Sejak melihat Halim tersenyum, Anna seolah merasa yakin sikap Halim seperti sedikit berubah terhadapnya, akan tetapi dia masih terlihat ragu dengan hal itu.
Sehari setelah kejadian penyerangan oleh para perampok di desa Sumut, Anna berpikir untuk berusaha menunjukkan sikapnya sebagai seorang istri pada Halim. Entahlah, tapi dia seolah merasa ingin memberikan haknya tersebut.
Suara langkah kaki Anna terdengar berjalan diatas lantai kayu. Suara yang membuat Bang Malik mengintip dari arah dapur.
Bang Malik mengambil ulekan, menaruh diatasnya beberapa cabe, bawang putih dan rempah-rempah lainnya. Dia lalu mendengar Anna menyapanya dari balik pintu dapur.
"Selamat siang, bang Malik"
"Siang" jawab Bang Malik yang kini mulai fokus mengulek.
Anna mengamati raut wajah bang Malik. Di raut wajah itu dilihatnya ada cucuran keringat oleh suhu dari teriknya siang di luar rumah.
"Halim sudah pulang?" tanya Anna lagi. Dia mengambil segelas air putih untuk diteguknya.
"Belum"
Seperti biasa, saat pagi Halim tidak berada di rumahnya. Dia akan pergi ke desa Sumut lagi, mengurus beberapa pekerjaan desa yang selalu jadi rutinitasnya.
"Apa dia berpesan akan pulang malam?"
"Hmm.." bang Malik mulai tampak berpikir. Sesekali bola matanya dialihkan pada raut wajah Anna yang terlihat penasaran menunggu jawabannya. "Katanya siang"
Anna mengangguk-angguk. Dia bertanya lagi saat melihat bang Malik meletakkan dandang di atas tungku api.
"Hari ini bang Malik mau masak apa?"
"Hari ini saya.."
"Oh iya!"
Perkataan bang Malik terputus oleh seruan Anna. Expresi seruan yang seperti menemukan inspirasi baru. Anna memberi penutup dandang pada bang Malik.
"Terima kasih"
"Apa ada makanan tertentu yang disukai Halim?"
Pertanyaan itu membuat bang Malik langsung menatap wajah Anna. Wajah yang saat ini dilihatnya tengah tersenyum padanya.
"Kenapa kau tiba-tiba bertanya tentang makanan kesukaan Halim?"
"Ah, rupanya bang Malik benar-benar tidak peka"
Seolah mengerti dengan sikap Anna tersebut, Bang Malik tiba-tiba tersenyum. Senyumnya agak tipis dengan lesung pipinya yang keliatan di wajahnya yang sawo matang.
"Sup singkong"
"Apa?"
"Makanan kesukaan Halim"
"Oke" seru Anna seraya hendak beranjak pergi. "Aku akan mencari singkong di hutan"
"Apa?" ucapannya membuat bang Malik kaget. Dia benar-benar tidak percaya Anna akan membuat sup singkong untuk Halim. Bang Malik sendiri bisa dibilang hampir sudah tidak pernah lagi membuat masakan kesukaan Halim. Dan itu adalah semenjak adik Halim bernama Hasyim pernah terluka sejak kecil. "Sangat berbahaya dihutan, biar saya saja yang mencari singkongnya"
"Aku bisa menjaga diriku sendiri. Barangkali ada sesuatu juga yang bang Malik ingin aku bawa dari hutan?"
"Tidak ada, cepat pulang jika kau sudah mencari singkongnya"
Usai mendengar itu, Anna bergegas pergi dari hadapan bang Malik. Sebelum bergerak pergi, dia sempat melihat ke arah belakang. Ke arah bang Malik yang berdiri terpaku dengan wajahnya yang khawatir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anna - Istriku yang Buta dan Sakit Jiwa
RomanceBagaimana rasanya memiliki seorang istri yang buta dan sakit jiwa? begitulah nasib yang harus di rasakan oleh Halim Zainudin. Seorang pemuda berasal dari desa Kuban yang menikahi Anna Manika di tahun 1950. Pernikahan itu awalnya didasari oleh motif...