BAB 27

4 2 2
                                    

Saat masih mengendarai mobil di jalan raya, tiba-tiba Nadira merasakan tremor. Telapak tangannya gemetar saat mengemudi, dadanya berdebar, berdetak cepat.

"Astaghfirullah, please jangan sekarang kambuhnya." Lirihnya, masih berusaha tenang dalam mengemudi.

"Hiks.. bodoh, Nadira. Harusnya tadi lo jangan pergi sendiri."

"Hiks.. Mama dada Nadira sakit lagi." Gumamnya masih terus mengemudi dengan sebelah tangan yang memegang dadanya, menahan sesak karena trauma yang ia punya.

"Hiks.. hiks.. S-ss-sakit." Keluhnya masih memegang dadanya yang terasa sakit, kemudian memutuskan sedikit menepi ke bahu jalan, dan mengambil ponsel miliknya di saku jaket yang ia gunakan.

"Hallo. Kenapa, dek?" Suara Bara terdengar dari sebrang sana.

"B-bang, Hiks.."

"Lo, kenapa?!" Panik Bara.

"Dada Nadira sakit, Bang. Hiks.."

"T-trauma gue datang lagi, Hiks.. hiks.."

"Sekarang lo lagi dimana?"

"Di Jalan Kemerdekaan, Bang." Jawabnya dengan suara pelan.

"Jangan bilang, lo bawa mobil sendiri, Dek?" Tanya Bara dengan khawatir.

"I-iya, Bang."

"Astaghfirullah, Dek. Lo kenapa bawa mobil sendiri segala sih? Nggak habis pikir deh gue sama lo, Dek." Oceh Bara diseberang sana.

"Hiks.. hiks.." Bukannya menjawab, Nadira justru tambah terisak.

"Lo tunggu disana, jangan keluar dari mobil. Sekarang lo share location ke gue, posisi lo sekarang, Dek. Udah jangan nangis lagi."

"I-iya, Bang." Jawab Nadira kemudian memutuskan panggilan dan segera mengirimkan alamat yang Bara pinta tadi.

"Kenapa Adik nekat bawa mobil sendiri?" Tanya Irene lembut kemudian memberikan segelas air kepada Nadira, saat Bara dan Nadira tiba di rumah.

"Tau. Udah gitu dia bawa mobil di jalan raya besar coba, Maa."

"Kenapa? Hmm." Tanya Irene lagi.

"Nadira salah, Maa." Jawab Nadira setelah selesai meneguk air yang diberikan oleh Irene tadi.

"Salah kenapa, lo?" Heran Bara.

"Kemarin waktu rapat panitia acara donasi, gue udah terlanjur janji sama panitia bagian konsumsi biar gue aja yang beli snack untuk anak-anak Panti, sekalian gue belanja hadiah kecil-kecilan dari Sekolah untuk mereka."

"Tapi, justru gue kelupaan buat belanja snack nya. Niat gue, gue mau tanggung jawab sama masalah yang udah gue buat. Tapi justru gue yang kena masalah." Lanjut Nadira mengingat kesalahan yang telah ia buat.

"Nadira kan bisa minta tolong sama teman, nggak perlu kamu yang bawa mobilnya. Kamu lupa sama trauma yang kamu punya?" Ujar Irene yang mengingatkan tentang trauma yang putrinya miliki.

"Aku nggak enak, Maa, kalau mau minta tolong sama yang lain."

"Ini nih, yang nggak gue suka dari lo, Dek. Jangan terlalu nggak enakan sama orang lain. Karena sesekali kita juga butuh bantuan mereka, kan. Contohnya kayak lo sekarang ini. Kalau aja lo minta tolong sama salah satu panitia yang lain untuk bantu lo, trauma lo mungkin nggak muncul begini, kan." Jelas Bara menasihati Nadira.

"Untung aja lo nggak kenapa-kenapa di jalan, kan? Gimana kalau sampai hal buruk terjadi ke lo, cuma karena rasa nggak enakan lo itu terhadap orang lain?" Tambah Bara.

IMPOSSIBLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang