Keputusan Halim untuk memulangkan Anna ke desa Sumut sudah bulat, meskipun tampaknya dia tengah dirundung oleh rasa bersalahnya. Namun, menurutnya ini adalah keputusan yang tepat mengingat dia ingin mengikhlaskan semua hal yang telah terjadi di masa lalunya. Maka satu satunya jalan adalah dengan cara melepaskan Anna sebagai istrinya.
"Apa keputusanmu sudah bulat, Halim?" bang Malik datang meletakkan teh di hadapan Halim. Tercium sekali aroma melati dari teh itu.
Halim menghela nafasnya cukup panjang. Diseruputnya teh beraroma melati itu. "Aku tidak punya pilihan lain"
Tatapan Halim diedarkan pada seluruh ruangan. Ruangan kecil yang hanya beralaskan tikar dan beberapa perabotan rumah lainnya. Di atas tikar itu dia dan bang Malik duduk.
"Lalu alasan apa yang akan kau gunakan untuk menjelaskan kepada mereka terkait alasanmu melepaskan Anna? apa mungkin kau akan mengatakan alasanmu yang sebenarnya?"
Halim tampak menyeruput tehnya lagi. Diamatinya ruangan kamarnya dan Anna. Anna pasti sudah tertidur pulas. Setelah apa yang ia alami tadi bersama Halim, hatinya pasti sangat terguncang dengan kebenaran yang datang padanya dan setelah tahu keputusan Halim untuk melepaskannya. "Aku takut Anna akan mengatakan yang sebenarnya pada mereka"
Bang Malik tahu alasan yang sebenarnya Halim ingin melepaskan Anna sebagai istrinya. Namun meskipun begitu, dia juga kasihan pada Anna, perempuan itu begitu peduli terhadapnya. Terlihat bagaimana dia begitu kewalahan mengurusi Halim saat sakit, mengobati tangan Halim yang terluka parah, bahkan sampai mencari sesuatu di hutan hanya untuk membuatkan hidangan kesukaannya. Semua itu tidak akan Halim temui lagi setelahnya, karena Halim telah berniat untuk melepasnya. Namun bukan hal itu yang Halim pikirkan sekarang, melainkan jawaban yang akan dikatakan Anna kepada Datuk Sutan dan para tetua adat lainnya ketika tau Halim telah memulangkannya.
"Bagaimana jika aku sendiri yang memulangkan Anna ke desanya dan mengatakan pada Datuk Sutan dan para tetua adat lainnya terkait alasanmu memulangkannya?"
Sesaat Halim tampak berpikir dengan ide yang dikatakan oleh bang Malik. "Apa yang akan bang Malik katakan?"
"Aku akan-"
Kata kata bang Malik terputus ketika mereka mendengar suara teriakan Anna dari dalam kamarnya. Keduanya langsung bergegas masuk untuk melihat apa yang terjadi.
Didapati mereka Anna tengah memegangi lututnya di seberang kamar. Suaranya terdengar berteriak histeris seraya mengamati wajah mereka dengan tatapannya yang tajam. Rambutnya tergerai kusut, kukunya di garuk garukkannya ke lantai papan, tangan kirinya seperti sedang menyembunyikan sesuatu di belakangnya.
"Apa yang terjadi padanya" ucap Halim berdecak heran melihat apa yang terjadi pada Anna.
Bang Malik berjalan mendekati Anna. Namun, dengan segera perempuan itu bangkit. Suara kakinya terdengar mendekati Halim.
Halim tertegun melihat Anna. Dilihatnya penampilan perempuan itu nyaris seperti bukan dirinya melainkan tampak seperti orang lain.
"Anna" panggil Bang Malik yang berada di belakangnya. Dilihatnya Anna tengah memegangi pisau di belakang punggungnya. Dengan segera bang Malik menghampirinya. "Anna apa yang kau lakukan"
Anna masih tetap tak menggubris bang Malik sampai wajahnya berada dekat dengan wajah Halim. Bang Malik yang sadar Anna akan melakukan sesuatu yang buruk pada Halim dengan cepat menarik Halim mundur kebelakang. "Dia adalah suamimu, Halim," ucapnya pada Anna
Halim menyadari ada sesuatu yang tidak beres pada diri Anna.
"Halim" Anna mengamati wajah Halim. Tangannya bergetar. Ingatannya seperti tersadar kembali. Mendadak terdengar pisau yang dipeganginya terjatuh. "Maafkan aku, Halim"
KAMU SEDANG MEMBACA
Anna - Istriku yang Buta dan Sakit Jiwa
RomanceBagaimana rasanya memiliki seorang istri yang buta dan sakit jiwa? begitulah nasib yang harus di rasakan oleh Halim Zainudin. Seorang pemuda berasal dari desa Kuban yang menikahi Anna Manika di tahun 1950. Pernikahan itu awalnya didasari oleh motif...