15. Kewajiban Halim

210 19 3
                                    

Halim berjalan memandangi Anna yang juga berjalan di depannya. Kerudungnya terlihat dilepas begitu saja, sepatu pestanya dipeganginya.

Sejak beberapa menit mereka meninggalkan pesta itu, kini mereka berdua berjalan menuju arah timur desa Kuban, mengamati jika ada Delman yang berjalan melintas ke arah mereka.

Anna tiba-tiba berhenti berjalan di depan Halim, dia lalu membalikkan tubuhnya menatap Halim yang ada dibelakangnya.

"Kenapa?" tanyanya

Dia mengambil beberapa langkah untuk mendekati Halim yang juga dilihatnya telah berhenti berjalan.

Tatapan Halim tertuju pada kedua kaki telanjang Anna yang dilihatnya sudah begitu kotor oleh debu tanah.

"Kenapa kau tidak melawannya, Halim?" tanya Anna lagi. "Kenapa kau tidak membalas tuan Danieq?"

Halim diam tak merespon pertanyaannya. Didengarnya Anna yang tampak menghela nafasnya cukup panjang, setelahnya Anna berkata lagi, "kau tau Halim. Aku bisa terima orang lain mempermalukanku, tapi aku tidak bisa terima orang lain mempermalukanmu"

"Apa?"

Anna terdiam untuk sesaat. Dilihatnya tatapan Halim yang begitu dalam menatap kedua bola matanya, menanti jawaban yang akan dia dengar.

"Aku tidak ingin saja melihatmu terluka"

Perkataan Anna seketika membuat raut wajah Halim berubah. Dia menatap Anna cukup lama. Sampai terdengar Anna berkata lagi, "lupakan, Halim. Kau pasti anggap aku bodoh"

"Tidak, katakan lagi,"

Anna tampak mengamati expresi Halim yang seperti tidak mengerti dengan apa yang telah ia ucapkan. "Katakan apa?"

"Kata-kata itu"

"Kau pasti anggap aku bodoh"

"Tidak, bukan itu"

"Aku tidak ingin melihatmu terluka"

Halim menggeleng, membuat Anna tampak sedikit menggerutu kesal. "Lalu apa?"

"Kata-kata sebelum itu"

"Aku tidak bisa terima orang lain mempermalukanmu"

"Benar, kata-kata itu. Kau tidak bisa terima orang lain mempermalukanku. Apa yang kau cerna dari kata katanya?"

Kening Anna sedikit berkerut mencerna secara baik baik pertanyaan Halim. Dia tidak habis pikir kenapa Halim ingin dia berpikir lagi dengan kata-kata yang sudah ia ucapkan.

"Aku tidak mengerti maksudmu, Halim. Tuan Danieq jelas-jelas mempermalukanmu di pesta itu, dia.."

Belum sempat Anna melanjutkan kalimatnya, Halim sudah memotongnya. "Tidak, Anna. Tuan Danieq tidak mempermalukanku. Dia hanya berkata bahwa adat desa Kuban tidak memperbolehkan prajurit menikahi prajurit"

"Apa?"

"Dia hanya menunjukku untuk memperjelas apa yang ingin tuan Danieq katakan"

"Cukup, Halim"

Halim tiba-tiba terdiam sesaat mendengar seruan Anna. Ditatapnya expresi Anna yang seperti tidak terima dengan penjelasannya itu.

"Aku bisa terima tuan Danieq bilang sepert itu, tapi jelas jelas dia bilang tentang tanggung jawabmu padaku. Apa kau tidak dengar dia bilang begitu?," nada bicara Anna terdengar sedikit meninggi. "Kau ingin aku bicara jujur? aku tidak terima saat orang lain bersikap seperti itu padamu, Halim. Aku tidak terima saat melihatmu disakiti"

Mendadak terjadi keheningan di antara keduanya. Masing masing seperti larut dalam pikirannya. Sampai terdengar suara kaki Anna yang ingin beranjak, buru buru Halim meresponnya, "kadang kau hanya perlu belajar menyembunyikan rasa sakitmu"

Anna - Istriku yang Buta dan Sakit JiwaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang