6. Kedatangan Datuk Jamil dan Mak Enang

175 34 11
                                    

Anna terbangun dan mendapati Halim tak berada disamping tempat tidurnya. Dia sempat berpikir apakah Halim tidak tidur di sebelahnya semalam?, atau mungkin dia justru tidur dikamar yang berbeda?.

Tatapannya lalu beralih pada kamar yang ia tempati. Kamar yang ukurannya tidak terlalu luas. Kira-kira hanya berukuran 3x4. Didalamnya hanya ada dipan kayu tempat mereka tidur, kendi air yang di taruh di atas meja kayu, serta lemari kayu yang dipintunya terpasang cermin.

Disisi kanan tempat tidurnya, dia melihat baju Halim tergeletak dengan ikat kepalanya. Dengan buru-buru tangannya langsung memeriksa bagian tubuhnya jika ada yang sakit.

"Tidak ada bagian tubuhku yang sakit". gumamnya.

Dia tampak berpikir. Matanya menatap cermin yang berada tidak jauh dari dipan tidurnya, mungkin hanya sekitar lima langkah "apa dia benar-benar tidak menyentuhku semalam?"

"Tapi kenapa?," protesnya sembari mengambil baju Halim "Apa aku tidak menarik untuknya?, apa dia tidak menyukai gadis desa Sumut?".
Anna menggigit ujung jari kukunya seraya berpikir sendiri. "Atau mungkin dia menyukai laki-laki?"

Ah, kenapa Anna bisa berpikiran seperti itu. Dia bahkan belum tau apapun tentang Halim. Dia hanya tau bahwa Halim baginya adalah lelaki yang menyebalkan. Tapi jujur, semalam saat dia membiarkan Halim berdiri terpaku menatapnya yang naik ke atas tempat tidur, dia ingin Halim melakukan hal yang berbeda malam itu. Dia ingin setidaknya Halim berbisik sesuatu yang mesra di malam pertama bersamanya. Namun, yang ia dapati Halim tidak berbuat sesuai keinginannya. Dia bahkan tidak mendapati Halim berada disisinya saat dia terbangun dari dipan tidurnya.

Anna menyerah dengan keinginannya.

"Ah, kenapa aku bisa dapat suami sepertinya," lirihnya

Dia melipat baju Halim. Namun, mendadak dia melihat ada bercak darah di baju Halim. Bercak darah itu juga mengenai anyaman tikar di tempat tidurnya.

Wajah Anna langsung berubah, bola matanya terlihat membesar melihat bercak darah itu.

"Kenapa bisa ada darah di baju dan tempat tidur Halim?" tanya Anna seraya berpikir pada dirinya sendiri. "Apa yang sebenarnya terjadi semalam?" dia menggigit ujung jarinya. Di bawah jendelanya, terdengar suara tawa berisik anak-anak yang berlarian. Suara mereka memecah kesunyian kamarnya. Dengan langkahnya yang penasaran, dibukanya jendela kamarnya.

Ah, betapa terpesonanya Anna mendapati pemandangan desa Kuban. Seolah melupakan pikirannya tentang bercak darah yang ada di baju Halim.

"Kenapa pemandangan desa ini begitu indah" ucapnya sembari melihat aktifitas yang ada di bawah jendela kamarnya. Itu adalah pemandangan aktifitas desa Kuban.

"Ah, desa Kuban. Desa yang menurutku tidak jauh berbeda dari desaku. Karena dibawah jendelaku yang terbuka, aku bisa langsung melihat para mamak sedang menumbuk padi di lesung, anak-anak yang berlarian kesana kemari dengan mainan bambunya, serta para datuk yang menganyam tikar"

Gemerisik suara Delman melewati bawah jendelanya. Terlihat dari dalam delman itu ada Datuk Jamil dan Mak Enang tengah membawa beberapa barang. Anna langsung berpikir mereka pasti akan datang ke rumahnya dan Halim. Dia langsung beranjak dari tempatnya.

Beberapa saat, digantinya pakaiannya dengan kebaya sederhana. Kebaya yang tampak berwarna putih dengan corak bunga sepatu. Tak lupa dia juga memakai sarung batik sebagai bawahan roknya. Rambutnya juga disanggul kebelakang.

Bang Malik yang mengamati penampilan Anna bergegas menuju kamarnya. "Penampilanmu mirip seperti gadis desa Kuban"

"Ah, bisa saja bang Malik"

Anna - Istriku yang Buta dan Sakit JiwaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang