanita itu. Tangannya tergores pedang wanita itu cukup parah. Sampai dia tidak kuat memegangi pedangnya.
Saat itu semua prajurit juga sedang sibuk menyerang musuhnya. Mereka tidak melihat kondisi Halim yang terluka cukup parah. Sampai ada salah satu prajurit Kuban yang langsung menyerang wanita tadi dan membuatnya juga terluka cukup parah.
Tidak ingin kehilangan kesempatannya, Halim menyerang wanita itu hingga membuat rambutnya yang terikat jatuh terurai begitu saja.
Melihat itu, Halim seolah begitu terpesona. Namun dia langsung menusuk dada wanita itu dengan pedang miliknya. Wanita itu jatuh seketika di atas tanah tak sadarkan diri. Darahnya terus mengalir.
Halim kini berada di atasnya. Sambil memegangi pedangnya, dia hendak menusuk lagi wanita itu. Namun sebelum menusuknya, dia sempat menarik lepas kain hitam yang menutupi wajah wanita itu.
Kain itu terlepas, hingga Halim bisa melihat wajah putihnya itu. Wajah yang menurutnya cantik, dengan alis yang bahkan bisa dibilang cukup tebal ditambah hidungnya yang juga terlihat mancung. Seperti perpaduan kecantikan yang menurut Halim sempurna.
Beberapa saat, Halim masih tertegun menatap wajahnya itu. Namun tiba-tiba dari arah kejauhan, didengarnya suara teriakan yang datang dari seorang lelaki tengah berjalan menghampirinya.
Halim menoleh. Matanya sedikit disipitkannya, mencoba untuk menebak siapa lelaki yang datang ke arahnya. Lelaki itu tidak lain adalah lelaki paruh baya yang tampak memakai ikat kepala serta pakaian hitamnya.
Halim bisa tau itu adalah Datuk Sutan. Pemimpin desa Sumut yang mereka cari. Dia berjalan mendekat kearah Halim membawa obor. Dibelakangnya juga tampak beberapa orang prajurit Sumut membawa obor.
"Lepaskan wanita itu" ucap Datuk Sutan yang kini sudah berada dihadapan Halim.
Halim berdiri mendekat ke wajah Datuk Sutan. "Apa kalian sekarang sudah mengaku kalah?"
"Kau pikir kami akan mengaku kalah dengan mudah?" ujar salah satu prajurit Sumut di belakang Datuk Sutan.
Prajurit itu bernama Salman. Dia tidak lain adalah anak dari Datuk Sutan.
"Cukup, Salman. Kita mungkin tidak punya banyak waktu untuk ini"
"Katakan, apa yang ingin kalian lakukan?" tanya Halim
"Kami ingin berdiskusi denganmu di rumah Rambang" Ucap Datuk Sutan.
Rumah Rambang adalah sejenis rumah yang biasa di pakai untuk musyawarah para pemimpin adat. Bisa dibilang rumah itu seperti rumah adat di tahun ini. Tapi punya sedikit perbedaan. Karena perbedaan itu terletak disalah satu fungsinya masa itu yaitu sebagai tempat tinggal keluarga pemimpin desa serta para pemangku adat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anna - Istriku yang Buta dan Sakit Jiwa
RomanceBagaimana rasanya memiliki seorang istri yang buta dan sakit jiwa? begitulah nasib yang harus di rasakan oleh Halim Zainudin. Seorang pemuda berasal dari desa Kuban yang menikahi Anna Manika di tahun 1950. Pernikahan itu awalnya didasari oleh motif...