13. Angin di perkebunan teh

124 19 15
                                    

Halim tak menyangka ia benar-benar akan menemukan Anna masih berada di perkebunan teh itu. Perkebunan teh yang dilihatnya sudah mulai tampak gelap dan sunyi. Ada raut gelisah di wajahnya, akan tetapi ia tidak menampakannya.

Setelah ia diberitahu oleh bang Malik tentang keberadaan Anna yang belum juga pulang dari desa Sumut, segera ia pacu kudanya ke desa Sumut mencari keberadaan Anna. Dia akhirnya bisa menemukannya setelah berjalan cukup jauh ke perkebunan.

Penampilan Anna dilihat Halim saat itu terlihat berbeda dari yang biasanya ia liat. Itu karena rambut Anna tampak tak disanggul lagi melainkan terurai panjang ke bawah. Dilihatnya ada selendang kain putih yang menutupi pundaknya.

Halim kemudian melemparkan pandangannya pada perkebunan teh yang berjarak luas di hadapannya.

"Kenapa kau bisa ada disini, Halim?" tanya Anna.

Tatapan Halim lalu dipalingkannya pada wajah Anna. "Aku menyuruh bang Malik pergi untuk temui Mansur. Kenapa kau sendiri yang pergi temui dia"

"Ah, itu.."

Sayup-sayup terdengar oleh mereka suara langkah kaki seseorang yang tengah berjalan menghampiri tempat mereka. Langkah kaki itu mungkin adalah suara kaki Salman yang sudah kembali. Wajah Anna ingin menoleh, tetapi buru buru tangan Halim langsung memegangi lengan tangannya. Dalam sekejap, tubuhnya ditarik ke depan. Mata Anna membelalak, dia terkejut ketika wajahnya telah berada pada dada bidang Halim.

"H-halim"

Tangan Halim melingkari pinggangnya. Aroma tubuhnya tercium. Seketika ada suara debaran yang mulai menyusup di dada Anna. Entah dia merasa yakin atau tidak, tapi dia juga mendengar suara yang sama pada dada bidang Halim. Ah, apa bisa dibilang bahwa itu berasal dari suara jantungnya?

"Halim, kenapa kau tiba-tiba.."

"Diam, Anna" bisik Halim. Suaranya terdengar begitu pelan di telinganya.

Beberapa saat, suara langkah kaki itu terdengar berhenti. Anna tak dapat melihat siapa sosok yang berdiri dibelakangnya itu. Tubuhnya berusaha ingin bergerak, akan tetapi tangan Halim malah semakin erat melingkari pinggangnya. Sayup sayup terdengar suara langkah kaki itu menjauh, membuat Halim kemudian melepas tangannya yang melingkar di pinggangnya.

Anna mengatur nafasnya yang kini terdengar tak beraturan.

"Kenapa kau begitu berani datang kesini? " tanya Halim padanya.

"Aku hanya.." Anna tampak memperbaiki ujung bajunya yang terlihat kusut. Tiba tiba saja dia terhenti. Dengan cepat wajahnya langsung memandang  wajah Halim. "Apa kau menyusulku kesini karena khawatir padaku?"

Halim berdehem. Expresi wajahnya seperti berusaha ingin dia sembunyikan.

"Bang Malik"

"Apa?"

"Dia memintaku untuk menjemputmu"

"Ah, jadi dia benar-benar tidak khawatir padaku?" batin Anna seraya menatap wajah Halim.

"Apa benar bang Malik sendiri yang memintamu?"

"Benar"

Ada sedikit rasa kecewa dihati Anna mendengar jawaban itu. Padahal hatinya berharap bahwa jawaban lain lah yang akan dia dengar dari mulut Halim.

Sesaat Halim terdiam. Kakinya mulai perlahan melangkah pergi dari hadapan Anna.

"Kau mau kemana, Halim?"

"Apa kau akan terus berada disini?"

Ucapan itu membuat Anna segera mengambil langkah disampingnya. Setelahnya, tak ada obrolan. Hening. Hanya derap kaki yang terdengar berjalan menginjak bebatuan. Sampai akhirnya terdengar obrolan dari Anna, "kenapa kau tadi memelukku?"

Anna - Istriku yang Buta dan Sakit JiwaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang