19. Rencana pembunuhan Anna

103 7 0
                                    

Halim pulang kerumah dengan keadaan hatinya yang begitu kosong. Kakinya menaiki satu per satu anak tangga rumahnya. Berulang kali dia terdengar menghela nafasnya. Kepalanya terasa berdenyut.

"Bang Malik, tolong buatkan aku teh" perintahnya pada bang Malik.

Teh melati kesukaannya. Dia senang jika menyeruput teh itu. Aroma khas dari melati yang tercium membuat pikirannya tenang, seolah melupakan hari hari berat yang dilaluinya.

Dia merebahkan tubuhnya di atas dipan kayu, memandang langit-langit kamarnya. Teringat jelas kejadian tadi pagi. Salman yang memukuli wajahnya, perkataannya pada datuk Sutan  bahwa dia sudah tidak punya hak apapun lagi atas diri Anna. Semuanya menganggu pikirannya.

Diamatinya sekeliling kamarnya. Kamar yang dia tempati bersama Anna. Ah, rasanya telah berubah, rasanya begitu sunyi dan hampa. Hari hari yang telah banyak dilaluinya kini bahkan terasa berbeda dari hari hari yang pernah dia lalui. Mungkin karena waktu itu ada Anna, pikirnya.

Halim menikmati kesunyiannya. Pikirannya berlabuh pada beberapa ingatan di memorinya. Memori yang telah dia lewati saat masih ada Anna yang biasa mengisi hari harinya. Matanya kemudian terpejam.

***

Kehadiran Anna di rumah Rambang membuat semua orang tampak berdatangan ingin melihat kondisinya. Para mamak yang memakai sarung batiknya, anak anak yang membawa mainannya. Mereka semua tampak berkerumun di teras rumah rambang.

Diruang tengah, sudah duduk Salman, datuk Sutan, dan Mansur berhadap hadapan. Ketiganya mengamati Anna yang tengah duduk diam di teras depan bersama para mamak dan anak anak yang bermain.

"Aku akan berencana membawa Anna berobat ke kota" ujar Mansur menyeruput tehnya. Sesekali dia menengok ke arah Anna.

"Bukankah jarak kota terlalu jauh?" tanya datuk Sutan. Lelaki tua itu tak begitu yakin dengan rencana Mansur.

"Kita tidak punya cara lain, aku tidak ingin melihat Anna terus terusan seperti ini"

"Apa kau yakin ini satu satunya cara agar dia bisa sembuh?" respon Salman padanya.

"Aku yakin. Tidak ada cara lain selain cara ini"

Salman dan datuk Sutan saling menatap satu sama lain. Keduanya terlihat begitu ragu dengan rencana Mansur. Meskipun begitu, mereka juga ingin melihat Anna sembuh. Mereka ingin Anna bisa melihat lagi. Walaupun kemungkinannya saat ini masih sangat kecil.

"Kapan kau berencana membawa Anna kekota?"

"Besok pagi"

"Kalau begitu aku akan ikut denganmu"

Penuturan Salman pada Mansur membuat datuk Sutan mengerutkan keningnya sebelum akhirnya dia mengangguk angguk setuju.

Tak berselang lama, terdengar suara teriakan dari teras rumah. Mansur keluar untuk mencari tau. Rupanya itu adalah teriakan Anna. Perempuan itu tengah mengacak acak permainan congklak milik anak anak seraya berusaha mengusir mereka, membuat anak anak langsung berlarian pergi.

Mansur menghampiri Anna. Dipeluknya erat perempuan itu sembari menenangkannya. Mulutnya seperti berbisik sesuatu ditelinganya, membuatnya berangsur angsur tenang.

Dari arah kejauhan, nampak seorang lelaki berpakaian hitam tengah mengamati diam diam ke arah mereka. Wajahnya seperti berusaha meyakinkan apa yang dia lihat. Dia terhenti saat melihat Mansur melongok ke arahnya.

Anna - Istriku yang Buta dan Sakit JiwaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang