Anna memasuki kamar miliknya dan Halim. Di dalamnya dia sudah melihat Halim yang kini sudah tertidur pulas. Dia mungkin kecapean mengurusi pekerjaannya yang tak ada habis habisnya. Ditutupnya pintu kamarnya begitu rapat lalu kakinya bergerak ke depan cermin. Di depan cermin itu, dia membuka kebaya yang dikenakannya dengan perlahan.
Setelah kebayanya terbuka, dilihatnya luka di lengan kirinya yang masih terbalut dengan kain. Itu adalah perban kain yang diikat Halim cukup kuat di malam mereka diserang oleh para perampok di desa Sumut.
Entah kenapa ingatannya menggeliat pada kejadian malam itu. Kejadian dimana dia melawan perampok desa Sumut. Saat Halim melihat luka dilengan kirinya, melepas ikat kepalanya, lalu mengikat lukanya dengan cukup kuat. Rasanya dia benar-benar ingin berterima kasih pada Halim malam itu, tapi bahkan yang dilakukannya hanya terus bersembunyi di balik wajahnya yang menahan kesakitan.
Dari balik cermin, dia menengok ke arah Halim yang tertidur pulas. Dia mengganti kain lukanya dengan yang baru lalu berjalan mendekatinya. Setelah telah berada cukup dekat dengannya, diamatinya wajah Halim yang nampak bercucuran keringat banyak dari dahinya. Anna mengeryitkan kening. Tidak biasanya Halim tertidur dengan keadaan seperti itu. Diambilnya kain miliknya lalu menyekanya dengan perlahan.
"Apa yang terjadi dengannya? kenapa dia bisa berkeringat banyak seperti ini?" batinnya seraya terus menyeka keringat di dahi Halim.
Wajah Halim begitu pucat, bibirnya terlihat gemetar. Dipeganginya dahi Halim yang terasa begitu panas. Dia langsung mengerti dengan apa yang terjadi pada Halim.
"Bertahanlah sedikit, aku akan mengambil kain hangat untuk mengompres demammu"
Tanpa berpikir panjang, buru-buru Anna bergegas keluar dari kamarnya menuju dapur. Dicarinya sesuatu untuk bisa mengompres demam Halim. Bang Malik yang sadar akan sikap Anna dari ruang tengah bergegas menyusulnya ke arah dapur.
"Apa yang sedang kau cari?"
"Aku mencari sesuatu untuk mengompres demam Halim"
"Apa Halim demam?"
Anna mengangguk.
"Kau tidak perlu repot melakukan ini"
Perkataan bang Malik membuat Anna langsung terhenti mencari sesuatu. Dia menatap wajah bang Malik. "Apa maksud bang Malik?"
"Itu karena Halim tidak ingin siapapun merawatnya saat dia sakit"
"Termasuk bang Malik sendiri?"
Bang Malik mengangguk pelan.
"Apa itu karena Halim tidak ingin direpotkan saat dia sakit?"
"Benar"
"Aku tidak merasa direpotkan sama sekali, karena sebagai istrinya, itu sudah menjadi salah satu kewajibanku"
Bang Malik tersenyum puas mendengar ucapan Anna. Salah satu alasan bang Malik menyukai sikap Anna adalah karena sikapnya yang begitu tulus pada Halim. Dia masih ingat saat Halim menolaknya untuk dirawat olehnya, dia tak dapat berkata apa-apa. Tapi kali ini dia melihat Anna bersikeras dengan apa yang dia lakukan untuk merawatnya.
Anna beranjak masuk ke kamar saat dia sudah menemukan apa yang dia cari. Dikompresnya kain hangat lalu dia letakkan pada dahi Halim.
"Apa selama ini kau tidak ingin siapapun merepotkanmu saat sakit?" lirih Anna dalam hatinya.
Wajah Anna terlihat mengantuk di sisinya. Tangannya dia gunakan sebagai penopang kepalanya. Setelah memastikan posisi kepalanya berada cukup nyaman di sisi Halim, dia tertidur.
Dia terbangun lagi di malam hari saat mendengar suara Halim yang seperti mengigau, menyebut nama seseorang yang pernah dia dengar. "Hasyim".
Anna mengganti air yang dia gunakan untuk mengompres demam Halim. Setelahnya dia mengompres demamnya lagi dan berbisik lembut di telinganya, "tenanglah, kau baik-baik saja"
KAMU SEDANG MEMBACA
Anna - Istriku yang Buta dan Sakit Jiwa
RomanceBagaimana rasanya memiliki seorang istri yang buta dan sakit jiwa? begitulah nasib yang harus di rasakan oleh Halim Zainudin. Seorang pemuda berasal dari desa Kuban yang menikahi Anna Manika di tahun 1950. Pernikahan itu awalnya didasari oleh motif...